Prolog

24.8K 1.4K 60
                                    

Agitha Rumengan menikah diusia sembilan belas tahun dan melahirkanku diusianya yang baru menginjak dua puluh tahun. Kalau dari cerita yang pernah kudengar, Mami menikah dengan Papi dengan jarak usia sebelas tahun. Beliau dinikahi saat masih menjadi mahasiswi.

"Kok Mami mau nikah muda?" Pertanyaanku saat itu.

"Loh iya, dulu Opa kamu gak bolehin Mami pacar-pacaran tuh. Papi kamu datang ya kami langsung disuruh nikah deh." Begitu jawaban yang kudengar.

Kami menjadi keluarga lengkap nan bahagia sampai usiaku menginjak lima tahun, Papi mengalami serangan jantung lalu meninggal diusia muda. Umur memang gak ada yang tahu.

Semenjak saat itu sampai usia Mami sekarang empat puluh lima tahun dan punya anak gadis satu-satunya yang berusia dua puluh lima tahun, Mami masih melajang. Iya single a.k.a jomblo.

Walaupun aku tidak pernah mendengar keluhannya. Membesarkanku seorang diri pasti sangat sulit bagi Mami. Bersyukurnya banyak keluarga yang membantu kami semenjak kepergian Papi. Contohnya Tante Diana adik kandung Mami. Dulu saat aku kecil, jika Mami sibuk bekerja Tante Diana dan Om Rio suaminya selalu menjaga dan mengurusku seperti anak kandung mereka. Hingga aku tak pernah merasa kesepian.

Mami masih aktif bekerja sampai sekarang. Kami punya usaha wedding organizer yang dikelola oleh Mami semenjak aku kecil. Sedangkan aku, seorang karyawan start up. Alih-alih bekerja dengan Mami, aku lebih memilih menjadi pekerja orang lain.

Dulu saat masih di sekolah dasar aku sangat bangga punya ibu yang cantik. Saat Mami datang untuk mengambil raporku semua mata akan tertuju pada kami. Bagaimana tidak Mami punya wajah yang cantik dan kulit yang putih bersih seperti Song Hye Kyo. Dan jangan lupa usianya sangat muda saat itu. Tetapi kedatangan beliau untuk ambil rapor anaknya yang sudah duduk dibangku sekolah dasar. Tidak sesuai look lah pokoknya.

"Ibu kamu kerja ya? Itu Tante kamu ya yang ambil rapor?"

Seingatku ini pertanyaan pertama dari temanku yang meragukan aku anak Mami.

"Lho, itu Mami aku. Bukan Tante," jawabku polos.

"Wah, cantik ya ibu kamu."

Hmm, aku hanya bisa tersenyum bangga kala itu. Mendengar Mami dipuji hatiku sangat bahagia. Semakin beranjak besar aku berpikir kalau mereka pasti tidak akan heran dengan kecantikanku. Lho orang Ibunya saja cantik kok pasti menurun ke anaknya dong.

Pertanyaan dan keraguan itu terus aku dapatkan sampai aku duduk di bangku sekolah menengah akhir.

"Katanya lo anak tunggal, itu Kakak nya siapa yang lo bawa?" Pertanyaan dari Agung teman sekelasku si biang onar.

"Dih, itu nyokap gue Gung. Cantik kan?" tanyaku bangga.

"Nyokap? Serius lo?" tanya Agung heran.

"Iya," kataku menjawab dengan jumawa.

"Kok beda banget? Lo udah kayak ikan buntal gini, Nyokap lo kayak Jennifer Aniston. Lo anak pembokat kali Nar."

Jelb, Sakiiiiiiiit. Aku sakit hati mendengar perkataan itu.

Sewaktu SMA aku memang seperti ikan buntal sih. Bobot badanku yang seperti ikan buntal kalau kata Agung. Sebelas dua belas lah sama Nyonya Puff, guru driving nya Spongebob. Lalu jerawat karena hormon dan kulitku tidak sebening milik Mami menambah kadar kemiripan dengan Nyonya Puff.

Bagaimana Agung tidak heran, Mami datang ke sekolah dengan menggunakan rok span yang sangat fit dengan kaki jenjangnya dan kemeja putih yang serasi. Belum lagi tubuhnya yang terlihat masih kencang. Rambutnya yang di cat berwarna cokelat sangat sepadan dengan kulit putih milik Mami. Mami memang terlihat seperti majikan ketimbang Ibuku.

Karena perkataan Agung, para siswa yang berkumpul dikoridor kelas untuk menunggu wali murid yang sedang mengambil rapor mengolokku. Mereka memuji Mami lalu mengejekku dengan Agung sang provokator. Hampir semua anak laki - laki teman sekelasku menertawai dan mencemooh penampilanku.

Ada dua orang yang kuperhatikan terdiam tidak ikut mengolok yaitu Adit dan Gya. Walaupun kulihat Adit seperti sedang menahan tawanya.

Aku dan Adit sudah berteman sejak sekolah dasar. Kami selalu satu sekolah. Adit sudah sangat mengenalku dan Mami dengan baik. Jadi mungkin dia takut kalau aku akan marah kepadanya kalau dia ikut-ikutan mengolok. Padahal dia juga salah satu penggemar Mami. Bedanya dia mengejeku langsung tanpa di dengar orang lain selain Gya. Sedangkan Gya, dia teman sebangku dari kelas sebelas. Persahabatan kami masih terjalin sampai sekarang.

Aku yang sakit hati dan tak tahan di tertawai memilih pulang lebih dulu dengan memberhentikan taksi yang sedang melintas di depan Sekolah. Aku meninggalkan Mami yang masih di dalam.

Beginilah awalnya aku sadar kalau Mami secara penampilan jauh lebih cantik dan menarik daripada aku. Tunggu, bukan nya aku iri tapi siapa yang tahan kalau dihidupmu selalu dibayangi oleh hal seperti ini. Siapa yang tahan kalau selalu dibandingkan oleh orang lain? Siapa yang tahan jika harus mendengar perbandingan fisikmu yang biasa saja dengan orang lain? Dan lebih parahnya lagi orang itu IBUMU sendiri.

Ah sudahlah. Aku kesaaaaaaal.

___***___

Hai, kalau kalian berkenan simpan ya ceritanya ke library. Biar tahu kelanjutan ceritanya si Dinar. Happy Saturdate *uhuuuuk*. Eh salah, Happr Saturday guysss 😋

 

My Mom Is My RivalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang