Sudah dua minggu ini Adit tidak ada kabar. Grup kami di whatssapp pun sepi kembali. Sama seperti saat aku di Sydney dulu, grup kami senyap selama dua tahun itu dan ini terjadi lagi.
Aku sudah menceritakan apa yang telah aku katakan untuk Adit ke Gya. Mendengarnya, justru Gya yang sedih sampai menangis lebay. Menurut Gya, dia gagal jadi moderator selama hampir tiga tahun ini. Gya berharap hubunganku dan Adit berlanjut.
Gya bilang Adit lagi patah hati. Dia ambil cuti dan sedang berlibur sendirian ke Raja Ampat. Aku juga tidak akan memaksanya. Biar bagaimana pun keadaan ini pasti butuh waktu untuk memulihkan semuanya. Aku akan minta maaf nanti, karena telah membuat hatinya sakit.
Aku tidak bisa mengenali perasaanku ke Adit. Aku takut salah mengartikan hatiku sendiri. Selama ini Adit selalu ada disampingku, semuanya kami lewati bersama. Aku terbiasa dengan semua tingkah dan ocehannya. Tapi apa ada terselip perasaan lain sebagai sahabat? Aku tidak tahu sampai sekarang. Dua tahun Adit jauh dari hidupku, toh nyatanya aku bisa-bisa saja melewatinya.
Aku tidak mau egois, meminta Adit menunggu lebih lama. Apalagi aku tahu Tante Lana sudah kebelet ingin punya mantu. Katanya Tante Lana sudah bosan mengurus Adit. Memang sangat lawak keluarga itu.
Adit bebas memilih ingin dengan siapa, aku sadar keputusanku sangat gambling. Kalau berjalan mulus, kami bisa berteman seperti sedia kala dan yang terburuk persahabatan kami terganggu karena penolakanku.
Tapi bolehkah aku menang untuk hatiku sendiri? Aku tidak mau menerima Adit hanya untuk menyenangkan hati Adit atau hanya untuk menjaga persahabatan kami dengan menerima Adit. Aku selalu terbuka Adit datang kapan saja sebagai teman. Aku tidak akan menutup jalan pertemanan kami lagi.
Setelah semua yang aku lewati, aku sadar kalau self love itu sangat penting. Self love yang mencoba untuk tidak egois. Aku tidak perlu takut untuk ambil keputusan yang misalnya bisa menyakiti diriku sendiri hanya untuk menyenangkan orang lain. Aku bisa mencintai diriku sendiri tanpa harus mementingkan anggapan orang lain.
Selama ini aku salah, karena selalu mendengarkan komentar buruk apa yang orang lain katakan untukku.Menjadi anak tunggal membuatku terbiasa diarahkan. Mulai dari pilihan sekolah sampai pilihan pakaian pun pasti ada campur tangan Mami. Aku selalu takut Mami kecewa dan marah, sehingga selalu menyampingkan isi hati dan keinginanku. Bukan untuk membangkang, tetapi sesekali aku juga ingin ambil pilihanku.
Sekarang juga aku sudah berusaha agar tidak perlu lagi membandingkan hidup dengan orang lain termasuk Mami. Aku akan berusaha menerima diriku sendiri apa adanya. Untuk sekarang hidup sendiri, bebas ingin melakukan yang aku inginkan itu sudah sangat membuatku nyaman.
Pernikahan Mami dan Zami juga membuatku berpikir kalau kehidupan pernikahan itu tidak mudah. Tidak hanya ada rasa manis saja yang sering para pasangan pamerkan di sosial media mereka. Mami dan Zami merasakan euforia senang diawal dan dalam perjalanannya banyak jalan terjal. Tentu saja aku belum siap.
Waktu dapat menyembuhkan itu memang benar adanya. Setelah beberapa kali aku membujuk Tante Odi agar mau menerima Mami dan keluarganya, Tante Odi perlahan melunak. Walaupun sedikit-sedikit masih mode senggol bacok kalau dengan Mami.
Setidaknya Mami bisa berkumpul bersama keluarga besar saja tanpa wajah yang tertekuk itu sudah kemajuan. Dan untuk suaminya Zami. Ini memang agak sulit. Tante Odi masih mode on power jika menyangkut Zami. Jika sudah terlihat ingin naik tensi, aku selalu mencegahnya dengan memberikan kode senyum manis agar tidak ada keributan di keluarga kami.
"Thanks ya Nar," tiba-tiba Zami menghampiriku yang sedang duduk santai menikmati puding coklat yang disiram fla.
