15 - Sebab Naksir

523 122 42
                                    

"Kok bisa, sih, Wilson naksir lo Will?" protes Gebi sambil melipat tangan di depan dada.

Willa hanya mengendikkan bahu. "Karena gue cakep kali," jawabnya terlalu percaya diri.

"Lo...! Eh, tapi bener juga, sih." Gebi jadi menggaruk kepalanya. "Ya, yah, kalau gitu masuk akal juga, sebenernya. Menurut lo gimana Chel?"

Chelsea yang sedari tadi menyimak pembawa acara untuk debat OSIS ini menoleh. "Entahlah, tanya Wilsonnya aja langsung."

"Lo suka sama Wilson nggak, Will? Minimal pernah ada rasa gitu, loh. Lo, kan, tetangganya dia." Gebi pun semakin penasaran dengan Willa ini. Bisa-bisanya dia bergonta-ganti sebutan suami ke para lelaki fiksi sementara lelaki sekeren Wilson saja ditolak.

Tolonglah, Gebi menyebarkan pandangan ke lapangan saja langsung menemukan beberapa gadis-gadis genit yang menyahuti Wilson. Bayangkan, perempuan satu sekolah nyaris menyukai lelaki cekatan satu itu dan Willa menolaknya. Gebi saja tertarik, tapi terhalang karena status pertemanan dengan Willa. Dan dia sudah berpikir positif akan ditolak Wilson bahkan ketika baru melangkah pendekatan.

Namun, Willa? Se-semudah itu.

Willa jadi berhenti membaca komik horornya. Dia pernah suka tentunya. Tolong saja, satu sekolah saja banyak yang menyukai Wilson, apalagi dia yang notabenenya selalu dibelikan camilan saat weekend, diajak menonton saat libur panjang semester, ditelepon ketika ada tugas dadakan untuk menawarkan bantuan, dan ditemani joging setiap hari Minggu. Semuanya berjalan lancar.

Sampai akhirnya Wilson yang mengungkapkan perasaanya sendiri, seolah merusak pertemanan mereka.

Maaf saja, selain karena tokoh fiksi, Willa takut untuk kembali berpacaran.

Willa melirik ke Wilson yang sedang menyiapkan diri untuk menyampaikan visi dan misinya. Tegas sekali tatapan itu.

"Pernah, sih, gue naksir," akunya pada Gebi dan Chelsea.

"Ya terus kenapa nggak diterima?!"

"Astaga Willa, lo buang berlian," kata Chelsea.

"Gue naksirnya dari pas les kelas 9, tapi dia kayak biasa aja gitu, nggak dinotis." Willa kembali membaca komiknya.

"Lo pernah ngungkapin nggak?"

"Pernahnya ngode, sih, dulu." Willa terkekeh. "Dia jawab apa coba?"

"Apa???" Gebi dan Chelsea serempak bertanya.

"Gue gay."

"HAH?"

"Tapi kok habis itu naksir lo?!" Chelsea mengusap seluruh wajah.

Willa tertawa sampai oleng dari posisi duduk bersila, komiknya pun terjatuh semua dari pangkuan. "Nggak tau juga, sih, soalnya gue ngarang."

Gebi menoyor kepala Willa. "Kebiasaan, lo, ah!"

"Lurus, kok, dia." Willa merapikan buku-buku komiknya. "Cuman, nggak pernah pacaran aja makanya gue candain kalau dia gitu. Mudahan confess. Eh, dia marah, diam beberapa hari. Renggang, deh. Tau-tau deketin lagi, seminggu kemudian nembak."

"Ya karena lo nggak peka! Bisa jadi dia dari situ udah suka sama lo! HIH!" Gebi gereget sendiri.

"Kali ya." Willa mengendikkan bahu lagi. "Gue males, sih, pacaran. Cowok fiksi lebih menarik, nggak bikin sakit hati." Dalam hati Willa berteriak dan mengakui bahwa sebenarnya dia menyesal juga. Bimbang sekali.

"Oh my God, siapa yang buat lo sakit hati sebelum ini Will?"

Tiba-tiba Wilson di seberang sana mendapatkan kesempatan untuk menyampaikan visi dan misinya. Serempak, satu lapangan terdiam karena kecerdikan Wilson mengambil alih perhatian.

Di sana, Wilson menyampaikan visi dan misinya secara lantang, tegas, dan beribawa. Willa seketika lupa bahwa lelaki di depan sana itu adalah tetangganya sejak kelas 1 SMP. Willa lupa jika mereka pernah satu tempat les. Lupa jikalau Wilson adalah orang yang dia tolak sebulan yang lalu.

Selesai mengucapkan visi dan misi, mata Wilson langsung teralihkan dan bertumbuk dengan pandangan Willa. Tepat sekali.

"Waduh, nggak asik kalau main natap ke sini!" Willa sontak bergumam, masih dapat didengar beberapa siswa sekitar, termasuk Gebi dan Chelsea.

Willa menyesal telah memakai kacamata saat seperti ini, seharusnya dia tinggalkan saja di kelas tadi.

Di seberang sana, Wilson tersenyum sekilas, lalu duduk lagi di kursinya usai diberikan kesempatan berbicara.

Ada yang bangga, telah membuat orang yang dia suka terkesima.

= Because I'm Fake Nerd! =

Because I'm a Fake Nerd! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang