TIGAPULUH - OLIVIA S. RODRIGO

24 3 0
                                    

"Lah?" Nayla terkejut ketika melihat Fea tengah tertidur di bangkunya. "Fe?"

Fea mendongak, "apa? Gue masih ngantuk anjir." Gadis itu kembali menidurkan kepalanya. Nayla meletakkan tasnya di bangkunya, begitu pula Edgar. Mereka mendatangi Fea.

"Lo hutang cerita. Apa keputusan lo, Fe?" Tanya Edgar menyilangkan kakinya di bangku depan Fea. Yang ditanyai memperbaiki posisi duduknya sebentar.

"Gue kasih dia kesempatan kedua."

Edgar mengulum senyum. "Gue tau, lo masih cinta sama dia. Semoga keputusan lo ga salah, Fe."

"Tapi sekarang gue bingung. Di satu sisi, Cello nungguin gue. Tapi disisi lainnya, hati gue cinta sama Faisal. Gue ga tau harus gimana. Gue gantungin Cello sama Faisal di saat yang bersamaan."

Nayla menyenggol pundak Fea. "Bisa galau juga, lo?" Ia terkekeh kecil. "Intinya sih, lo pikir baik-baik. Gue tau mereka berdua memberikan luka lalu menyembuhkan, begitu pula sebaliknya. Hati lo, Fe. Kuncinya itu."

"Gue overthinking semaleman babi." Nayla dan Edgar tertawa pelan. "Ada-ada aja. Terus kenapa lo dateng sepagi ini?"

"Feeling gue ga enak. Cello jemput gue, begitu juga Faisal. Gue masih bingung, jadi gue berangkat sepagi mungkin." Tak lama, langkah kaki yang terdengar tegas memasuki kelas mereka. Faisal masuk dengan senyuman tipisnya.

"Apa gue bilang?" Fea kembali meletakkan kepalanya dimeja. Edgar dan Nayla tertawa jahil sampai Faisal tiba di bangku Fea dan meletakkan tas-nya. "Pagi."

"Lo balik kesini?" Faisal mengangguk. "Gue udah minta persetujuan sama Rere, dia bilang gapapa."

Nayla tersenyum. "Gue sama Edgar keluar, deh. Gangguin lo berdua, ga enak. Take your time, guys." Gadis itu menarik lengan tunangannya menuju keluar kelas.

Faisal berdiri dan menuju ke dekat jendela, arah Fea memalingkan mukanya. Ia meniup muka Fea yang asik memejamkan matanya. Fea mengerjap, menemukan Faisal dengan senyuman tepat di depan mukanya.

"Minum. Gue tau lo belum sarapan." Ia meletakkan jus mangga siap minum di depan muka Fea. Tak menunggu jawaban, ia kembali ke tempat duduknya lalu lanjut mengerjakan tugasnya.

-o0o-

"Selamat pagi, anak-anak." Sapa bu Fari pada murid-muridnya. Sementara yang disapa menjawab dengan malas. "Pagi bu,"

"Wah, cuacanya bagus sekali. Oh iya, ujian semakin dekat. Satu langkah lagi kalian akan naik ke kelas dua belas. Tau artinya, kan? Kalian harus benar-benar serius. Ingat, kelas dua belas merupakan penentu dengan presentase paling besar kenaikan kelas kalian. Jadi, perhatikan, ya!"

"Iya bu," Bu Fari tersenyum. Ia menamatkan satu per satu wajah-wajah anak didiknya selama satu tahun ini. Wanita itu kembali melanjutkan bicaranya.

"Materi kita yang terakhir ini adalah komunikasi, lebih tepatnya komunikasi dengan lawan jenis dan kawan sebaya." Seketika kelas sebelas ipa dua ramai setelah bu Fari menyebutkan topiknya.

Suara ketukan spidol di papan tulis membuat seisi kelas kembali hening. "Saya tau kalian ini masa-masa kasmaran. Masa-masa remaja, sebagian dari kalian juga sudah mendapatkan ktp. Kalian juga sudah berteman lama, minimal hampir satu tahun, jadi sudah pasti kalian pernah berkomunikasi satu sama lainnya. Yang saya maksudkan disini adalah cara berkomunikasi yang baik dan benar, tanpa menimbulkan rasa canggung."

"Jika kita dapat berkomunikasi dengan benar maka lawan bicara kita juga tidak sungkan untuk memulai topik baru. Berkomunikasi juga sangat penting di masyarakat, benar bukan?" Seisi kelas mengangguk kompak.

FAISALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang