[Hourglass Series #1]
Tentang delapan pemuda yang dipenuhi semangat dan mimpi, disatukan menjadi satu tim yang akan berlayar menjelajahi luasnya lautan. Rintangan demi rintangan tengah menunggu kedatangan mereka. Apakah tim bernama ATEEZ yang dipimp...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Sekarang giliran San bertanding, bukan? Kenapa dia belum muncul juga?"
Yeosang yang sejak tadi tengah membaca buku, perlahan mengangkat kepalanya. Ia menatap ke arah arena pertandingan. Benar kata Mingi, jika San belum terlihat di tempat itu. Padahal, lawannya sudah sangat bersemangat di arena.
"Dia tidak akan bernasib sama denganku, bukan?" tanya Mingi. Dirinya memang asal bicara, tetapi nada khawatirnya terdengar begitu jelas. Yeosang menoleh. Ia lalu menggeleng. "Tidak. Semoga saja tidak," ujar Yeosang. Mendengar jawaban seperti itu, Mingi menghela napas panjang. Ia memainkan jari jemarinya dengan gelisah.
Setelah beberapa saat menunggu, orang yang ditunggu akhirnya muncul juga. Orang-orang yang sempat berpikir jika San akan mundur dari pertandingan, kembali saling berbisik begitu melihat penampilan San sekarang. Kaus tanpa lengan yang dipakai San sekarang, membuat orang-orang bisa melihat otot lengannya. Padahal di pertandingan sebelumnya, San seperti remaja dengan tubuh kurus yang tidak mungkin memiliki otot. Belum lagi sekarang, tatapan serta aura San begitu mengerikan.
"Aku belum pernah menonton pertandingannya. Apakah San luar biasa?" tanya Mingi. Yeosang mengangguk seadanya sebagai jawaban. Mingi langsung tersenyum lebar mendengarnya.
"SANNIE SEMANGAT!" teriak Mingi sambil berdiri. Orang-orang yang ad di sana terlihat sangat terkejut dengan apa yang Mingi lakukan tersebut. Bahkan, Yeosang sampai menutup wajahnya dengan tangan karena merasa malu. Seonghwa segera menarik tangan Mingi agar pemuda itu kembali duduk. Sedangkan Hongjoong hanya bisa tersenyum dengan canggung ketika beberapa orang menatap ke arahnya juga.
"Duduklah dengan tenang," ujar Seonghwa sambil berbisik. Mingi mengedipkan matanya beberapa kali sebelum mengangguk dan tersenyum lebar. "Baiklah-baiklah. Aku hanya terlalu bersemangat karena temanku akan bertanding sekarang," ujar Mingi. Detik berikutnya, Seonghwa dan Yeosang langsung menatap Mingi dengan mata memicing.
"Kenapa?" tanya Mingi bingung karena ditatap seperti itu oleh kedua orang yang duduk di sampingnya.
"Kamu berpikir, temanmu hanya San saja?" tanya Seonghwa.
"Kamu tidak menganggap kami temanmu?" tanya Yeosang. Mingi langsung diam membeku. Ia baru sadar sudah salah berbicara. Cukup sangat fatal karena kedua orang di sampingnya tidak mau berhenti menatap tahan dirinya. Ia mencoba untuk melirik ke arah Hongjoong, tetapi dihalangi terus menerus oleh Seonghwa. Juga, Hongjoong sepertinya memang enggan membantu dirinya agar bisa keluar dari masalah ini.
"Ti—"
Teng-teng-teng
Brakk
"HWAAA!"
Mingi menghela napas lega begitu Yeosang dan Seonghwa tidak lagi menatap dirinya dengan begitu mengerikan. Tetapi, rasa leganya itu hanya bertahan beberapa saat saja. Karena didetik berikutnya, Mingi tidak bisa untuk tidak terkejut ketika melihat ke arah arena pertandingan.
A to Z
"Wah, aku kira kamu akan mengundurkan diri, monster kecil."
San yang sejak tadi menunduk, mulai mengangkat kepalanya. Tatapan matanya yang tajam itu, kini mengarah dengan sangat lekat pada pria yang menjadi lawannya sekarang. Ditatap seperti itu, pria bernama Arius itu malah terkekeh. Ia menatap San dari atas ke bawah dengan pandangan meremehkan.
"Nyalimu cukup bagus juga, untuk seorang pemula setelah mendengar kabar itu," ujar Arius lagi. Ia lalu tersenyum setelah mengatakan hal itu.
"Aku tidak perlu takut pada berita bohong, bukan?" San mengangkat kepalanya sepenuhnya. Ia menyeringai dengan lebar. Terlebih, raut wajah Arius mendadak berubah menjadi terkejut.
