TIGAPULUHTIGA - KESEMPATAN

32 2 1
                                    

"Fe?" Sapa Hanin ketika Fea asik merenung di koridor depan. "Oh, lo. Lo udah baikan, kan?"

Hanin tersenyum tipis. "Alhamdulillah, karena doa dari temen-temen juga. Awalnya dokter bilang, aku udah ga pernah bisa sembuh. Tapi nyatanya hari ini aku masih bisa disini, bareng kamu."

Fea tertawa kecil, merangkul Hanin sebentar. "Gue ga tau beban kehidupan lo seperti apa, tapi gue cuma mau bilang. Tetep kuat jalanin hidup, ya, Nin."

"Iya, makasih. By the way, kamu sama Faisal kenapa? Aku ketinggalan apa?"

Fea menghela napas kasar. "Banyak yang terjadi. Di satu sisi Faisal sembuhin luka lama gue tapi dia beri luka lagi. Di sisi lain, mantan pacar gue datang setelah dua tahun lalu kasih luka ke gue, tapi dia sembuhin patah hati gue dari Faisal. Gue harus pilih yang mana?"

"Kok kamu tanya aku? Aku aja ga pernah rasain punya cowo." Gadis berambut sepinggang itu tersenyum tipis. "Aku seneng lihat kamu sama Faisal. Kalian bisa saling sayang, itu semua terlihat banget. Tapi sekarang hawanya berbeda,"

Fea membenarkan jedainya lalu kembali berbicara. "Lo tau? Sejak drama itu, gue yakin akan perasaan gue ke Faisal. Dan itu semua karena lo. Thanks, ya,"

"Aku juga seneng, terimakasih kembali."

"Wait, lo ga pernah suka cowo gitu? Sedikitpun?" Fea mulai kepo. Ia menghadap Hanin semangat, menampakkan mata bulatnya. Yang ditanyai terkekeh. "Kamu pasti bakal tau, kok. Tapi ga sekarang."

Fea mencebikkan bibirnya. "Gue kepo tau, siapa cowo yang disukain sama cewe pinter kaya lo."

"Hahaha, ada, deh. Tunggu aja, kapan-kapan aku janji bakal kasih tau kamu."

"Janji?" Fea menyodorkan kelingkingnya yang dibalas dengan kelingking Hanin. "Janji!"

-o0o-

"Laporan lo gimana, Fe?" Nayla yang sedari tadi meminum lattenya menatap Fea yang asik mengobrol dengan Cello di ponselnya. "Bodo amat, gue pengen jalan sama Cello."

"Jangan gitu, lo. Sebelum ujian terakhir, ini nilai poin utama. Kalo lo ga naik kelas kan, malu." Edgar mengingatkan.

Fea membanting ponselnya. "Guys. Jadi sekarang siapa yang harus gue pilih?"

Viol mengacak rambutnya sendiri. Gadis itu frustrasi dengan pertanyaan sahabatnya yang satu itu. "Lo tanya itu mulu, gila gue lama-lama. Hati juga hati lo. Tergantung lo aja, anjir!"

"Ya maaf, gue bingung," Fea meletakkan kepalanya di meja.

"Lo kasih dia kesempatan, kan?" Fea mengangguk. "Kenapa lo ga izinin dia bareng sama kita? Seiring berjalannya waktu perasaan lo bakal lebih jelas."

"Menurut lo gitu, Bay?" Bayu mengangguk. "Gue juga ada pikiran ajak Nayshilla nongkrong sama kita-kita. Boleh?"

Nayla dan Edgar mengangguk, begitu juga Viol. "Why not? Bentar lagi ujian, kita bisa belajar bareng, kan?" Timpal Edgar.

"Yaudah, besok gue ajak Nayshilla sama Faisal buat gabung."

-o0o-

Pria dingin itu duduk malas di antara ketiga sohibnya yang tengah asik berbincang. Raut mukanya menyiratkan kecemasan yang sangat terlihat. Reno, Wisnu dan Aldi sama-sama bingung. Tak biasanya teman mereka yang satu ini seperti ini.

FAISALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang