"Aku merelakan semuanya demi cinta."
Suara barang terbanting dan suara keributan terdengar dari kamar Mario. Lelaki itu tidak terkendali, dia telah membiarkan orang-orang mengutuknya berkali-kali karena perbuatan yang dilakukannya. Membiarkan mulut-mulut terbuka dan menyumpahi dirinya dengan sumpah serapah yang menyudutkannya.
Dia duduk di sudut ruangan kamar yang gelap hanya sinar rembulan dan lilin yang menyala dengan kepala menunduk dan tangannya memegang botol minuman pemabuk, itu ditangannya belum saat botol-botol itu tergeletak dilantai, lima botol lebih untuknya malam ini. Di tangan kanannya sudah ada foto Lili, foto satu-satunya yang ia punya karena selama dia bersama Lili tidak ada foto yang diabadikan.
Tak lupa ia mengambil secarik kertas yang di maksud Lili sebelum ia pergi.
Suamiku. Aku tahu kamu pernah merasa kecewa dengan namanya perempuan hingga dirimu membenci kata cinta.
Aku harap dirimu tidak marah jika aku mengungkit masa lalumu. Tentang ibumu, Fitri Relegan.
Dia sangat menyayangimu bahkan tidak tahu bila waktunya tiba untuk dirinya berpisah denganmu dan ayahmu. Bukan tanpa sebab melainkan karena bu Ruby.
Dia mengambil paksa ibumu dan melakukan siasat untuk menjadi istri ayahmu, dia merencanakan sesuatu yang membuat nyawa ibumu melayang. Ibumu tidak meninggal dirimu bersama lelaki lain, melainkan bu Fitri ada bersamamu sampai kamu bersamaku. Dia ada di hatimu yang tertutup oleh provokasi bu Ruby.
Aku harap kamu dapat membersihkan hatimu dan bisikan jahat bu Ruby selama bertahun-tahun. Dan aku harap kamu bisa memberikan kebenaran ini pada ayah, Haruman. Sebab dia sangat mencintai bu Fitri seperti kamu mencintai diriku, Mas.
Setelah membaca semua kebusukan Ruby dari surat yang di tulis Lili, dia mengacak rambutnya kasar. Dia sudah ditipu oleh orang yang sangat disayangi dan dianggap sebagai saudara sendiri oleh ibu kandungnya. Dia berharap Lili ada disampingnya, meredakan amarahnya dan menghilangkan penyesalan dalam hidupnya.
"Aku bukan pembunuh. Aku tidak melenyapkan siapapun. Tidak. Aku tidak melakukannya."
"Ibu maafkan aku. Aku telah salah menilaimu, kamu bertaruh nyawa untuk melahirkan putramu yang keras hati ini, ibu maafkan aku." isaknya berharap semuanya akan kembali menjadi baik-baik saja.
Dia membenturkan botol minuman yang isinya masih setengah itu ke tembok hingga pecah tidak berbentuk. "Istriku, calon bayiku . . . Cintaku. Dia tidak menginginkan aku bahagia, dia merampas kebahagiaanku. Dia merampas istri dan calon bayiku, sebelumnya dia juga merampas ibu yang masih mempunyai balita. Dan adikku memutuskan tali persaudaraannya denganku." Mario sudah kehilangan akal. Sebelumnya dia menangis dan merutuki dirinya kemudian dia tertawa seolah-seolah kesedihan dan kebahagiaan adalah candaan baginya.
Mario bangkit dari tempatnya yang tersudut, hening dan senyap. Malam yang mengerikan untuk Relegan dan Ralendra. Dia sesak dan panas memakai kemeja yang belum digantinya sedari tadi, dia membuka lemari ingin mengambil baju yang nyaman untuk dipakainya. Sebuah surat terjatuh dari bawah pakaian yang sudah di lipat rapih.
Dia berhenti sejenak kemudian membungkukkan badannya untuk mengambil surat itu. Dia membaca setiap kata dengan terperinci. Surat dari Lili tentang calon buah hatinya kembali mengiris hatinya.
Mas Mario, Suamiku. Teman hidupku, sahabat tempat aku berbagi kepedihan dan kebahagiaan. Lelaki yang paling kucintai seumur hidupku.
Ada banyak hal yang ingin aku katakan. Ada sebuah kebahagiaan besar yang datang kepada kita. Aku dan kamu.

KAMU SEDANG MEMBACA
TIRANI
Romance[Based on True Story] Haliaca Putri Pranata--Wanita muda dan lugu itu selalu berpikir, apakah ia pernah melakukan kesalahan sehingga takdir menempatkan dirinya pada lelaki yang tak tahu cara menghargai wanita? Ia masih teringat perkataan Mario setel...