Tak Tersentuh

462 32 0
                                    

Lee Heeseung sedang beristirahat di kamarnya sambil membaca buku tebal bersampul hijau. Judul bukunya tertera dalam bahasa Inggris, yaitu Be A Young Entrepreneur. Entah kenapa ia memilih buku tersebut sebagai bacaannya. Pelayan pribadinya telah memperingatkannya agar tidak membaca atau melakukan apa pun selain beristirahat. Tapi lelaki yang tengah sakit itu tidak mempedulikan larangan dari sang pelayan. Ia merasa jenuh dan tidak sanggup jika hanya berbaring sepanjang hari.

Sang pelayan mengetuk pintu kamar Heeseung dan setelah mendapat jawaban dari tuannya, ia pun masuk ke kamar tersebut. Hari telah siang sehingga sang pelayan datang membawa makan siang untuk Heeseung beserta obat-obatan yang harus diminumnya.

"Selamat siang, Tuan Muda. Saya mengantarkan makan siang untuk Anda," ujar sang pelayan, ia meletakkan nampan yang dibawanya di meja samping tempat tidur Heeseung. "Silakan, Tuan."

Heeseung tidak mengalihkan pandangannya dari buku yang sedang dibacanya. Sang pelayan hanya menghela nafas melihat Heeseung yang sedang membaca. Ia sudah tahu bahwa peringatannya pasti tidak akan dihiraukan oleh Tuannya. Lelaki itu memang keras kepala dan tidak bisa dibantah jika ia menginginkan sesuatu.

Tiba-tiba Heeseung merasa hidungnya gatal dan sedetik kemudian ia bersin. Heeseung meletakkan buku bacaannya begitu saja di tempat tidur, ia menggosok-gosok bawah hidungnya. Sang pelayan tampak panik melihat Heeseung bersin.

"Anda tidak apa-apa, Tuan?" Tanya sang pelayan. Wajahnya tampak cemas dan ia juga takut jika sakit Heeseung bertambah parah.

"Aku tidak apa-apa," jawab Heeseung datar. "Hanya bersin saja, tidak perlu khawatir seperti itu."

"Saya lega mendengarnya, Tuan Muda." Sang pelayan mengelus dadanya.

"Kau terlalu mengkhawatirkanku. Paling-paling aku bersin karena Kak Yeonjun atau Jay sedang membicarakanku," ujar Heeseung. Ia menutup buku yang sedari tadi dibacanya dan meletakkannya di sisinya.

"Saya hanya tidak ingin terjadi apa-apa pada Anda, Tuan," ujar sang pelayan sambil tersenyum.

Heeseung hanya menghela nafas. Matanya beralih ke nampan yang dibawa oleh pelayannya. Menu makan siang kali ini bukanlah bubur seperti sarapannya tadi pagi. Hidungnya dapat mencium bau harum sup kesukaannya. Tangannya terulur mengambil mangkuk sup tersebut. Sang pelayan hanya tersenyum melihat reaksi Heeseung. Ia tahu Heeseung tidak akan menolak sup tersebut.

"Makanan kesukaan Anda, Tuan Muda. Setidaknya sup juga bagus untuk orang yang sedang flu," kata sang pelayan.

"Setidaknya aku tidak harus makan bubur terus. Aku tidak suka makanan itu," dengus Heeseung.

"Saya mengerti, Tuan."

Heeseung mulai menyendokkan kuah sup dan memasukkannya ke dalam mulutnya. Sup tersebut masih hangat dan kehangatannya serasa menjalar di seluruh tubuhnya. Sang pelayan kembali tersenyum melihat Heeseung yang menikmati sup tersebut.

"Bagaimana rasanya, Tuan Muda?"

Heeseung menghentikan makannya sesaat dan berkata singkat, "Enak."

Komentar singkat Heeseung itu hanya ditanggapi sang pelayan dengan senyuman. Ia tahu Heeseung memang bukanlah seseorang yang suka menilai sesuatu secara panjang lebar. Cukup singkat dan jelas saja. Saat Heeseung tengah menikmati makanannya tiba-tiba terdengar bunyi bel yang menandakan adanya tamu yang berkunjung ke rumah Keluarga Lee.

"Sepertinya ada tamu yang datang. Saya akan segera menyambutnya," ujar sang pelayan.

"Aku tidak peduli siapa yang datang," kata Heeseung, ia menyendokkan kuah sup ke mulutnya lagi.

Sang pelayan hanya tersenyum mendengar perkataan Heeseung Sebelum beranjak pergi ia berkata, "Saya permisi dulu, Tuan Muda."

Sang pelayan telah meninggalkan kamar Heeseung, sementara ia masih memakan supnya dengan tenang. Hembusan angin sepoi bertiup melalui jendela kamarnya dan menerbangkan beberapa helai rambut hitamnya.

Cerita Singkat-Kisah KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang