DUAPULUHSATU - BUKAN MIMPI BURUK

30 1 0
                                    

Bel rumah Fea berbunyi. Fea bersama Faisal yang sedang bersantai di ruang tamu pun menoleh bersamaan.

"Bentar, biar gue yang bukain." Faisal berdiri dan membuka pagar. Tak disangka terdapat sebuah box. Ketika dibuka, box itu berisi sebuah boneka anak yang telah dicabik dan dirobek. Dan terdapat secarik kertas didalamnya yang bertuliskan sesuatu.

Selamat, permainan dimulai, Feandra.

Faisal yang terkejut pun langsung membuka ponselnya, memotretnya dan menyimpannya dalam bagasi mobilnya. Ia menelpon seseorang.

"Saya mau hasil penyelidikan sampai di rumah besok sore. Sekarang ambil benda di bagasi, bawa ke lab forensik." Faisal langsung menutupnya. Ia pun kembali ke dalam.

"Siapa, Sal?"

"Oh, bukan, orang nanya alamat doang."

"Oh, masih aja ya hahaha,"

-o0o-

Hari ini, Faisal tengah menemani Kiran berbelanja di sebuah mall. Hampir satu jam mereka berkeliling demi Kiran menemukan sepatu sneakers model terbaru.

"Astaga ga dapet-dapet itu sepatu." Kinan mulai lelah dan terduduk di sebuah kursi.

"Lo cari sepatu yang kaya gimana sih, gue masih ga ngeuh."

"Bentar," Kiran membuka ponselnya. "Sialan, gue kehabisan. Arggh!"

Faisal membeo, "bisa, ya?"

"Shit, whatever, i dont care. Mending kita makan aja. Yuk!" Kiran berjalan mendahului Faisal. Faisal hanya menggeleng gemas, mengikuti Kiran ke seberang jalan.

Kiran dan Faisal hendak menyeberang, ia melihat seorang anak ditengah jalan yang hampir tertabrak. Faisal langsung lari melindungi sang anak hingga Faisal yang tertabrak.

"Sal!" Teriak Kiran berlari menuju arah Faisal yang tengah memeluk anak kecil itu. Sang penabrak pun turun dari mobil dan mengecek keadaan Faisal.

Siku kanan Faisal dengan kemeja terlihat sobek dan mengeluarkan darah. Rahang kanannya juga tergores aspal yang panas.

Anak yang diselamatkan dikerumuni orang-orang, sementara pengendara mendekati Faisal.

"Maafkan saya, saya tidak sengaja. Apa kamu terluka?" Faisal menoleh.

Deg.
Lagi-lagi kepalanya sakit begitu hebat dan jantungnya berdegup kencang. Faisal memegangi kepalanya meringis kesakitan.

"Pak, bawa temen saya ke rumah sakit, pak! Cepat!" Bentak Kiran terhadap bapak yang menabrak Faisal.

"Ga perlu, Ran. Tolong bantu gue berdiri." Faisal pun dibantu oleh bapak yang menabraknya berdiri dan duduk di kursi samping jalan.

"Kamu ga kenapa-napa, nak?"

"Gak kok, pak. Makasih sudah mau bantu saya," Faisal masih memegangi kepalanya.

"Maafkan saya, nak. Nama kamu siapa?"

"Faisal," Sang bapak terkejut bukan main, menyadari bahwa yang selama ini ia rindukan telah di depan matanya.

Ponsel bapak itu berbunyi. "Halo?"

"Saya akan segera ke sana."
Sang bapak menutup teleponnya.

"Maaf, saya terburu-buru. Saya harus pergi. Kamu tidak apa-apa?"

"Silakan, saya baik-baik saja, pak." Sang bapak tersenyum.

"Sekali lagi saya minta maaf." Orang itu pun pergi membawa mobilnya.

FAISALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang