38. Isi Hati Mami (2)

8.7K 766 61
                                    

Perbincangan kami masih terus berlanjut. Kalau hari ini Mami tidak datang, bagaimana aku tahu perasaannya?

"Kamu ada di hidup Mami itu benar-benar buat hidup Mami berwarna. Mami masih muda banget Nar saat melahirkan kamu. Kamu yang buat Mami dewasa dan kuat."

"Siapa yang akan mengira, kalau hidup happily ever after Mami, harus di tinggal sama Papi saat usia Mami masih muda dan kamu yang masih kecil."

"Hmm, Mi. Tuhan itu adil. Mungkin kalau Papi masih ada nanti banyak yang iri sama keluarga kita. Keluarga kita terlalu keren Mi kalau lengkap. Aku punya orang tua yang cantik dan ganteng. Penyayang lagi," ujarku memecah kesedihan Mami.

"Iya, nanti orang iri ya. Dari mulai Bapak sampai Anak cakep semua."

"Iya dong. Apalagi Mami kan yang paling cantik. Aku aja dulu pernah di bilang anak pembantu bukan anak Mami," kalau ingat ini sekarang jadi lucu ketimbang kesal.

"Siapa yang berani bilang begitu?"

"Ada deh temen aku. Habisnya Mami selalu jadi spotlight sih."

"Mami yang cantik berbanding terbalik sama aku. Satu trigger kemaharanku juga karena aku selalu jadi bayangan Mami. Aku nggak kelihatan kalau ada Mami disampingku."

"Mami benar-benar nggak punya maksud seperti itu Dinar. Kamu lebih cantik. Kamu jangan insecure sama Mami. Kalau orang anggap Mami cantik harusnya anaknya juga dong. Orang Papi kamu juga ganteng kok."

"Tapi kenyataanya gak gitu. Aku selalu di bully kalau orang lihat aku punya Ibu kayak Mami."

"Ya itu karena dulu kamu nggak ikutin pola hidup Mami. Kamu jadi gendut gitu dulu."

"Ya kan, Mami juga yang kasih makan."

"Iya, dulu tuh Mami terlalu sayang sama kamu. Pas masih kecil ya pokoknya kamu harus jadi anak sehat, gendut, lucu, gemes gitu ternyata sampai masa pertumbuhan Mami masih anggap begitu. Apapun makanan yang kamu mau, Mami coba turutin."

"Mami baru sadar setelah kamu akhir baligh, kamu udah susah di control. Berat badan kamu semakin menjadi. Susah deh idealnya."

"Tapi kenapa Mami selalu dandan yang cantik? Kan aku jadi tambah kalah."

"Dinaaaaar, Mami kan kerjanya ketemu banyak orang. Mami harus rapih, dandan. Kalau nggak gitu, gimana mau dapet klien Nar. Gimana Mami bisa penuhin kebutuhan kita, kalau nggak dapet calon pengantin. Pada dasarnya Mami juga suka kecantikan."

"Ya tapi pokoknya dulu aku kesel sih. Mantan aku Marko, bahkan pas di hari kami putus bilang, kalau aku harus kurus dan cantik kayak Mami. Nyebelin kan."

"Aku nggak suka, Kalau dibandingin sama Mami terus. Bahkan Adit aja yang temenku sendiri juga ikut bully aku Mi."

"Bahkan aku pernah takut, Adit naksir Mami beneran. Terus Mami juga suka Adit. Mungkin aku lebih marah kalau Adit yang jadi pasangan Mami."

"Orang Aditnya naksir ke kamu kok malah jadi Mami. Dia tuh cuma seneng bikin kamu kesel aja Nar. Mami udah feeling lama dia tuh capernya ke kamu."

"Udahlah jangan omongin Adit ganti topik."

"Aku mau tanya, kenapa Mami baru mau nikah di usia segini sih? Kenapa gak dari dulu? Dulu ada tuh pas aku masih remaja ada Om yang naksir Mami, yang sering datang ke kantor," tanyaku penasaran. Untuk hal ini aku sudah penasaran sejak dari dulu.

"Oh itu. Ya karena Mami saat itu belum mau. Mami masih mau fokus sama kamu dan WO. Mami bilang dari awal sama dia, kalau untuk pernikahan saat itu Mami nggak bisa, jadi lebih baik menjauh."

"Padahal Om itu dulu kalau datang mobilnya SUV loh Mi. Aku dulu di kasih Ipod ingat nggak?"

