29. Halateez (3)

202 41 0
                                    

Welcome back~

Jongho masih saja bungkam sejak tadi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jongho masih saja bungkam sejak tadi. Matanya tidak lepas menatap San yang tengah tertidur di sebelahnya. Jongho menghela napas panjang. Kepalanya terasa sakit seolah baru saja dihantam batu yang besar. Perlahan, ia mengambil tangan kanan San, lalu menggenggamnya pelan.

"Mereka sudah keluar?"

"Ya."

San mengubah posisi duduknya menjadi lebih baik. Kedua matanya terbuka, namun tidak lebar. Ia menghela napas panjang. Di sebelahnya, Jongho menatap San dengan bingung. "Kakak tidak tidur?" tanya Jongho. San menoleh.

"Tidur. Tapi hanya sebentar," ujar San. Jongho mengangguk mengerti. Sekarang, mereka berdua terdiam. Di ruangan itu tinggal mereka berdua dan Mingi yang tengah berbaring. Mingi tidak tidur. Ia juga mendengarkan percakapan kedua orang tersebut.

"San," panggil Mingi. Ia menoleh ke arah San. San mengangkat kepalanya dengan sebelah alis yang terangkat.

"Ya?" tanya San. Mingi menatap San beberapa saat, sebelum helaan napas terdengar. "Bisakah kamu jelaskan maksud kak Hongjoong? Aku tidak mengerti soal ... Yunho tapi bukan Yunho," ujar Mingi. San diam untuk beberapa saat. Ia akhirnya mengangguk, walau sebenarnya ia kurang yakin dengan apa yang dirinya ketahui untuk saat ini.

"Mereka adalah diri kita, tapi dari dimensi yang berbeda," ujar San. Jongho dan Mingi mengangguk. Cukup mengerti dengan kalimat San barusan. "Mereka disebut Halateez. Aku tidak tahu untuk alasannya. Tapi ... mereka memang diri kita dari dimensi yang berbeda," lanjut San.

"Dan mereka melakukan perjalanan lintas dimensi. Bukankah itu berarti mereka memiliki jam pasir yang kita cari?" tanya Jongho. San langsung mengangguk membenarkan. Walau agak sulit dipercaya, tetapi dirinya sudah melihat secara langsung bagaimana benda itu bekerja.

Mereka bertiga kembali terdiam dengan pikiran masing-masing. Jongho masih memainkan jemari tangan kanan San. Ia kembali menghela napas panjang. "Jadi ... Kakak akan benar-benar mati?" tanya Jongho berbisik. Kepalanya menunduk, menatap tangan San.

"Aku tidak tahu," ujar San. Ia memejamkan matanya beberapa saat. "Tetapi akan aku pastikan, kita semua akan baik-baik saja sampai misi itu selesai," lanjutnya. Ia menatap Jongho dengan senyuman di wajahnya. Berbeda dengan Jongho yang memasang wajah rumit. Tidak lama, Jongho langsung membuang muka ketika kedua matanya mulai memerah.

"Aku akan berlatih menjadi lebih kuat," gumam Jongho. "Agar tidak ada satu pun dari kita yang harus mengorbankan diri seperti itu," ujar Jongho sambil menatap ke arah San. San tersenyum. Ia mengusap puncak kepala Jongho dengan lembut.

"Kita semua akan baik-baik saja," ujar San. Jongho tidak mengatakan apapun atau melakukan apapun sebagai respon. Sekalipun sekarang mereka bisa seyakin ini mengatakan hal seperti itu, tetapi Jongho merasa tidak yakin. Ia tidak yakin jika mereka semua akan baik-baik saja sampai menyelesaikan misi. Terlebih, tato di tubuh San yang selalu mengganggu pikirannya.

"Berjanjilah untuk tetap baik-baik saja sampai kita semua menyelesaikan misi itu," pinta Jongho. San menatap mata Jongho dalam, lalu mengalihkannya pada jari kelingking Jongho yang diacungkan kepada dirinya. Dengan senyuman di wajahnya, ia menautkan jari kelingkingnya dengan jari kelingking Jongho. "Aku janji," ujar San.

A to Z

"Baiklah! Aku mengerti jika apa yang aku lakukan sebelumnya salah!" ujar Seonghwa yang sudah tidak bisa menahan kekesalannya. Di depannya, Hongjoong masih tetap menahan raut datarnya. "Tapi apa yang aku lakukan ini karena tidak ingin membuatmu semakin tertekan! Aku khawatir kamu akan kehilangan fokus karena fakta gila ini," lanjut Seonghwa.

Hongjoong menghela napas panjang. Ia membuang muka ke arah lain. Setidaknya, sekarang kedua pemuda itu tengah berada di belakang bangunan klinik. Tempat yang cukup sepi dan tidak ada seorang pun yang akan melewati tempat itu. Sehingga, mereka bisa membicarakan hal gila itu di sana.

"Selain itu ... San juga yang memintaku untuk tidak mengatakannya. Ia mengatakan padaku, jika dirinya ragu dengan apa yang orang itu katakan kepada dirinya," ujar Seonghwa. Hongjoong kembali menatap ke arah Seonghwa. Kali ini, dengan raut wajah yang rumit.

"Baiklah," ujar Hongjoong pada akhirnya. Ia menghela napas lagi. "Untuk sekarang, aku akan membiarkan mereka fokus pada pertandingan selanjutnya. Dan aku, akan mencaritahu siapa dia sebenarnya, dan tujuannya mendekati San waktu itu," ujar Hongjoong. Ia berbalik, lalu mulai melangkah menuju gedung klinik tersebut.

"Masih banyak hal yang harus kita diskusikan tentang ini," lanjut Hongjoong sebelum ia benar-benar meninggalkan Seonghwa sendirian di tempat itu.

Tempat itu menjadi sangat sunyi, begitu Hongjoong sudah menghilang. Seonghwa menghela napas panjang. Ia mengusap keringat yang muncul di dahinya sejak tadi. Sebenarnya, ia agak cemas jika Hongjoong akan sangat marah tadi. Bagaimanapun, aura yang dikeluarkan Hongjoong cukup mengerikan. Beruntung ia masih bisa berdiri tegap sampai sekarang.

"Wah-wah-wah. Apakah aku baru melihat sepasang kekasih bertengkar?"

Kepala Seonghwa langsung menoleh ke arah sumber suara. Ia menoleh ke sekeliling, mencari dimana letak orang yang barusan berbicara. Sampai suara ranting pohon yang bergerak, membuatnya dapat melihat sosok pria dengan pakaian serba hitam yang kini tengah duduk, dan menatap dirinya dengan sebuah seringai kecil.

"Sepasang kekasih apanya? Aku tidak memiliki jalan pikiran segila itu," ujar Seonghwa yang berusaha untuk tetap tenang. Padahal, ia benar-benar terkejut dengan kehadiran sosok pria yang merupakan San itu. Halateez San. Orang yang ia lihat dipertandingan sebelumnya. Ia juga sedikit khawatir, jika pembicaraan mereka tadi bisa membuat keadaan San dalam bahaya.

"Dingin sekali. Padahal, kamu sangat lembut pada diriku yang lain," ujar Halateez San. Dalam sekali lompatan, ia berhasil mendarat dengan sempurna dari atas dahan pohon yang terbilang cukup tinggi itu. Ia merapikan tatanan rambutnya sebentar, sebelum melangkah mendekati Seonghwa yang masih terdiam di tempatnya.

"Karena kalian berdua sangat berbeda. San adalah adikku. Sedangkan kamu, aku bahkan tidak tahu siapa kamu," ketus Seonghwa. San menaikkan sebelah alisnya. Ia menarik salah satu sudut bibirnya dengan mata yang menatap Seonghwa dengan geli.

"Begitukah? Kamu bisa berkata begitu, karena kamu tidak tahu hukum dimensi waktu," ujar San. Ia menarik sebuah kalung dari balik kausnya. Kalung yang sangat sama dengan kalung yang dipakai oleh San sampai saat ini. Ia memainkan liontin tersebut beberapa saat.

"Aku tidak suka menjelaskan. Tetapi aku lebih suka menyebutnya seperti ini. Hukum dimensi waktu, jika yang satu mati, maka yang lain pun akan mati." Seonghwa yang awalnya enggan menatap ke arah Halateez San, langsung menolehkan kepalanya dengan cepat. Ia bukan orang bodoh yang tidak mengerti maksud ucapan tersebut. Satu mati, yang lainnya akan mati. Itu sudah menjelaskan, jika San yang sudah ia anggap sebagai adik kandung itu, terhubung kuat dengan sosok San di depannya ini. Mendadak, kepala Seonghwa menjadi kosong. Ia tentunya sangat enggan mendengar hal ini. Hal gila lainnya.

"Jangan berbicara sembarangan—"

"Karena itu, biarkan aku semakin dekat dengan sosokku yang lain, agar adik kesayanganmu itu tidak perlu mati," potong Halateez San yang berhasil membuat Seonghwa langsung terdiam. Sedangkan Halateez San justru menampilkan seringai di wajahnya begitu melihat raut wajah Seonghwa. Perlahan, Halateez San itu kembali menyentuh liontinnya. Dengan gerakan yang tenang, ia memutar liontin tersebut sebanyak empat kali, sampai akhirnya tubuh Halateez San tidak terlihat di hadapan Seonghwa lagi. Pria itu sudah benar-benar menghilang dari hadapan Seonghwa secepat kedipan mata saja.

To be Continued ....

15 September 2021

HOURGLASS : PIRATE KING [The End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang