Suara piano mengalun di sebuah ruangan yang hanya terdapat seorang lelaki. Lelaki berambut hitam itu terlihat piawai memainkan pianonya. Lagu yang dimainkannya cenderung bernada sedih yang juga terlihat dari ekspresi di wajahnya. Tidak hanya rasa sedih, namun juga terdapat perasaan kecewa dan marah yang seakan melukai hatinya dan itu tergambar lewat permainan pianonya. Lagu yang dimainkannya telah selesai dan kini ia menatap ke arah jemari kirinya yang tersemat sebuah cincin. Lama ia menatap cincin yang melingkar di jari manis tangan kirinya itu.
“Sudah berapa lama berlalu? 10 tahun, 11 tahun?” Gumamnya sambil mengangkat tangannya dan menatap cincinnya. “Sudah sangat lama berlalu. Aku sama sekali tidak melupakannya, pertemuan pertama kita.”
Lelaki bernama Lee Heeseung itu tersenyum meskipun ekspresinya terlihat sedih. Ia kembali menurunkan tangannya yang kini berada di tuts-tuts piano. Sebuah lagu bernada sedih kembali dimainkan. Tampaknya luka di hati Heeseung begitu dalam hingga hanya lagu bernada sedih yang ingin dimainkannya sejak dua jam yang lalu. Ia biasa melampiaskan perasaan emosinya melalui permainan piano untuk membuat suasana hatinya menjadi lebih baik.
* * *
Sejak kecil Heeseung sangat menyukai piano dan musik. Hal ini bagaikan cinta pertama bagi Heeseung kecil yang biasanya melihat ibunya memainkan piano. Ia biasa menghabiskan waktu bersama ibunya dengan bermain piano dan hari-harinya selalu terlihat bahagia. Namun, kebahagiaan itu terenggut dari Heeseung ketika ibunya harus meninggalkannya selamanya pada usianya yang ketujuh belas.
Heeseung jarang menangis, namun kehilangan wanita paling disayanginya di dunia ini tentu akan membuatnya menangis. Ia merasa waktu yang mereka miliki terlalu singkat, ia merasa belum membuat ibunya bangga pada dirinya terutama membahagiakannya. Heeseung ingin menolak kenyataan tersebut. Lebih dari seminggu ia mengurung diri dan tidak mau sekolah. Ia hanya ingin melampiaskan perasaan sedihnya dengan bermain piano dan berandai-andai ibunya ada di sisinya.
Rasa duka yang dimiliki Heeseung memang tidak mudah hilang. Namun, ayahnya tetap bersikeras agar ia kembali ke sekolah dan dengan berat hati ia menurutinya. Heeseung memang tidak dekat dengan ayahnya yang termasuk kategori ayah tegas dan irit bicara. Bahkan sejak ibunya meninggal ayahnya semakin terlihat gila kerja dan mengabaikannya, hal ini sudah biasa bagi Heeseung. Meskipun tidak ingin mengakuinya, tapi sifat Heeseung hampir sama dengan ayahnya. Ia hanya terlihat berbeda di hadapan ibunya.
Heeseung pernah menganggap jika hidupnya telah berakhir sejak kematian ibunya. Ia bahkan sempat berpikir untuk menyusul ibunya karena lelah dengan kehidupannya. Pertengkaran kadang sering terjadi antara ia dan ayahnya. Pria itu lebih peduli dengan pekerjaannya dan menelantarkan putranya. Ia tidak habis pikir kenapa ibunya bisa menikah dengan pria yang dianggapnya tidak berhati seperti ayahnya. Ayahnya bahkan tidak terlihat sedih dengan kematian ibunya. Heeseung tidak pernah tahu apa yang ayahnya pikirkan. Satu hal yang ia sadari, ia membenci ayahnya.
“Aku tidak sudi menjadi orang sepertinya. Ayah macam apa itu? Aku bahkan merasa jijik dengan diriku yang memiliki darahnya di tubuhku,” kata Heeseung ketika mengunjungi makam ibunya. “Ibu, kenapa kau meninggalkanku begitu cepat? Haruskah aku menyusulmu?”
Pertanyaan itu selalu diajukan oleh Heeseung ketika ia mengunjungi makam ibunya. Ia selalu menceritakan keluh kesahnya di sana. Pertanyaan itu tidak lagi muncul di benak Heeseung ketika ia bertemu dengan seseorang yang menarik perhatiannya. Bisa dikatakan ia menemukan kenyamanan ketika bersamanya, rasa nyaman dan hangat yang sudah lama tidak dirasakannya. Heeseung seakan menemukan sosok pengganti ibunya.
Pertemuan pertama mereka terjadi ketika Heeseung sedang bermain piano di ruang musik sekolah. Saat itu suasana hatinya sedang buruk karena pagi tadi ia kembali bertengkar dengan ayahnya. Heeseung memilih bolos dari kelas dan lari ke ruang musik. Selama empat jam ia berada di sana dan tidak ada guru yang berani menegurnya, ia tidak ingin berterima kasih pada ayahnya yang memiliki pengaruh luar biasa pada sekolahnya. Heeseung biasanya termasuk siswa teladan, tapi predikat itu mulai tidak melekat pada dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerita Singkat-Kisah Kita
Romance"Hanya berbagai macam cerita seputar Heeseung dan Sunghoon" 🦌🐧