Karena hari ini weekend, aku meminta Gya dan Adit untuk mengosongkan jadwal. Padahal Zami mengajak aku keluar malam ini yang langsung aku tolak beralasan ada janji lagi dengan Gya.
"Kok tumben, gak keluar?" tanya Mami.
"Nggak Mi, lagi pengen di rumah aja."
"Mau nonton disini sama Adit?"
"Kemungkinan iya sih," jawabku bohong.
"Yaudah, kalian hati-hati ya. Kalau berduaan doang seperti biasa di teras aja."
"Mami rapih banget, mau kemana?" tanyaku.
"Mami mau keluar sama teman Mami, nanti Mami pasti kenalin ke kamu."
"Mami cantik banget malam ini," pujiku tulus.
"Anak Mami lebih cantik dong."
Mami looks stunning tonight. Dengan setelan berwarna putih. Celana cullote warna putih yang di padupadakan dengan blouse warna yang sama. Setelan itu tampak pas dengan tubuh Mami yang dilengkapi high heels. Belum lagi rambut ikalnya diurai lembut sampai ke punggung. Dengan make up flawless ditambah polesan tipis lipstick mauve Mami tampak seperti berumur tiga puluhan.
"Mami sedang in relationship ya?"
"Iya," jawab Mami sambil tersenyum malu-malu.
"Mami bahagia sama dia?"
"Iya Nar, bahkan Mami sudah terpikir kalau Mami mau jalanin masa tua sama dia," aku terdiam mendengarnya.
Untuk Adit dan Gya sudah menunggu di dekat taman komplek yang posisinya ada diujung perumahan. Mereka akan jalan mengikuti instruksiku.
"Nar, sudah ya teman Mami udah sampai."
Sebuah sedan berhenti di depan rumah. Mami langsung masuk ke mobil itu. Aku langsung menghubungi Adit untuk bergegas. Tiga menit setelah itu mobil yang berisi Adit dan Gya datang. Aku langsung masuk untuk membututi Mami.
"Anjir, norak banget sih ini gue ngebuntutin Mami begini," kataku membuka percakapan kami bertiga.
"Yah daripada lo penasaran Nyuk." jawab Adit.
Mobil yang ditumpangi Mami masih terkejar. Hari ini kami menggunakan mobil Kakaknya Gya untuk kamuflase. Jika menggunakan mobil Mami kan pasti ketahuan, mobil Adit juga kemungkinan bisa ketahuan. Sedangkan mobil Kakaknya Gya pasti aman. Kami memang seniat itu.
Kami memberikan jarak aman dengan mobil yang ditumpangi Mami. Sampai mobil itu masuk ke Hotel Mulia. Adit pun terus membuntuti dengan berjarak beberap meter.
"Wih Nar, kalau masuk ke sini sih gak tipis lah dompet calon Bokap lo," kata Adit.
"Gini nih, kalau biasa ajak cewek makan di KFC, paling bagus juga di bistro. Baru segini aja udah judgement lo," ucap Gya dari belakang.
Aku hanya bisa memberikan senyuman manis ke Adit. "Sadarlah anak muda. Ngajak cewek makan di hotel begini ya biasa aja. Duh kita lagi gembel look begini, malu gak sih masuk pake outfit begini."
Adit hanya memberikan tampang jengah. Kami pun masuk dengan satu antrean mobil di depan kami. Mobil Mami berhenti di lobby dan keluarlah seorang lelaki yang aku kenal. Dia membukakan Mami pintu dan memberikan kunci mobil ke vallet.
Kami bertiga pun sampai terdiam melihatnya. Sampai mobil di belakang membunyikan klakson dan menyadarkan kami.
"Maju aja Dit, kita keluar lagi. Gak perlu ikut masuk," perintahku.
"Tapi...lebih baik kita masuk Nar. Benar-benar lo pastiin itu siapa."
"Iya Nar, masuk aja gimana. Kita lanjut sesuai rencana."
Nggak usah. Udah cukuplah. Daripada ada keributan. Malu.
Adit pun menurut. Mobil kami keluar lagi dari Hotel Mulia. Adit jadi bingung mau membawaku kemana. Mobil hanya berjalan pelan menyusuri jalan di sekitaran Gelora Bung Karno.
