34. Mami Lagi dan Lagi

7.6K 747 53
                                    

Sudah hampir dua bulan Mami sulit dihubungi. Aku mulai cemas. Mami mulai lagi tidak berkomunikasi denganku. Baiklah kalau dulu aku salah karena berharap Mami yang menghubungiku lebih dulu. Tetapi sekarang aku sudah berusaha menghubungi Mami yang hilang kabarnya, tetapi Mami sulit sekali meresponku. Mami jarang membalas pesanku. Tidak angkat telepon juga, ini tidak hanya terjadi kepadaku tetapi Mami juga seperti ini ke Tante Diana dan keluarga lainnya.

Tidak salahkan kalau aku jadi menaruh curiga. Sekitar satu minggu ini aku berusaha menahan agar tidak perlu nekat menemui Mami di rumahnya. Tetapi lama kelamaan aku tidak tahan. Aku semakin resah dan terlalu bodoh jika aku jadi mendahului ego daripada akal. Kalau terjadi sesuatu pada Mami padahal jarak kami dekat yang ada aku hanya menerima penyesalan.

Empat kali percobaan panggilanku tidak diangkat Mami. Terakhir kami bertemu ya hanya saat Mami dan keluarganya meneduh di rumah. Aku sudah mendiskusikan ini ke Tante Diana. Beliau memintaku untuk mendatangi Mami saja dan kesampingkan ego.

Aku sudah bersiap mengeluarkan mobil dari garasi untuk menuju rumah Mami, tetapi kedatangan Adit dan motornya membuatku mengurungkan niat untuk menurunkan rem tangan dan menginjak gas.

"Nar mau kemana?" satu pertanyaan dari Adit.

"Gue mau ke rumah Mami."

"Oh, gak biasanya lo ke rumah Tante."

"Iya, mau ketemu aja."

"Gue anter boleh gak?"

Aku menimbang pertanyaan Adit sebentar dan akhirnya setuju. Setidaknya kehadiran Adit bisa menjadi alasan untuk tidak bertamu terlalu lama pikirku.

Aku mengeluarkan mobil dan Adit memasukan motornya ke garasi. Lalu kami bertukar posisi dan Adit yang mengendarai mobil.

"Arahin ya, gue kan gak tahu dimana nya."

"Ya sama," jawabku datar.

"Lah terus?"

"Pakai Maps aja."

Adit tertawa mendengar jawabanku. "Ada ya anak ke rumah emaknya aja pakai maps."

"Ada, ya gue."

Adit banyak mengajakku berbicara agar suasananya tidak canggung. Dia banyak bercerita kalau tidak banyak yang berubah ketika aku tidak ada di dekatnya.

Sesuai titik kami sampai di satu perumahan di daerah Lebak Bulus. Perumahan ini diisi oleh beberapa rumah yang tampak dari luar desainnya diperuntukan oleh pasangan muda yang baru berkeluarga karena memang secara luas tidak terlalu besar.

Aku mengetuk pintu rumah Mami. Karena tidak ada pagar yang menutupi. Rumah ini langsung loss ke jalanan. Beberapa kali aku mengetuk pintu sampai Mami sendiri yang membukanya. Lalu Mami terkejut karena kehadiranku.

"Dinar,"

"Mi. Kok gak jawab telepon? Mami baik-baik aja?" tembakku langsung.

"Mami baik Nar, kamu sama siapa?" Tanya Mami yang wajahnya terlihat lesu.

"Sama Adit, tuh di mobil," tunjukku ke Mobil yang terparkir tepat di depan rumah Mami.

"Mami sibuk banget ya sampai gak bisa angkat teleponku dan Tante Diana?" todongku lagi.

"Nar, nanti kita ketemuan ya. Jangan disini. Nanti Mami ceritain. Kamu pulang aja sekarang. Maaf ya Nar."

Hatiku benar-benar tertohok mendengarnya. Tapi justru aku makin curiga karena penolakan ini. Mami sampai ketakutan seperti ini. Ada apa sebenarnya.

"Mi, ada apa sih Mi?"

"Zami gak kasar kan ke Mami? Mami gak diapa-apain kan Mi?"

"Nggak Nar, tapi gak sekarang ya Nar."

My Mom Is My RivalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang