18. The Chiefs, Vitamin D, His muse.

464 59 8
                                    

5k+ words, unedited

Laki-laki yang berusia sekitar enam puluh tahun itu duduk setelah seorang manajer mempersilakannya di sebuah ruang kerja, sedangkan pria lain yang mendampinginya berdiri di samping

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Laki-laki yang berusia sekitar enam puluh tahun itu duduk setelah seorang manajer mempersilakannya di sebuah ruang kerja, sedangkan pria lain yang mendampinginya berdiri di samping. Matanya memindai seluruh ruangan, rak-rak yang berisi kumpulan literasi, dokumen-dokumen yang entah apa isinya, kemudian meja kerja kokoh yang di atasnya dapat ia tangkap sebuah bingkai foto keluarga si pemiliknya.

Lalu pintu ruangan terbuka, seseorang yang telah ia tunggu dengan kehadiran dadakannya. Sena bersama sekretarisnya masuk menyambut kedatangan orang tersebut.

Iskandar Agrabia Juanda, sosok pria berusia nyaris enam puluh tahun itu tersenyum ketika matanya menangkap sosok pemilik gedung yang sekarang berjalan ke arahnya. Meskipun keriput sudah terlihat jelas, wibawanya masih memendar dari eksistensinya.

"Selamat pagi pak," sapa Sena mengulurkan tangannya yang langsung disambut oleh si lawan bicara.

"Pagi, Pak Sena. Maaf, kedatangan saya terlalu mendadak bahkan tidak membuat janji untuk bertemu."

Sena duduk, menunggu pemilik Argabia Group ini untuk melanjutkan pembicaraannya.
"Ada beberapa hal yang perlu kita luruskan." Lanjutnya.

🎨

Bising suara manusia berdasi saling bersahut-sahutan, ruang rapat yang berisik dengan aneka ragam topik itu seketika menghilang saat sosok tegas terlihat masuk melalui pintu utama ruangan.

Tap, tap, tap, langkahnya seperti irama kematian. Semua orang yang awalnya berceloteh seketika dibungkam dengan langkah tersebut. Bagai seorang pemain teater, semua mata mendadak menjadi lampu sorot yang haus akan pertunjukan apa yang diberikan selanjutnya oleh si laki-laki yang kini terlihat melonggarkan dasi biru yang bertengger di lehernya itu.

"Semua sudah beres, kalian boleh kembali ke tempat masing-masing." Ujarnya membuka sekaligus menutup percakapan.

Sebelum Sena kembali kesini, suasana kantor tadi cukup menegangkan juga sedikit ricuh saat sosok yang sedang jadi buah bibir itu muncul tanpa aba-aba. Siapa lagi kalau bukan Iskandar Agrabia Juanda-orang penting yang pernah menjadi korban pukul anak dari Sena. Langsung saja saat sosok itu muncul bersama sekretaris pribadinya, manajer Kantor N corp langsung turun tangan untuk menyambut kedatangannya dan buru-buru menghubungi CEO kantor.

Senandaru Nasution atau yang biasa dikenal dengan panggilan Sena kali ini masih duduk di ruang rapat saat satu persatu orang-orang yang hadir di rapat ini berjalan pergi, menyisakan sekretarisnya dan sosok familiar lainnya berada lumayan jauh di hadapan.

Theo, adiknya.

"Gania, tugas kamu udah selesai. Saya ada urusan dengan dia di sini." Ujar Sena saat tahu bahwa Theo tidak akan meninggalkan ruangan ini sampai sang kakak angkat bicara.

"Baik pak." Sekretaris Sena yang dipanggil Gania itu berjalan meninggalkannya berdua dengan sang adik.

Hanya suara pintu tertutup dan suara mesin pendingin ruangan yang mengisi, lalu Sena berdiri, berjalan ke arah jendela kemudian membukanya. Sebatang rokok yang entah kapan sudah terselip di bibirnya itu kali ini sudah ia sulut, menghisapnya hingga asap itu terbang bersama angin dari jendela lantai sembilan.

Palette [Changlix]Where stories live. Discover now