"Hampir empat bulan masa gak ada progress sih." Ucap Gya sehabis mendengar keluh kesahku tentang Zami.
"Ya gimana masa gue nembak duluan. Gengsi lah."
"Apa gue nya aja ya baper terlalu dini?" tanyaku ke mereka.
"Nggak lah. Siapa yang gak baper kalau diajak jalan terus Nar. Waktu lo udah banyak habis sama dia. Cewek tuh gak bisa diginiin."
"Udah tinggalin aja. Cari yang baru. Gak gentle dia Nar," kalau ini kata Adit.
"Ya siapa dong Dit gantinya ? gak ada lagi yang tahap in process."
"Hmm, gue gak mau bantu mikir sih kalo itu. Capek! Lo banyak kenal orang padahal cuma mageran. Sia-sia jadinya."
Adit menyadarkanku kalau memang perkatannya benar. Orang yang kukenal banyak sih. Tapi masalahnya memang aku malas untuk me-reach para kenalanku.
"Jangan sampe keduluan Tante lo ke pelaminan," seloroh Adit disaat yang tidak tepat.
"Lucu ya lo bilang gitu," aku kesal dengan kata - kata Adit. Biasalah aku langsung memasang wajah kesal untuknya.
"Ampun Nar bercanda gue," ucap Adit sambil menyatukan kedua telapak tangannya di dada sambil terus memohon maaf dengan tampang menyebalkan tentunya.
"Ngomongin Mami gue jadi inget sesuatu," kataku membuka topik baru.
"Dua hari yang lalu gue jemput Mami di kantornya. Ada yang kirim makanan gitu. Terus Mami langsung main ponsel sambil senyum - senyum sendiri," lanjutku.
"Temennya kali kirim makanan. Kayak gue ke lo aja sering kasih makanan kan," ucap Adit dengan percaya diri.
"Dih, mana? Bukannya kebalik ?" tanyaku sebal. Adit terkekeh dengan sahutanku. Ck apa-apan dia sok positive vibes.
"Ya biarin aja sih Nar. Bagus dong ada orang yang niat baik ke Tante," ucap Adit lagi.
"Lo kenapa sih Dit sok positive thinking gitu?" Kataku sewot.
"Gue merasa ada saingan soalnya," katanya sambil tertawa.
"Dit, lo aja sering dateng ke rumah Dinar numpang makan. Ya kalah telak lah sama yang kirim makanan," kata Gya menyadarkan Adit yang punya rasa percaya diri bak skyscraper.
"Yaudah, terus gimana lagi Nar?" tanya Gya minta kelanjutan cerita.
"Belakangan ini Mami makin gencar olahraganya. Gue ngerasa ini gak normal."
"Makin damage dong Nar kalo gitu si Tante," ini sahutan Adit fans nomor satu Mami.
"Dit, lo pergi aja deh. Gak usah dengerin gue." Kataku sebal. Lalu ditambah dengan Gya yang terlalu kesal sampai memukul lengan Adit kencang dan memberikan jejak merah pada lengannya Adit. Adit yang kesakitan hanya bisa bermisuh sebal.
"Terus, sekarang sering pulang lebih malam. Gue tanya sama asistennya dong, gue kira lembur. Ternyata nggak sama sekali."
"Kemana coba nyokap gue?"
Adit kali ini diam. Dia tidak mau menerima pukulan Gya lagi
Kalau berangkat kerja parfumnya wangi bener. Gak kayak biasanya.
Dan yang bikin gue tambah yakin, Mami lebih sering di kamar sekarang. Biasanya pasti ganggu gue.
Karena bingung gak ada yang ganggu, gue samperin lah ke kamarnya dan Mami terlihat sedang menelpon seseorang sambil senyum sendiri.
"Hiperbolis sumpah!" kata Gya memecah ke-lebay-an dari ceritaku.
"Jadi kesimpulan lo apa Nar? " lanjut Tanya Gya.
"Ya apalagi, pasti ada orang lain." Kataku mantap.
"Gue udah boleh ngomong belum?" tanya Adit.
"Ok, boleh!" Kataku memberi persetujuan.
"Bisa jadi yang lagi deketin Tante cowok yang di lamaran sepupu lo itu." Adit lamgsung to the point brrspekulasi.
"Gak mungkin. Kalo ini gue bisa jamin. Mami sendiri ilfeel sama doi. Terus juga udah di ancam sama Tante Diana gak boleh ada kelanjutan."
"Ya udah lo tanya aja sih ke Tante. Gitu aja kok repot," ucap Adit.
"Ya gue nggak enak dong. Eh lebih ketakut sih gue nerima kenyataan kalau beneran Mami punya pacar gimana?" tanyaku ke mereka.
"Memang nya lo gak mau Nar? Kenapa?" Gya bertanya dengan nada lembut sekarang.
Aku terdiam mendengar perkataan Gya. Entah kenapa aku juga masih bingung jawabannya.
"Lo kan cewek Nar, suatu saat nanti nikah. Dibawa suami. Terus Tante gimana? Kasihan kalau sendirian. Menurut gue selama memang Tante bakal dapet jodoh lagi biarin aja," ucap Gya memberikan pendapat.
Aku makin termenung dengar perkataan Gya. Selama ini Mami tidak pernah menunjukan gelagat seperti itu. lDulu banyak laki-laki mendekati Mami. Tapi setelah tahu para laki-laki itu berniat lebih Mami pilih menjauh.
Aku juga pernah bertanya kenapa Mami menjauh? Padahal dulu ada satu laki-laki juga sangat baik kepadaku. Aku yang menginginkan kasih sayang seorang Ayah memang sudah menunggunya. Tapi Mami bilang, kalau kami berdua saja cukup. Mami bilang saat itu beliau akan jadi Ayah juga untukku. Siklusnya seperti itu. Ada yang datang tanpa berlama tinggal langsung Mami pinta pergi.
"Gue jadi sedih nih," kataku memelas.
"Nar, mungkin memang ini saatnya Tante punya pasangan. Kan lo sendiri yang halu mau punya bokap tiri tajir melintir.
"Iya sih, cuma kan gue gak serius."
"Yakin lo? Kalau tuh si Om direktur tajir kayak bokap nya Gya, lo gak mau?" tanya Adit meledekku.
"Ya, kalau begitu bisa lah dipertimbangkan." jawabku.
Suasana yang tadinya sedikit gloomy menjadi cair. Sesi curhat kami bergantian. Sampai kami pun bubar karena sudah larut malam.
Aku yang pulang diantar Adit masuk kerumah dengan membuka pintu sendiri. Padahal mobil Mami ada di halaman. Mungkin Mami sudah tidur pikirku. Aku yang penasaran membuka pintu kamar Mami dengan pelan. Tapi tebakanku salah.
Mami sedang menelpon lagi dengan seseorang diujung sana. Sampai tidak menyadari kehadiranku. Kuputuskan langsung meninggalkan kamar Mami dan masuk ke kamarku.
Ish, apa Mami sedang puber kedua ya? Apa aku sanggup diusiaku yang sekarang ada orang asing yang nantinya akan tinggal bersama kami? Atau apakah aku bisa menerima perhatian Mami yang selama ini akan terbagi. Aduh bagaimana kalau laki-laki itu juga punya anak. Semakin habis dong porsi kasih sayang untukku. Duh Mami!!!
___***____
Gimana ini Tante Agitha bergelagat janggal dan semakin di depan??? 😂😂😂
Masa Dinar kesalip Maminya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Mom Is My Rival
Chick-LitPunya ibu yang tak terlihat menua = tekanan batin. Mungkin itu rumus yang tepat untukku. Bayangkan saja di usianya yang sudah empat puluh lima tahun, Mami punya body goals perempuan milineal. Perut rata, tubuh proposional, kulit yang masih kencang d...