26. The Fighter (2)

193 45 0
                                    

Welcome back~

"Yang membuat temanmu itu terluka, yang membuat Mingi tidak bisa bertanding, adalah dia. Orang yang sama, yang akan membuatmu sekarat juga," bisik Halateez San. San terdiam. Ia melirik ke arah pria yang menjadi lawan bertandingnya itu, sebelum kembali menatap ke arah Halateez San.

"Sulit untuk mempercayaiku? Itu bukan hal yang aneh. Tetapi, aku mengatakan kebenarannya. Karena hanya aku yang menyaksikan bagaimana Mingi-mu itu dilukai." Halateez San mundur dua langkah. Ia menurunkan topinya, sehingga wajahnya menjadi tidak begitu terlihat lagi. Tatapan matanya menjadi tajam, dan San merasakan hal tersebut.

"Waktuku sudah hampir habis. Sampai berjumpa lagi, Choi San." Halateez San mengeluarkan sebuah jam pasir dari balik jubahnya. Pasir di dalamnya terlihat tidak bergerak sama sekali. Lalu ketika jam pasir tersebut dibalik, perlahan pasir di dalamnya bergerak. Bukan bergerak turun, tetapi naik. Dan tidak menunggu waktu lama, keadaan kembali seperti sebelumnya dengan Halateez San yang menghilang. Waktu tidak lagi berhenti seperti tadi.

San langsung membalikkan badannya. Pria di depannya, terlihat terkejut karena dirinya yang tiba-tiba saja sudah berpindah posisi. Sekarang, San menatap lawannya dengan tatapan tajam. Kepalan tangannya menguat, dengan emosi yang hampir memuncak. Ia mempercayai ucapan Halateez San itu, tentang lawannya sekarang yang menyelakai Mingi hingga temannya itu tidak bisa lagi bertanding.

"Bagaimana mungkin kamu bisa berpindah tempat dalam waktu yang cepat?" tanya pria itu. San tidak menggubris. Ia menatap lekat pria di depannya. Menggerakkan kepalanya ke kanan dan kiri, lalu seringai mengerikan muncul di wajahnya.

"Apa-apaan ekspresi wajahmu itu? Kau mencoba menakutiku, heh?" San menggeleng sambil terkekeh. Ia perlahan membungkuk dengan pandangan yang masih tertuju kepada lawannya.

"Kau melakukannya. Melukai temanku sampai dia tidak bisa ikut bertanding," ujar San. Tatapannya semakin tajam. Lawannya terlihat kembali terkejut. Tetapi dengan cepat, orang itu tertawa.

"Kamu mengetahuinya? Syukurlah. Karena sudah tahu, kenapa tidak mundur saja, bocah cengeng?" San menggeram. Dengan gerakan yang cepat, ia melakukan tendangan. Gerakannya seperti diperlambat, namun penuh kekuatan. Serangannya yang tidak terduga itu mengejutkan lawannya. Sehingga, lawannya itu tidak memiliki waktu untuk menghindar, dan harus menerima tendangan tersebut ke wajahnya. Tubuhnya terdorong beberapa langkah dan hampir oleng.

San kembali berdiri tegap. Ia masih menatap tajam pria itu, dengan kedua tangan yang mengepal sangat kuat. Mengabaikan orang-orang yang terkejut dengan serangannya, San kembali menyerang lawannya itu tanpa henti. Ia terus melakukan tendangan yang terarah pada perut serta kaki lawan. Bahkan tanpa segan, San juga memberikan pukulan di wajah lawannya itu. Ia terus menyerang tanpa henti, tanpa memberikan kesempatan lawannya itu untuk membalas serangannya.

"Kamu melukainya, dan kamu harus merasakannya," ujar San sebelum ia menendang tungkai kaki lawannya dengan sangat keras, membuat suara tendangannya itu terdengar jelas oleh semua penonton yang hadir. Karena semua serangan yang diberikan San, lawannya langsung jatuh terduduk. Tubuhnya sudah dipenuhi luka, terlebih wajahnya. Kali ini, ia menatap San penuh kengerian. Ia jelas merasa, pemuda di depannya bukan lagi pemuda pendiam yang menjadi lawannya.

Ia terdiam. Mencoba mencerna apa yang terjadi kepada dirinya dan San. Dirinya memang mengakui, sudah cukup keterlaluan dengan menyingkirkan calon lawannya sebelumnya dengan melukai teman San itu. Tetapi dirinya tidak menyangka, pemuda yang berasal dari Zatra ini memiliki kemampuan bertarung yang cukup mengerikan. Belum lagi ekspresinya saat ini, seolah pemuda di depannya haus darah.

"Dia monster," ujar pria itu dengan suara yang sangat lemah. Sebelum akhirnya tubuhnya rubuh dengan kedua mata yang terpejam. Melihat hal itu, wasit segera berjalan menghampirinya. Ia menekan nadi di leher pria itu, memastikan apakah San baru saja membunuh lawannya atau lawannya ini hanya pingsan. Setelah memastikan peserta itu masih hidup, sang wasit menghela napas lega. Ia berdiri, menghampiri San walau raut wajahnya menunjukkan keterkejutan. Menghela napas lagi, ia mengangkat tangan kiri San.

"Pemenangnya, San!"

Semua orang langsung berdiri dan memberikan tepuk tangan meriah. Raut wajah mereka dengan jelas menunjukkan keterkejutan atas aksi San barusan. Mereka yang sempat meragukan kemampuan San, bahkan yakin jika San tidak akan mampu melawan, sekarang terdiam karena kehabisan kata-kata.

A to Z

"Aku sudah mendapatkan jadwal pertandingan selanjutnya. Kita akan segera ke klinik untuk memastikan keadaan Mingi," ujar Yunho begitu San keluar dari arena pertandingan. San dan yang lain mengangguk. Tanpa menunggu waktu lama, mereka bergegas keluar dari ruangan itu. Saat hendak keluar gedung, mereka berempat dihadang oleh kehadiran Hongjoong, Seonghwa, dan Yeosang.

"Kemana Mingi?" tanya Hongjoong dengan segera.

"Kami akan ke sana, ke tempat Mingi berada sekarang. Aku akan menjelaskannya di perjalanan," ujar Yunho. Akhirnya Hongjoong mengangguk. Dengan langkah yang dipimpin Yunho, mereka bertujuh berjalan menuju klinik yang tidak jauh dari gedung diselenggarakannya pertandingan.

Beberapa orang yang mereka lewati, terlihat terpana dengan mereka. Tidak seperti sebelum pertandingan, dimana mereka seolah tidak terlihat oleh orang-orang itu. Sekarang, ketujuh orang itu menjadi pusat perhatian orang-orang yang baru selesai menonton pertandingan. Bisikan-bisikan terdengar jelas di kedua telinga mereka, namun mereka abaikan.

Begitu sampai di klinik, mereka langsung masuk dan mencari sosok Mingi. Di salah satu brankar, Mingi berbaring dengan wajah pucat serta kaki yang diperban. Sudah jelas jika lukanya cukup parah. Begitu mendengar suara yang ramai, kedua mata Mingi terbuka dan langsung menoleh ke arah mereka. Wajahnya menunjukkan rasa bahagia, karena teman-temannya datang menghampiri dirinya. Tapi ada raut penyesalan dan kecewa juga yang terlihat di wajahnya.

"Kamu sudah merasa lebih baik?" tanya Yunho yang sudah berlari kecil menghampiri Mingi, sehingga ia menjadi orang pertama yang berada di depan Mingi. Mingi tersenyum mendapat kekhawatiran dari sahabatnya itu. Ia mengangguk pelan.

"Sudah lebih baik. Perawat di sini mengobatiku dengan hati-hati," ujar Mingi. Yunho menghela napas. Ia terlihat lega dengan pernyataan Mingi barusan.

"Sekarang bisa jelaskan, apa yang terjadi?" tanya Hongjoong. Yunho menepuk dahinya pelan. Ia lupa menjelaskan apa yang terjadi kepada Mingi saat diperjalanan tadi.

"Maafkan aku karena lupa menjelaskannya tadi," ujar Yunho sambil meringis. Hongjoong menepuk bahu Yunho sekali, lalu tersenyum. Ia tentu memaklumi hal tersebut, karena tahu bagaimana khawatirnya Yunho akan keadaan Mingi.

"Biar aku yang menjelaskan saja," ujar Mingi. Kini, ia menjadi pusat perhatian dari ketujuh orang itu. "Saat pertandingan Wooyoung berlangsung, aku dan Yunho pergi ke toilet. Hanya saja, aku sendiri yang masuk ke dalam toilet dengan Yunho yang menunggu di depan pintu. Awalnya tidak ada yang terjadi." Mingi melirik ke arah San sebentar. "Sampai seseorang secara tiba-tiba menendang kakiku dari belakang. Aku tidak bisa melihat siapa yang melakukannya, karena dia juga memukul kepalaku," jelas Mingi.

Semua orang langsung diam dengan emosi yang mulai kembali memuncak. Terlebih San, yang sudah mengetahui siapa pelakunya. "Pelakunya adalah orang yang seharusnya menjadi lawan tanding Mingi tadi," ujar San tiba-tiba. Semua langsung menoleh. Mereka terkejut.

"Sungguh?" ujar Wooyoung terkejut. Ketika San mengangguk, dapat terlihat beberapa dari mereka begitu marah.

"Tenang semuanya. Setidaknya, San sudah mengalahkan dia di pertandingan tadi," ujar Hongjoong menenangkan. Dirinya tidak ingin jika teman-temannya itu sampai lepas kendali. Terlebih, sekarang mereka berada di klinik kesehatan.

"Wah. Kamu berhasil menang?" tanya Mingi yang langsung dijawab anggukkan kepala oleh San. Mingi langsung tersenyum lebar. "Hebat sekali! Aku sudah menduga, San bisa mengalahkan lawannya dengan baik," ujar Mingi dengan nada bangga. San hanya tersenyum mendengar hal itu.

"Dia bukan hanya mengalahkannya saja, tapi hampir membunuhnya juga," ujar Yeosang. Mereka semua selain Mingi dan San langsung mengangguk setuju. Karena memang, dipertandingan tadi, San seperti sangat ingin membunuh lawannya itu.

To be Continued ....

6 September 2021

HOURGLASS : PIRATE KING [The End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang