Sang Pendosa dan Buah Terlarang

1.1K 69 1
                                    

Heeseung masih ingat ketika pertama kali melihat Sunghoon. Saat itu ia berusia lima tahun ketika ibunya melahirkan Sunghoon. Ia menyambut suka cita kelahiran adiknya itu. Bayi Sunghoon yang berada didekapan ibunya itu terlihat menggemaskan dan Heeseung ingin sekali menggendongnya.

Ketika adiknya membuka mata dan menatapnya membuat Heeseung langsung jatuh cinta pada makhluk bagai malaikat itu. Ia mencoba menyentuh tangan mungilnya yang dibalas genggaman oleh bayi Sunghoon. Ada perasaan hangat yang menyelimuti Heeseung ketika menyentuh adiknya. Ia bahkan sudah menduga kelak ketika adiknya dewasa akan memiliki perawakan yang rupawan dan ia tidak sabar menantikannya.

Sebagai anak tertua Heeseung berusaha menjadi kakak yang bertanggung jawab dan dapat diandalkan oleh Sunghoon. Ia sangat menyayangi adiknya hingga cenderung memanjakannya. Heeseung jarang menolak permintaan adiknya sehingga ia lebih banyak mengalah daripada berdebat ataupun bertengkar.

Sejak kecil pun Heeseung sudah mandiri, memiliki perilaku yang baik dan sopan, serta berprestasi di sekolah. Orangtuanya tentu bangga dengan dirinya dan dapat menjadi sosok panutan bagi adiknya. Sunghoon tentu sangat membanggakan kakaknya bahkan sering pamer dengan teman-temannya. Heeseung senang menjadi kebanggaan orangtua dan adiknya tapi kadang dia jadi malu jika mendengar pujian-pujian tersebut.

Hubungan keakraban Heeseung dan Sunghoon juga tidak perlu diragukan. Mereka berdua sangat lengket sejak kecil dan sulit dipisahkan. Hal ini tentu membuat banyak orangtua maupun teman-teman yang iri dengan keakraban mereka. Kemana pun Heeseung pergi maka Sunghoon akan mengikutinya.

Orangtua mereka selalu merasa gemas jika melihat kedua anaknya saling akur. Keluarga mereka pun juga harmonis, ayah yang tegas namun penyayang serta ibu yang penuh cinta untuk keluarganya. Tidak ada yang lebih membahagiakan bagi Heeseung selain bersama dengan keluarganya.

Sunghoon adalah satu-satunya adik kesayangan Heeseung, ia selalu bangga dengan adiknya sebagaimana Sunghoon juga membanggakannya. Jarak usia di antara mereka tidak menjadi penghalang dalam memberikan kasih sayang dan dukungan terhadap satu sama lain. Sunghoon sangat menyayangi kakaknya dan seakan bergantung padanya. Heeseung pun senang dapat menjadi kakak yang dapat diandalkan oleh adiknya. Cinta di antara kedua saudara ini begitu kuat dan tidak dapat disangkal.

Sunghoon tidak pernah membayangkan akan datangnya masa ia harus menghadapi permasalahan serius dengan kakaknya, Heeseung. Ia tidak pernah menduga bahkan dalam pikiran liarnya sekalipun jika kakak yang disayanginya akan mencintainya melebihi cinta antar saudara. Ia lelah dengan perdebatan mereka yang terus berputar-putar di tempat yang sama seperti yang terjadi tadi malam. Ia selalu berharap memiliki hubungan saudara yang harmonis dan akur dengan kakaknya, bukannya hal rumit karena suatu perasaan terlarang. Ia bahkan bertanya-tanya kesalahan apa yang telah diperbuatnya hingga harus mengalami hal seperti ini.

Sunghoon ingin meyakini hal yang dialaminya saat ini hanyalah mimpi dan akan lenyap ketika ia bangun. Namun, saat kedua matanya terbuka sosok Heeseung yang pertama kali dilihatnya. Kakak tampannya itu tengah menatapnya dengan senyuman mempesonanya, sebelah tangannya mengusap-usap kepalanya.

“Selamat pagi, Sunghoon,” sapa Heeseung lembut.

“Selamat pagi, Kak. Astaga! Jam berapa sekarang?” Tanya Sunghoon yang buru-buru bangkit dari kasurnya sambil melirik jam, ia ternyata kesiangan. “Astaga, sudah jam segini! Kenapa aku malah kesiangan? Sarapan, aku harus buat sarapan.”

“Tenanglah. Aku sudah buatkan sarapan untuk kita, lagipula ini hari Minggu. Tidak apa-apa kan kalau sesekali kau bangun kesiangan,” kata Heeseung sambil mengedipkan matanya, ia merasa lucu melihat kepanikan Sunghoon. Adiknya memang jarang bangun kesiangan.

“Benarkah? Maaf sudah merepotkanmu,” ujar Sunghoon sambil menatap Heeseung yang tengah membuka jendela kamarnya. Ia lalu menghampiri Sunghoon yang masih duduk di kasurnya. “Lekaslah mandi lalu kita sarapan bersama. Jangan buat aku menunggu. Lalu…”

Cerita Singkat-Kisah KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang