Assalamu'alikum guys. Buat pembaca baru ku sarankan hanya membaca sampai part yang ada tandanya revisi .
Happy Reading:)
****
Acara pernikahan sederhana mereka berakhir dengan diadakan acara makan-makan kecil di cafe yang ada tak jauh dari wilayah itu. Semua para saksi di ajak oma Bara untuk bergabung.
"Selamat sayang. Kamu sudah menjadi seorang istri. Bagaimanapun terjadinya pernikahan kamu, tetap jadi istri yang baik. Hormati dan layani suami mu dengan baik. Sekarang surga mu adalah suami mu" Ucap Sea.
"Maafin Zana yang harus membuat bunda dan ayah malu. Maafin Zana bunda. Zana akan berusaha menjadi istri yang baik untuk suami Zana" Ucap Zana lirih.
"Bunda percaya sama kamu. Bunda yang lebih mengenal seperti apa kamu dari pada para warga, tapi bunda harap kamu tetap bisa menerima pernikahan ini dan suami mu" Zana mengangguk dalam pelukan Sea. Zana terharu, saat orang lain memojokkan nya, hanya keluarga yang percaya kepadanya. Karena memang hanya keluarga yang mengenal seperti apa kepribadian kita.
"Ya sudah, gak usah nangis lagi. Hampiri suami kamu sana!"
Zana melihat Bara yang duduk berdua bersama Fajar, sekertarisnya. Tadinya mereka duduk berempat bersama Langit dan Dirga juga.
"Ayo datangi suami mu!"
"Zana kesana dulu bunda" Ucap Zana.
Ia berjalan perlahan menghampiri Bara, yang tidak tahu sedang membicarakan apa.
"Silahkan duduk bu bos" Ucap Fajar, saat melihat Zana berdiri di sebelah Bara.
Bara yang melihat Znaa segera berdiri dan menarikkan kursi untuk Zana. Ia memandang lekat wajah ayu Zana yang masih terlihat sembab.
"Butuh sesuatu?" Tanya Bara, yang dijawab gelengan oleh Zana.
Suasana dimeja mereka mendadak hening. Tak ada yang membuka suara sama sekali. Bahkan Fajar hanya diam mengamati pasangan pengantin baru di depannya.
"Emm, nanti aku ikut pulang ke rumah kamu?" Tanya Zana lirih.
"Tentu. Kamu kan sudah menjadi istri ku. Rumah mu berpulang sekarang adalah rumah ku, benar kan?"
Zana terdiam sejenak. Kenapa ia merasa jika Bara seperti tak mempermasalahkan pernikahan mereka. Apa Bara juga mau menerimanya?
"Bagaimana dengan Savana?" Tanya Zana.
Bara tak langsung menjawab. Tampaknya laki-laki itu juga bingung harus bagaimana. Ia tak mungkin meninggalkan Savana begitu saja.
"Nanti kita akan bicara kan di rumah!" Jawab Bara. Setidaknya dia masih punya waktu untuk memikirkan tentang Savana.
"Sudah malam mau pulang sekarang?" Tanya Bara.
Zana melihat handphonenya, ternyata sudah jam sembilan malam. Tadi setelah akad mereka sempat sholat isya terlebih dahulu baru pergi ke kafe ini.
"Boleh. Ehmm kita pulang berdua?" Tanya Zana ragu.
"Oma bilang malam ini akan menginap di rumah Fajar. Jadi ya kita pulang berdua" Jawab Bara.
Selain menjadi asisten pribadinya, Fajar merupakan sahabat Bara sejak zaman SMA. Dia sudah Bara anggap keluarga, begitu pula dengan oma nya. Jadi menginap di rumah Fajar bukan hal baru bagi oma nya. Fajar sudah dianggap cucu sendiri oleh oma nya.
Bara bangkit dan mengulurkan tangannya ke arah Zana. Dan Zana menatap bingung uluran tangan itu.
"Kita pamit sama keluarga dan warga yang masih disini. Ayo!"
Zana menatap ragu uluran tangan itu. Haruskah ia menerimanya.
"Ayo. Sudah mahramkan?"
Perlahan tangan Zana menyentuh uluran tangan Bara. Ia menatap Bara yang tengah tersenyum manis kearahnya. Dengan tarikan lembut, Zana kini berjalan mengikuti Bara, untuk pamit pulang ke rumah mereka.
"Loh udah mau pulang?" Tanya Langit.
"Iya om. Sudah malam, kami juga butuh istitahat" Jawab Bara.
"Pengantin baru gak sabar sekali ya" Goda tante Zana.
Godaan itu hanya di tanggapi senyum paksa oleh mereka.
"Ya sudah kalau mau pulang, hati-hati. Tolong jaga Zana seperti saya menjaganya. Sayangi dia seperti saya menyayanginya. Jika suatu saat kamu tak lagi mau menjadi imam untuk Zana, datang dan temui saya, pulangkan Zana kepada saya secara baik-baik" Ucap Dirga, menatap Zana.
Semua orang bisa melihat seberapa besar cinta seorang ayah untuk putrinya.
"Saya akan berusaha menjaga dan menyayangi Zana semampu saya om"
"Ingat sayang, patuhi suami mu, hormati dan jadilah istri berbakti" Ucap Sea.
"In syaa Allah bunda"
"Kalau gitu kami permisi"
"Assalamu'alikum!"
"Wa'alaikumussalam"
Dan mereka benar-benar pergi dari cafe itu menggunakan mobil yang menjadi mahar untuk Zana. Mobil itu kini melesat menjelajahi jalanan kota besar Jakarta.
Zana tak banyak bicara. Ia membuang pandangannya ke arah luar jendela. Tak menyangka saat ini ia berada dalam satu mobil dengan Bara.
Mobil itu berhenti di depam gerbang menjulang tinggi. Hanya mengklakson sebanyak tiga kali gerbang itu sudah terbuka sendiri.
"Biasanya aku lebih sering dinggal di apartemen, tapi kamarnya cuma ada satu. Aku takut kamu gak mau sekamar sama aku" Ucap Bara, membuka obrolan.
Zana hanya diam. Matanya sibuk menelisik rumah bernuansa Eropa ini. Megah dan mewah sekali.
Mereka berjalan jauh hingga tiba di depan sebuah lift.
"Lift?"
"Lantai di rumah ini ada 4, capek kalau harus naik tangga. Apalagi kadang oma main kesini. Makanya aku buatkan lift" Jawab Bara.
Lift itu berhenti di lantai ke tiga. Zana dibuat takjub dengan interior rumah ini.
"Masya Allah" Gumam nya.
"Kamar kamu di sini. Aku di sebelahnya. Kamu bisa panggil aku kalau butuh sesuatu. Tak usah sungkan, ini juga sudah menjadi rumah mu" Ucap Bara tersenyum lembut.
"Masuk lah. Kamu pasti capekkan?"
Zana mengangguk mengiyakan. Dirinya memang capek sekali hari ini, bukan hanya tubuh namun pikiran pun juga lelah.
Zana hendak masuk namun langkahnya urung saat Bara menahannya.
"Ke_"
Cup.
"Selamat malam"
Jatung Zana berdegup kencang. Dia kaget akibat perlakuan Bara. Bara baru saja mengecup keningnya. Apalagi senyum manis yang Bara tampilkan. Tak mau berlama-lama, Zana langsung masuk ke dalam kamar dan menutupnya.
"Ya Allah jantung ku" Gumam Zana.Tanpa ia sadari senyum manis terulas di bibirnya.
Mungkin tak banyak orang yang tahu bahwa Zana sudah mencintai Bara, jauh sebelum mereka menikah. Zana selalu menunggu Bara. Menikah memang menjadi impian Zana sejak pertemuan kedua mereka di Pekanbaru, tapi sejak mengetahui bahwa Bara kekasih Savana, sahabatnya. Zana akhirnya mengubur perasaannya. Ia tak boleh berharap lagi terhadap Bara dan berhenti menunggunya.
Tapi rencana Allah tak ada yang bisa mengelakkannya. Manusia bisa berencana tapi Allah yang menentukan akhirnya. Seperti pernikahan dadakan mereka saat ini. Tak pernah terpikirkan oleh Zana.
"Maaf Savana" Lirih Zana.
To Be Countinued
KAMU SEDANG MEMBACA
Bait Cinta(END)/Tahap Revisi
Teen FictionZana menatap laki-laki itu.Ia ingin menceritakan kisah baginda nabi Muhammad yang sering ia dengar dari bundanya.Tapi ia harus masuk ke dalam masjid lagi untuk mengaji. "Nanti akan aku ceritakan jika Allah mengizinkannya.Nama ku Zana Azuhra Ariendra...