"Nar, sini. Ada bolu bakar nih kesukaan kamu," panggil Mami.
Aku yang memdengar itu langsung menghampiri Mami di meja makan. Seperti biasanya jika siang hari makanan sudah tersedia di meja. Sekarang makananku dan Mami sama. Harus healthy food. Aku sudah menyerah protes ini-itu ke Mami. Jika aku ingin makan sesuatu pesan online adalah pilihannya.
Aku mengambil bolu bakar roombutter keju, bolu ini sudah ku pegang tetapi keinginan memakannya menjadi hilang karena aku teringat sesuatu lalu aku meletakkan bolunya lagi.
"Kok, gak jadi?" tanya Mami heran.
"Gak apa Nar satu potong aja gak akan buat timbangan kamu naik kok," lanjut Mami.
"Nanti aja sehabis makan," alasanku. Aku pun menyendok mie shirataki dan sup ayam yang ada di atas meja.
"Dari siapa Mi, bolu bakarnya?" Sambil menunggu Mami menjawab jantungku berdegup cepat.
"Oh, dari teman Mami. Dia ke Bandung kemarin. Tadi pagi di antar deh bolunya."
Cukup sudah, aku tidak berselera makan. Apa bolu ini dari Adit? Adit juga kemarin ke Bandung. Aku tahu karena melihat postingan storynya. Sepertinya Adit ada dinas disana karena postingannya telah menghadiri seminar.
Menarik nafas panjang, aku memberanikan diri lagi bertanya ke Mami.
"Siapa Mi, teman Mami? Boleh aku tahu??"
Mami, terdiam mendengar pertanyaanku. "Ada Nar, udahlah makan aja, kebetulan banget yang dia kasih kan kesukaan kamu."
"Kenapa aku gak boleh tahu? Mami aneh deh sekarang. Mami lagi dekat ya sama seseorang?"
"Bukannya gak boleh tahu, nanti pasti Mami kenalin. Iya, ada yang lagi dekat sama Mami."
"Kenapa gak sekarang aja?" tanyaku berpura mengeluarkan canda padahal rasa kesal ada dihati.
"Mami belum bisa kenalin sekarang. Mami juga harus izin dulu ke dia."
Tenang Dinar, tenang. Kalau aku emosi yang ada aku bisa bertengkar dengan Mami. Justru aku tidak akan mendapat informasi lagi.
"Minggu lalu aku lihat Mami di Pejaten Village."
"Oh iya, kok kamu gak samperin Mami. Mami mau ketemu sama teman disana."
"Adit" ucapku.
Mami terdiam lagi. Bahkan wajahnya terlihat kebingungan.
"Kenapa si Adit? Kok tiba-tiba Adit. Kamu ada masalah sama Adit?" tanya Mami.
"Apasih Mi. Kok jadi aku."
"Adit juga dari Bandung, dia gak bawah oleh-oleh buat aku," lanjutku.
"Itu di depan kamu ada yang kamu mau, sama aja Dinar."
Fix sudah. Adit tidak akan selamat dari konfrontasiku. Aku akan mendapat jawabannya dari dia langsung hari ini. Kalau Mami tidak bisa aku korek informasi. Adit pasti bisa. Setidaknya aku bisa mengeluarkan semuanya di depan Adit. Tidak perlu menjaga sikap.
Aku berpura makan dua suap untuk menyudahi sesi makan siang ini. Aku tidak berselera. Menghampiri Adit adalah tujuanku sekarang.
"Nar, kok gak habis? Kenapa? Terus ini bolunya gak jadi dicoba?"
"Tiba-tiba kenyang," jawabku sambil meninggalkan meja.
Aku menelpon Gya, memberitahu apa yang baru saja aku dengar. Beserta cocoklogi yang pernah kulakukan dan tentu saja cocoklogi mengenai bolu bakar dengan keberadaan Adit di Bandung kemarin. Aku meminta Gya menemaniku bertemu Adit. Karena takut emosi dan lalu menelan Adit..
KAMU SEDANG MEMBACA
My Mom Is My Rival
ChickLitPunya ibu yang tak terlihat menua = tekanan batin. Mungkin itu rumus yang tepat untukku. Bayangkan saja di usianya yang sudah empat puluh lima tahun, Mami punya body goals perempuan milineal. Perut rata, tubuh proposional, kulit yang masih kencang d...