2| Zana?

1.5K 202 13
                                    

Mata lelaki yang sejak tadi terejam akhirnya terbuka. Remaja laki-laki yang sejak tadi menunggui nya langsung berteriak heboh melihanya terbangun.

"Bundaaa, Ayaaaah. Orangnya udah bangun!" Teriak Sagara, dari kamar tamu, yang ditempati pria asing, yang ia tolong bersama Zana, kakaknya.

Laki-laki itu sampai menutup telinganya yang berdengung karena teriakan Sagara.

Ayah dan bunda Sagara, langsung memasuki kamar tamu, saat mendengar teriakan Sagara.

"Alhamdulilah" Ucap Sea, bunda Sagara. Begitu melihat laki-kai asing yang dibawa oleh kedua anaknya telah siuman.

"Ada yang sakit nak?" Tanya Sea, lembut.

Laki-laki itu menggelengkan kepalanya, walaupun yang ia rasakan pasti sakit. Bagaimana tidak sakit, jika wajahnya saja lebam-lebam begitu.

"Yakin gak sakit?" Tanya Sagara, menaikkan sebelah alisnya.

Laki-laki itu mengangguk pelan.

"Akhh" Pekik laki-laki itu, saat jari telunjuk Sagara menekan lebam di wajahnya.

"Sagara!" Tegur bunda, sambil menatap khawatir laki-laki itu.

"Dia bohong bunda, katanya gak sakit tadi. Tapi di pegang pelan aja udah jerit" Ucap Sagara, tanpa rasa bersalah.

Laki-laki itu menatap tajam wajah tengil Sagara.

"Yang sopan Sagara!" Ucap Sea, menatap kesal putranya.

"Maafin Sagara ya nak" Ucap Sea, pada laki-laki itu.

"Gak papa tante"Ucap laki-laki itu, sedikit meringis sakit.

"Nama kamu siapa?" Tanya Dirga, ayah Sagara.

"Bara om" Jawabnya.

"Tadi malam anak om melihat kamu di keroyok sama orang, mereka menolong kamu dan membawa kamu ke rumah om" Ucap Dirga.

"Terimakasih" Ucap Bara tulus.

"Ini udah siang. Kamu belum makan kan, lebih baik kita makan sama-sama. Kamu bisa bangun dari tempat tidur?" Tanya Sea.

Bara mengangguk. Badannya memang terasa remuk, tapi ia tidak selemah itu sampai tak bisa bangun dari tempat tidur kan.

"Gara, suruh kakak kamu turun, kita makan siang sama-sama" Suruh Sea.

Sagara mengangguk, kemudian pergi ke kamar kakaknya yang ada di lantai dua. Kakaknya itu jika tidak dipanggil langsung tidak akan mau turun. kakaknya akan masuk ke dalam cerita novel yang ia baca.

"Kak Zana!"

Bugh...Bugh.

Teriak Sagara sambil menggedor pintu kamar Zana.

"Kak Zana!"

Cklek.

"Apa?! Ngapain manggil sambil gedor-gedor pintu? kakak gak budeg ya!" Tanya Zana ketus.

"Disuruh bunda turun, makan bareng" Cengir Sagara.

Zana kembali ke dalam kamarnya untuk memakai hijab terlebih dahulu dan juga kaos kaki, baru ia ikut turun bareng Sagara. Meski ia belum tahu orang yang ia tolong sudah sadar atau belum, sekedar jaga-jaga tidak apa kan.

"Owwh udah bangun" Ucap Zana, saat melihat laki-laki yang ia tolong ikut bergabung di meja makan.

"Dia Zana, anak tante yang paling besar, ikut nolongi kamu juga tadi malam" Ucap Sea.

"Zana?" Beo Bara, menatap Zana intens. Seperti tidak asing. Batinnya.

"Mana ada. Yang nolongin itu cuma Gara bun. Kak Zana mah cuma nonton di atas motor doang" Ucap Sagara.

"Tapi kakak yang lihat pertama kali. Kalau kakak gak lihat pengeroyokan itu juga kamu gak akan nolongi" Ucap Zana.

"Udah-udah. Kalian sama-sama nolongi. Gitu aja ribut" Ucap Sea, melerai.

Bara terkekeh melihat perdebatan kakak dan adik itu. Andai ia juga memiliki saudara pasti akan seseru mereka. Batinnya.

"Udah kita mulai makan sekarang. Kasihan Bara, pasti kelaparan sehabis bangun dari pingsan" Ucap Sea.

Meja makan itu hening. Semua fokus pada makanan mereka. Tidak baik makan sambil berbicara, beda lagi jika sudah selesai makan, mereka baru boleh saling melempar candaan.

"Bara ini rumahnya dimana?" Tanya Sea, setelah mereka menyelesaikan makan siang mereka. Saat ini mereka sedang duduk di ruang tamu.

"Saya tinggal di Jakarta tante. Ke Pekanbaru cuma ngunjungi oma saya" Jawab Bara.

"Owwh Jakarta. Tante kira orang Pekanbaru. Berarti tadi malam itu begal?" Tanya Sea.

"Itu suruhan rival bisnis saya tante. Biasa dunia bisnis banyak musuhnya" Jawab Bara tersenyum.

"Bahaya juga ya. Gara gak mau melanjutkan bisnis ayah kalau gitu, nanti banyak musuhnya" Ucap Sagara.

"Heleh, kamu gak ikut bisnis aja musuhnya banyak. Makanya gak usah ikut geng-gengan!" Ucap Zana, sinis.

Ia memang tidak suka adiknya ikut geng. Kalau agenda mereka positif tidak masalah. Ini agenda mereka tawuran, bolos sekolah, dan balapan seperti tadi malam.

"Justru itu, gak jalani bisnis aja banyak musuhnya apalagi jalani bisnis ayah" Bela Sagara.

"Bedalah. Bisnis ayah kan bisnis kecil. Mana ada musuh sampai bunuh-bunuh begitu. Mungkin bisnis Bara udah bisnis besar" Ucap Dirga.

"Emang iya bang?" Tanya Sagara.

"Nggak juga kok. Cuma perusahaan tambang, perusahaan migas, sama bisnis club" Jawab Bara, merendah.

"Astagfirullah, club?" Tanya Zana dan Sagara kaget. Gak tahu kenapa mendengar kata club, yang langsung terpikir oleh mereka adalah sebuah tempat haram.

"Oh mungkin yang dimaksud bang Bara club musik, atau club sepak bola. Iyakan bang?" Tanya Sagara, berusaha berpositive thinking.

Bara menggelengkan kepalanya.

"Club malam" Jawab Bara jujur.

"Astagfirullah"

Bukan hanya Zana dan Sagara yang mengucap namun Sea dan Dirga pun ikut mengucap saat mendengar dengan gamblang Bara mengatakan club malam sebagai salah satu usahanya. Untuk orang-orang seperti mereka, club malam adalah tempat haram. Bahkan meski Sagara nakal ia tidak pernah menginjakkan kakinya di tempat itu. Karena kalau ketahuan ayahnya bisa-bisa kakinya akan hilang besoknya.

***

Assalamu'alaikum. Happy reading ya, terimakasih yang mau mampir ke cerita ini:)

Bait Cinta(END)/Tahap RevisiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang