Peluncuran fitur baru yang sudah kami siapkan beberapa bulan sukses diterima user dan market. Hampir setiap divisi punya cara untuk merayakan kesuksesan ini. Untuk timku tim design sekarang sedang merayakannya bersama tim UI.
Kami merayakannya dengan karoke bersama. Ada Alif yang sedang bernyanyi lagu Ronan Keating, informasi yang ku dengar Alif baru saja jadian sedang berbunga-bunga hatinya. Jadilah kami menonton Alif yang sangat menghayati lagu.
Aku bosan, aku tidak suka dengan karoke. Menurutku sangat awkward jika harus bernyanyi di depan banyak orang. Padahal dengan suara sumbang. Ini menurutku ya. Atau mungkin memang suaraku sumbang, jadi aku tidak percaya diri untuk menyumbang suara. Daripada seperti Giant sahabat Suneo yang suaranya membuat gempar warga. Lebih baik diam. Jadi penonton saja.
Mungkin setelah banyak energi yang di keluarkan dengan beberapa orang yang bernyanyi, belum lagi heboh berjoget bersama. Mereka yang melakukan itu semua lelah. Waktu time charge masih satu jam lagi. Kami hanya mengisinya dengan obrolan diiring camilan.
"Gi, gue mau balik ah. Udah kemaleman ini," Bisikku ke Anggi padahal aku bosan sekali berada ditengah mereka.
"Yuk, balik aja. Gue juga takut ketinggalan kereta." Syukurnya Anggi berpikiran sama.
Aku dan Anggi berpamitan untuk pulang lebih dulu. Tentu saja kami habis di rundung karena balik badan lebih awal.
"Ya Mas, gue kan ke Bogor kemaleman lah nanti," ujar Anggi memberi alasan ke Mas Anang.
"Ya, okay. Nah kalo lo Dinar. Nanti ajalah masih bisa naik taxi pas balik," pinta Mas Anang.
"Mahal. Gue mau naik tranjakarta aja," jawabku.
"Lo balik kemana sih Nar?" Tanya Rizky.
"Pasar Minggu."
"Oh bareng aja sama gue Nar. Gue ke Pejaten," Suara Zami membuat seluruh ruangan heboh bersorak.
Waduh gayung berasambut nih. Aku nggak ngumpan loh. Ini karena menjawab pertanyaan Rizki saja.
Rizki tersenyum penuh arti. Aku mengerti sekarang. Aku lupa kalau Rizki sudah tahu dimana aku tinggal. Ok, terima kasih Rizki.
"Oh gitu ya, sorry Mas gue mau balik sekarang aja tapi. Thanks ya." Semoga Zami memaksa untuk mengantarku pulang, doaku dalam hati.
"Ya ayo, gue juga balik ajalah sekarang."
"Ayo.. ayo... gue juga," hampir semua orang di ruangan berceletuk seperti itu dan hampir semua membereksan barang.
"Loh kok jadi bubar ini?" tanya Mas Anang.
Semua pada tertawa. Ini seperti tradisi bukan, jika satu orang meminta pulang pasti kemungkinan bubar lebih besar. Alhasil kami semua bubar sebelum time charge nya habis.
Benar saja Zami mengantarku dan Anggi tentunya. Sebelumnya dia mengantar Anggi sampai ke stasiun Pasar Minggu dulu karena searah.
"Nar gue laper nih. Lo mau temenin gue dulu gak?"
"Mau makan apa?" tanyaku. Aduh pleaselah makan tengah malam begini no way. Tadi saja aku sudah cheating makan daging sebelum karoke.
"Makan fast food aja lah nih di depan ada."
Astaga. Tidak mungkin aku melahap fast food kan jam segini. Kalau Mami tahu bisa ngamuk yang ada.
"Ok gue temenin." Aku tidak bisa menolak dengan dia yang sudah mau mengantarku pulang.
"Lo nge-kost apa di rumah sih?" tanyanya memecah keheningan.
"Di rumah."
"Gak tinggal sendiri kan?"
"Nggak sama nyokap."
"Udah kabarin nyokap lo kan pulang lebih malam?"
"Udah kok." Aduh ini orang udah tampan perhatian pula. Nilai plus buat Zami.
Mobil terparkir dan kami masuk ke salah satu resto fast food 24 jam.
Zami memesan fried chicken dan aku satu ice cream. Daripada bengong liat dia makan kan. Segelas ice cream cukuplah. Besok juga aku zumba.
"Tadi kan kita makan, kok cepet banget lapernya?" tanyaku basa-basi.
"Tadi gue cuma makan sedikit, lo gak lihat ya."
Sebenarnya aku lihat suh. Kan ini basa-basi saja.
"Lo beneran gak mau Nar? "
"Nggak kenyang." Padahal bau ayam goreng sangat menggangguku.
"Kenyang apa takut gemuk nih?"
Kan, kenapa deh nih orang. Kenapa bahas berat badan sih.
"Nggak lah gue kenyang aja." Aku sensitif kalo bicara tentang berat badan.
"Nar, makan aja. Lo lihatin menu mulu. Besok kan bisa olah raga buang kalori. Gue juga gitu kok. Makanan gue gak terlalu clean tapi olahraga aja dikencengin."
Apa iya ya. Aku terlihat mupeng ayam goreng. Duh jadi tengsin shay.
"Nggak Mas. Ice cream aja cukup kok."
Saat makanannya habis kami justru banyak mengobrol. Ternyata Zami lulusan Universitas di Malaysia. Nilai plus lagi buat dia. Mami pasti senang nih kalau aku bawa calon yang secara CV ok kayak Zami.
"Lo kalo hangout dimana Nar?"
Aku terdiam memikirkan jawabannya. Dimana ya. Aku kan jarang hangout gitu. Paling juga makan atau ke coffee shop lah itu juga sama Adit dan Gya. Aku paham maksud dari hangout versi Zami.
"Gue jarang hangout sih. Paling juga makan, ngemall sama ngopi. Gitu-gitu aja."
"Oh gitu ya. Berarti kalau ajak lo hangout makan aja ya?"
Aku tersenyum malu. Maksudnya apa nih. Kok jadi terdengar sedikit rayuan. Kalau begitu siapa takut.
"Lo mau ajak gue hangout?" Tanyaku berani.
"Iya. Lo mau gak?'
"Boleh." Begini nih kalau naluri jones. Alias jomblo ngenes. Gampang banget bilang ok.
"Besok ya. Nonton aja deh mau gak?"
"Ok boleh."
"Sip. Besok ya gue kabarin."
***
Sehabis makan tentu saja Zami langsung mengantarku pulang dengan selamat. Untung saja malam ini aku berinisiatif pulang lebih dulu dan tidak lupa aku berterima kasih ke Rizki kalau tidak ada dua kejadian tadi. Mungkin saja besok justru aku bertapa di kasur dengan ditemani netflix.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Mom Is My Rival
ChickLitPunya ibu yang tak terlihat menua = tekanan batin. Mungkin itu rumus yang tepat untukku. Bayangkan saja di usianya yang sudah empat puluh lima tahun, Mami punya body goals perempuan milineal. Perut rata, tubuh proposional, kulit yang masih kencang d...