"Ingat kok, kan Mami yang minta kembalikan Ipodnya. Ya, namanya gak jodoh Nar."

"Kayaknya cuma Om itu deh Mi yang bisa kasih aku Pajero Sport."

"Hmm ya mungkin, Sekarang malah Mami jadi berkorban mobil buat pasangan."

"Loh kok jadi julid gitu Mi?" Candaku.

"Percaya deh, dunia pernikahan itu nggak mudah. Mami sudah dua kali ada di dunia itu dan rasanya beda. Mami kira akan sama mudahnya seperti sama Papi."

"Mereka dua orang yang berbeda. Benar kata Kak Odi kalau pernikahan Mami akan banyak jalan terjalnya."

"Mami sudah take commitment, jadi Mami harus jalani sampai akhir," lanjut Mami.

"Kamu harus bahagia, kamu harus hidup sama orang yang tepat dan sayang sama kamu."

"Mami minta maaf karena pernah kasih luka dihati kamu."

"Mami nggak akan pernah paksa kamu untuk terima Zami. Mami akan coba ngerti bagaimana perasaan kamu."

"Biarin aja keadaannya begini. Mami juga harus tanggung resiko dari keputusan Mami."

"Pokoknya kamu sehat dan bahagia itu sudah cukup buat Mami."

"Mami juga," sahutku.

"Jangan pernah gantungin bahagia Mami ke orang lain, termasuk aku. Kebahagiaan Mami milik Mami sendiri. Hidup Mami juga milik Mami."

"Mami harus punya motivasi semakin menua semakin bahagia. Apa itu stress? Udah gitu ajalah mikirnya."

"Selama masih bisa makan dengan cukup, tinggal di tempat yang layak, punya tubuh yang sehat yaudahlah Mi jangan punya beban pikiran. "

"Manfaatinlah punya suami masih muda. Harusnya Mami kebawa jiwa muda. Sekarang jangan dipusingin. Nanti stress terus sakit gimana?"

"Masa nanti Tante Agitha yang mirip Drew Barrymore keriputan, karena banyak beban pikiran. Mami masih punya jatah slot banyak cucu loh. Harus sehat pokoknya jangan sampai renta." Mami tertawa dengan ucapanku.

"Memangnya kamu, mau kasih berapa banyak cucu sih Nar?"

Aku terbahak, "yakin Mi udah mau nimang cucu? Udah siap dipanggil Oma?"

"Yaaa, mau nggak mau ya. Kenyatannya sekarang Mami memang lebih pantas nimang cucu daripada anak."

"Tuhkan udahlah kamu nggak perlu insecure sama Mami. Kamu lebih keren. Sekarang kamu bukan Dinar yang gendut. cantik gini kok, pintar, dewasa, mandiri lagi. Keren banget sekarang anak Mami."

Aku benar-benar harus menerima semua keadaan ini dengan lapang dada. Keadaan ini ternyata sulit untuk Mami. Fokusku adalah Mami bisa bahagia dengan pilihannya. Aku hanya tidak mau beliau terbebani dan jatuh sakit.

Aku juga bukan manusia yang sempurna dengan hati sebersih kapas. Sampai sekarang aku selalu berusaha menerima semua keadaan ini. Salah dalam suatu langkah itu biasa. Menurutku itulah batas manusia, kita tidak pernah bisa memperhitungkan secara akurat apa yang akan terjadi di depan setelah pilihan yang kita ambil dan itulah yang terjadi pada Mami. Dan sebagai anak, aku tidak bisa meninggalkannya begitu saja.

___***___

Udah ngerti kan guys kenapa Mami doyan banget olga. Kenapa Dinar dulu bodynya gendaaaats. Kenapa Mami semakin terdepan wkwkk itu bonus Mami karena pola hidupnya sehat.

Kalau perihal Zami, dahlah ya. Namanya human kan pasti ada aja kejeblugnya dan Tante Agitha ngerasain itu.

Duh, 2 part lagi ending nih. Makasih ya ya g udah mau baca dan nunggu cerita ini dari awal.

Jujur aja aku nulis ini tuh seneng loh, beda banget pas nulis ceritanya Iren sama Irza.

Yang minta Dinar bahagia, menurut kalian Dinar harus dibikin bahagia gimana niccch?? Hahahaa😂😂

My Mom Is My RivalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang