[Hourglass Series #1]
Tentang delapan pemuda yang dipenuhi semangat dan mimpi, disatukan menjadi satu tim yang akan berlayar menjelajahi luasnya lautan. Rintangan demi rintangan tengah menunggu kedatangan mereka. Apakah tim bernama ATEEZ yang dipimp...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Aku masih tidak mengerti, kenapa kamu mau membantu kami di pertandingan ini," ujar Wooyoung jujur. Ia menatap sosok Halateez San yang tengah duduk di hadapannya dengan penuh selidik dan curiga. Ditatap seperti itu, Halateez San justru terlihat santai saja. Ia justru mengabaikan perkataan Wooyoung dengan membaca selembaran kertas yang dibawa Jongho tadi.
"Pertandingan segera dimulai. Kepada saudara Jeong Yunho, diharapkan untuk segera ke arena pertandingan," ujar salah seorang panitia yang kini membuka sedikit pintu ruangan itu. Yunho yang tengah duduk, langsung berdiri. Ia menghela napas beberapa kali dan melakukan peregangan. Di kedua sisinya, San dan Jongho menepuk-nepuk pelan kedua lengannya.
"Pastikan kamu tetap fokus untuk menyingkirkan mereka, Yunho," ujar Halateez San. Yunho melirik sekilas ke arah pria itu. "Tanpa diberitahu, aku akan tetap melakukannya," ujar Yunho sedikit ketus. Hal itu membuat Halateez San mendengus pelan, namun tidak mengatakan apapun untuk membalasnya.
"Berhati-hatilah, Kak. Pastikan Kakak kembali dalam keadaan tidak terluka," ujar Jongho. Yunho memgangguk kuat. Ia menepuk bahu Jongho sekali.
"Pasti," ujarnya. Setelahnya, Yunho keluar dari ruangan itu dengan raut wajah seriusnya. Sebelum benar-benar keluar, ia sempat melirik tajam ke arah Halateez San yang masih duduk itu. Hingga saat ini, dirinya sangat sulit untuk mempercayai sosok asing yang sangat mirip dengan San, temannya. Baginya, sosok Halateez San itu terlalu asing. Ia tidak tahu, apakah pria itu memang baik atau ada maksud jahat.
Yunho teringat pada perkataan Hongjoong beberapa waktu yang lalu. Tentang sosok lain yang sangat mirip dengan dirinya. Sosok dirinya dari dimensi lain, yang membuat San mau tidak mau harus mengorbankan nyawanya. Mengingat hal tersebut, seketika kepalan tangan Yunho menguat. Meskipun bukan sosok Halateez San yang melakukan hal itu, tetapi Yunho tetap tidak bisa mempercayai sosok itu sepenuhnya.
Bagi Yunho, mereka berdua sama saja. Jika Halateez Yunho membuat San harus berkorban, maka bukan hal yang tidak mungkin jika Halateez San juga memiliki niatan yang serupa.
"Anak muda." Yunho langsung menoleh. Salah satu panitia pertandingan melangkah mendekati dirinya dengan raut wajah penuh kekhawatiran. "Jaga dirimu baik-baik. Pastikan, kamu menghindari perkelahian yang berbahaya," ujar panitia itu. Yunho menghela napas pelan. Ia menarik senyum di wajahnya.
"Aku mengerti. Aku akan menyelesaikan pertandingan tanpa menimbulkan hal buruk," ujar Yunho. Panitia itu menatap Yunho beberapa saat, sebelum helaan napas terdengar dari mulutnya. Panitia tersebut tersenyum, namun terlihat jelas jika dia masih tidak yakin.
"Kamu dan teman-temanmu adalah anak yang baik. Sayang sekali, kalian harus menghadapi orang-orang seperti mereka," ujar panitia itu. Ia menepuk bahu Yunho sekilas. "Silahkan ke arena. Jika kamu ingin menang, jangan mudah terpancing amarah oleh lawan." Yunho mengangguk.
"Sambutlah peserta pertama kita! Jeong Yunho!"
A to Z
Jongho menghela napas panjang. Ia sesekali terus menatap ke arah pintu yang masih tertutup rapat dengan perasaan gelisah. Semenjak mendengar desas-desus itu, dirinya tidak bisa berhenti untuk khawatir. Dirinya, bahkan mungkin para kakaknya tidak akan menyangka jika mereka harus menghadapi para peserta yang sangat gila itu. Karena hal ini juga, Jongho sangat penasaran dengan hadiah utama yang tidak pernah disebutkan selain nominal uang itu. Dirinya yakin, hadiah istimewa yang menjadi hadiah tambahan selain uang itu, adalah yang mereka incar.
Sehingga, mereka melakukan banyak hal termasuk hal kotor untuk mendapatkan posisi pertama.
"Apakah Yunho akan menang?" Jongho langsung menoleh ke arah Wooyoung yang baru saja berbicara itu. Bukan hanya Wooyoung, tetapi dirinya juga selalu mempertanyakan hal ini. Apakah Yunho akan memang?
"Dia pasti menang," ujar San. Sepertinya, hanya San sendiri yang paling optimis di sini. Dia selalu meyakinkan semua orang, jika mereka bisa melakukannya dengan baik. Jongho kembali merasa iri. Ia selalu berandai, bisa memiliki pola pikir yang seperti San. Karena tanpa disadari banyak orang, Jongho selalu merasa pesimis pada sesuatu hal yang ia lakukan. Ia tidak pernah merasa puas ataupun bangga atas segala sesuatu yang telah dicapai oleh dirinya sendiri.
"Aku berharap seperti itu," ujar Wooyoung. Ia menyandarkan kepalanya ke sandaran kursi. Kedua matanya terpejam untuk beberapa saat. Lalu, helaan napas terdengar dari mulutnya. "Tapi aku tidak bisa untuk tidak khawatir. Lawan kalian, kurasa sudah menjadi sangat gila sekarang," lanjutnya.
Mendengar hal tersebut, Jongho semakin terdiam. Kepalanya menunduk, menatap kedua telapak tangannya yang tidak terbungkus apapun. Sekali lagi, dirinya mempertanyakan. Apakah dirinya bisa? Atau ... dirinya akan kalah?
"Kenapa kalian berdua sangat pesimis begitu?" ujar San dengan nada kesal. Bahkan, suaranya pun cukup keras. Membuat kedua orang itu terkejut. Dengan gerakan cepat, San mengambil tempat duduk diantara Jongho dan Wooyoung. Ia langsung merangkul erat leher kedua orang di sampingnya itu dengan wajah yang masih kesal. "Kita harus yakin, kita bisa mengalahkan mereka!"
Wooyoung melepaskan rangkulan San perlahan. Raut wajahnya tetap tidak berubah. Ia masih memasang wajah lesu. "Jika semua orang berpikir seperti kamu, itu akan sangat mudah, San."
"Tapi—"
"Aku yakin, Yunho juga sebenarnya khawatir tidak bisa mengalahkan mereka. Kabar itu, memangnya kamu tidak percaya?" San langsung terdiam. Tangannya yang masih merangkul leher Jongho, perlahan bergerak melepaskan. Ia menundukkan kepalanya, menautkan jari jemarinya dengan raut wajah yang rumit.
"Aku akan ke toilet dahulu." San langsung berdiri dan keluar dari ruangan itu. Tidak memberikan kesempatan untuk Wooyoung ataupun Jongho mencegah dirinya keluar dari ruangan itu. Tangan Jongho bahkan sudah terangkat, tetapi akhirnya perlahan turun. Ia menoleh ke arah Wooyoung.
"Kak San sepertinya marah," ujar Jongho. Wooyoung masih menatap ke arah pintu yang baru saja ditutup. Ia menghela napas, lalu menggaruk belakang kepalanya yamg tidak gatal.
"Apa aku sudah kelewatan?" tanya Wooyoung dengan suara pelan. Jongho mengangkat kedua bahunya. Ia tidak bisa menjawab dengan pasti pertanyaan Wooyoung barusan. Setelahnya, keduanya menjadi diam. Tidak ada salah satu dari mereka yang berniat untuk bicara. Hal itu membuat ruangan yang mereka tempati menjadi sangat hening.
Tidak lama berselang, pintu kembali terbuka. Dengan gerakan cepat, Jongho segera berdiri. Karena sejak tadi, ia sudah berniat untuk memastikan apakah San sungguh marah atau tidak. Wooyoung sendiri langsung menegapkan punggungnya. Raut wajah penuh rasa bersalah terlihat cukup jelas di wajahnya. Akan tetapi, orang yang masuk bukanlah San. Dia adalah Yunho yang baru saja selesai bertanding.
Yunho segera menutup pintu dengan rapat. Ia mengerutkan dahinya, ketika mendapati raut kecewa di wajah Jongho dan Wooyoung walaupun samar. "Kalian kenapa memasang wajah begitu?" tanya Yunho penasaran. Wooyoung langsung membuang muka, sedangkan Jongho mengambil sebotol air mineral dan menyerahkannya langsung kepada Yunho.
"A-tidak. Kami hanya mengira jika Kak San yang masuk," ujar Jongho dengan kikuk. Yunho menerima botol itu dengan kepala mengangguk-angguk.
"San sudah ke arena sejak tadi," ujar Yunho. Sekarang, ia dengan jelas bisa melihat raut terkejut di wajah Jongho dan Wooyoung. Dahi Yunho mengerut semakin dalam. "Jangan bilang kalian tidak tahu jika San bertanding setelah aku," tebak Yunho. Dan sepertinya, tebakan Yunho tepat sasaran. Terlihat jelas dari raut wajah mereka yang mendadak berubah menjadi raut bersalah.