"Masuk ajalah ke GBK Dit. Parkir aja di dalam," pinta Gya memecah keheningan diantara kami.
Tidak perlu menunggu lama. Mobil sudah terparkir tetapi masih dalam keadaan menyala. Kami bertiga masih saja terdiam. Hanya lantunan lagu Dara dari Noah yang terdengar. Kenapa disaat seperti ini Ariel seperti membawakan lagu khusus untukku. Hatiku sangat sesak. Seperti sangat membutuhkan banyak oksigen.
"Dinar......," Adit memanggilku. Aku masih belum bisa memalingkan wajah untuk melihat dua temanku.
Tangan Adit menyentuh lenganku dan disitu aku baru tersadar kalau aku tidak sendirian disini. Memalingkan wajah, aku langsung menangis terisak. Adit langsung memelukku dan disusul oleh Gya dari belakang.
Sakit sekali rasanya. Aku tidak mungkin salah lihat. Disini juga ada Adit dan Gya mereka juga melihat. Kalau yang turun membukakan pintu mobil untuk Mami tadi itu Zamzami.
Mau beralasan apalagi. Tadi Mami bilang dia sudah dijemput oleh temannya. Berarti Zami lah yang selama ini menjadi teman spesial Mami. Orang yang dibelikan jacket, mengirimkan bolu bakar dan yang selalu berkomunikasi dengan Mami sampai Mami tersipu gembira.
Bahkan tadi siang dia masih mengajakku untuk keluar malam ini. Maksudnya apa coba? Aku terlalu bodoh sampai bisa tertipu olehnya. Dia pasti sangat lihai mengatur pertemuanku dengannya lalu dia juga bertemu dengan Mami.
Entah berapa lama aku menangis. Juga sudah berapa lama mereka menenangkanku. Tetapi yang aku bisa pastikan kaus yang dikenakan Adit sudah basah membentuk sebuah pulau.
Sambil tersedu aku menatap mereka berdua. Sampai suara Gya pun terdengar.
"Lebih baik ketahuan sekarang Nar, daripada nanti," ucap Gya.
"Kenapa sih harus Zami, kok bisa sih?"
"Gue gak perlu sok positive thinking kan kalau udah liat begini?"
"Selama ini lo bener-bener gak sadar Nar?" tanya Gya.
"Nggak. Dia rapih banget berarti. Mobil yang dia pakai tadi aja beda sama mobil biasanya atau gue yang terlalu bodoh."
"Mami pasti gak tahu, kalau Zami seberengski itu," kataku.
"Kurang ajar tuh cowok." Adit mulai bersuara.
"Dia tahu gak sih Nar, kalau Tante itu Nyokap lo?" tanya Gya.
"Pasti tahu. Dia sering antar jemput gue. Masa dia lupa kalau tadi dia jemput orang dirumah yang sama kayak gue."
"Mau dia tahu atau nggak, tetap aja dia brengsek lah. Tetap aja kan selain Dinar ada wanita lain yang diajak jalan," kata Adit.
Adit benar. Mau dia tahu atau tidak, kenyataanya aku bukan satu-satunya wanita yang ada di dekat Zami. Aku benci dia.
"Jadi selama ini, dia mendekatiku karena tahu aku calon anak tirinya. Bullshitlah semua omongannya," kataku sambil menangis lagi.
"Lo harus minta kejelasan Nar. Maksudnya apa begini? Sumpah dia the real buaya bukan gue," ucap Adit.
"Pasti gue selesain ini semua kok Dit."
"Tapi gimana sama Mami?"
Mereka terdiam tidak ada jawaban. Aku juga bingung bagaimana dengan Mami. Kenapa dari sekian banyak lelaki harus Zamzami.
___***___
Gak bisa author note di part ini.
Terserah kalian deh mau bilang apa ke Zami :(
KAMU SEDANG MEMBACA
My Mom Is My Rival
ChickLitPunya ibu yang tak terlihat menua = tekanan batin. Mungkin itu rumus yang tepat untukku. Bayangkan saja di usianya yang sudah empat puluh lima tahun, Mami punya body goals perempuan milineal. Perut rata, tubuh proposional, kulit yang masih kencang d...