"Untuk?" tanyaku.
"Se-enggaknya Agitha udah lebih nyaman kalau kumpul keluarga. Dia bilang, ini semua karena bantuan lo."
"Jangan buat Mami sedih Mi."
"Gue nggak bisa janji apa-apa Nar. Kedepannya yang namanya masalah pasti ada aja. Cuma gue bisa usahain seenggaknya Agitha dan Clover hidup dengan nyaman dan bahagia."
"Yaudah, untuk sekarang gitu aja cukup."
"Please, jangan drama lo jadi laki-laki," lanjutku.
Zami hanya tertawa dan memberikan isyarat tanda hormat. Lalu meninggalkanku duduk sendirian.
Anak-anak berlarian main kesana-kesini. Sekarang Ocean anak Tasya sedang merayakan ulang tahun di Plataran Hutan Kota. Aku hanya bisa memperhatikan mereka semua. Masa kecilku juga pernah merasakan ini. Ini momennya sama seperti saat Tasya yang berulang tahun saat kami kecil dulu.
"Heh! Kok ngelamun?" tanya Mami.
"Mami kan tahu, selain tidur hobiku ngelamun."
"Iya jangan disini juga dong, kalau tiba-tiba kamu kerasukan gimana?"
"Lebay banget Bu Agitha."
"Eh Jeng Git, kamu disini juga toh." Tegur seorang yang dari rupanya terlihat lebih tua dari Mami.
"Iya Mbak," jawab Mami.
"Lagi MC juga ya?"
"MC?" tanya Mami heran.
"Iya, Momong Cucu."
"Bukan, aku lagi sama anak-anaku. Ini Dinar anak pertamaku, yang disana Clover adiknya Dinar."
"Dinar ini Tante Lily," ucap Mami memperkenalkan kami. Aku langsung memberi salam ke Tante Lily.
"Adik? Itu anak kamu juga?" Tanya Tante Lily.
"Iya."
"Kok bisa?" tanya si Tante.
"Ya bisa, kan ada Bapaknya," jawab Mami santai.
"Bapaknya yang mana?"
"Itu yang waktu itu kita ketemu di mall," jawab Mami.
"Oh yang itu, loh kok bisa? Masih muda kan ya. Berondong itu jenk?"
"Iya, lebih muda."
"Wah keren ya, ajarin aku dong jenk tipsnya. Mau lah aku dapet yang berondong gitu. Lumayan buat pemandangan bangun tidur."
Mami hanya tertawa membalas ucapan temannya.
"Kamu paling keren deh jenk, udah umur masih bisa melahirkan lagi."
Mami hanya bisa tersenyum kikuk.
"Dinar, kamu sering begadang ya?" tanya Tante Lily.
"Iya Tante, kadang nyelesain kerjaan." Jawabku jujur.
"Jangan keseringan sayang, nanti kantong mata kamu jadi semakin menghitam," nasihat Tante Lily.
"Nih Mami kamu aja, masih mulus. Nggak botox kan, ini Mami kamu."
Kampreeeet, baru saja aku bilang ingin self love ada saja omongan orang. Biar gimanapun selain olahraga dan pola hidup yang sehat sepertinya Mami memang masih memiliki pertalian persaudaraan dengan Edward Cullen.
TAMAT
___***___
Yeaaaay udah selesai ya ceritanya Dinar. Self Love ini nih dibutuhin sama Dinar.
Terima kasih banyak ya, yang udah nunggu, baca, vote dan mau komen ceritaku.
Berhubung mau hari hari raya aku minta Maaf ya, kalau ceritanya gak seru atau gak bisa memenuhi ekspekstasi kalian. 👧
Biarin aja Dinar bahagia dengan caranya sendiri, dia udah nggak ngoyo cari ayank hahahaa.
Biarin juga si Adit yang lagi liburan mewah ke Raja Ampat 😂😂. Kali aja pulangnya si Adit dapet ayank.
See you ya di ceritaku yang lain wkwkk.
Once again, thank you guys.
Salam,
Penyuka Lemon
![](https://img.wattpad.com/cover/281246304-288-k254902.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
My Mom Is My Rival
ChickLitPunya ibu yang tak terlihat menua = tekanan batin. Mungkin itu rumus yang tepat untukku. Bayangkan saja di usianya yang sudah empat puluh lima tahun, Mami punya body goals perempuan milineal. Perut rata, tubuh proposional, kulit yang masih kencang d...