"Baiklah, kita akan memulai pertandingan sekarang. Tolong bersiap di posisi masing-masing," ujar wasit itu. Keduanya langsung menurut. Mereka berjalan ke arah yang berbeda, lalu berhenti dengan pandangan yang fokus pada masing-masing.
Teng-teng-teng
Bel dibunyikan, pertanda jika pertandingan dimulai. Tanpa menunggu lama lagi, Arius segera berlari kencang ke arah San. Tangan kanannya sudah melayang di udara, sudah sangat siap untuk melayangkan pukulan keras ke arah San.
Tringg...
Terdengar suara dengungan yang cukup mengganggu itu. Entah darimana suara itu berasal. Walau sebentar, tetapi berhasil membuat pendengaran terasa kacau untuk beberapa saat. Belum Arius sadar dari apa yang ia dengar, dirinya harus kembali dibuat terkejut ketika sesuatu menghantam pipi kirinya dengan sangat kuat.
San melakukan tendangan berputar yang langsung mengenai pipi kiri Arius tanpa bisa dielak oleh lawannya itu. Sehingga seperti yang dapat diduga, tubuh Arius langsung terpental cukup jauh, bahkan sampai mengenai tembok pembatas tempat arena itu. Semua orang yang menonton langsung menahan diri untuk tidak menjerit. Apa yang baru saja terjadi, terlalu cepat dan sulit untuk diterima oleh akal sehat. Pergerakan San benar-benar tidak bisa terlihat oleh mata mereka.
"Dia tidak sadarkan diri," bisik salah satu panitia setelah beberapa orang dari mereka memeriksa kondisi Arius. Wasit itu berdehem pelan. Ia masih berada di tempatnya. Di tepi arena. Akan tetapi, ia juga tidak bisa melihat pergerakan San barusan. Selain suara berdengung yang memang membuatnya tidak bisa fokus untuk beberapa saat.
"Baiklah," ujarnya. Setelah mendengar itu, sang panitia berjalan kembali meninggalkan arena. Wasit itu belum mengumumkan siapa pemenangnya. Ia masih memperhatikan sosok San yang belum mengalihkan pandangannya dari sosok Arius. Jika sebelumnya, San sudah membuat dirinya terkejut karena raut wajah mengerikannya, sekarang dirinya merasa sesak napas karena raut wajah San berkali-kali lipat lebih mengerikan dibanding sebelumnya.
"PEMENANGNYA ADALAH CHOI SAN!"
Setelah pengumuman itu, para penonton langsung bersorak keras. Mereka memilih untuk abai pada keanehan yang sempat terjadi di atas arena itu. Sedangkan San, orang yang disoraki orang-orang dengan penuh semangat, justru berjalan keluar arena begitu saja. Ia benar-benar menyelesaikan tugasnya dengan sangat cepat. Tidak berbasa-basi atau setidaknya memasang wajah khawatir pada kondisi lawannya itu.
Akan tetapi, San tidak langsung masuk ke dalam ruangan dimana Yunho, Wooyoung, dan Jongho berada. Ia berbelok ke arah lorong yang begitu sepi. Dirinya berhenti, lalu bersandar pada tembok dengan tangan kanan yang mulai mengeluarkan liontin jam pasir dari balik kausnya.
"Ini gila," gumam San dengan napas terengah-engah. Dirinya tidak akan berbohong, jika apa yang sudah ia lakukan sangat menguras tenaga. Ia benar-benar mengeluarkan seluruh tenaganya agar lawannya itu bisa terpental cukup jauh. Perlahan, tubuh San merosot hingga dirinya kini duduk di atas lantai yang dingin.
"Aku memberikanmu kesempatan yang sangat bagus. Bagaimana? Kamu senang, bukan?"
San mengangkat kepalanya. Di depannya, sudah berdiri sosok Halateez San yang entah sejak kapan di sana. Pria itu juga membawa jam pasir yang sangat sama seperti dipertemuan pertama mereka. San menghela napas panjang.
"Aku tidak tahu," jawab San yang langsung mendapat respon decihan keras dari pria di depannya. "Tapi ... apakah tidak masalah untuk kita berdua? Maksudku ... tato itu—"
"Kita berdua masih hidup. Haruskah kamu bertanya lagi?" San langsung terdiam. Ia menatap ke arah mata Halateez San beberapa saat sebelum ia membuang muka dengan raut wajah yang rumit. "Ini belum saatnya kamu mengerti. Nanti, kamu akan mengerti dengan sendirinya tanpa perlu aku menjelaskan." Halateez San langsung menghilang begitu saja dari hadapan San yang masih termenung. Ia memainkan kembali kalung di lehernya.
"Masih, berarti akan," gumam San sebelum ia berdiri dan berjalan ke arah ruangannya.