Buku itu diletakkan di atas meja belajar, tangannya sigap meraih ponsel yang dimiringkan posisinya, dan mulai memainkan game favorit. Wilson meletakkan novel rekomendasi Willa begitu saja di atas meja.
Tiba-tiba dia mendapatkan telepon dari Farhan. Wilson kontan menerimanya.
"Sini kek Wil, ada gengnya Padri. Mereka ngajak mabar. Lo ikut nongki kali-kali, jangan serius amet sama OSIS. Santai dulu," saran Farhan dari seberang.
Wilson melirik ke jam di dinding yang menunjukkan pukul setengah sembilan malam. Laki-laki itu cepat bangkit dari kasur dan berjalan kaki ke rumah Farhan yang tak jauh.
Sesampainya di sana, Wilson disambut oleh teman-teman satu band-nya dulu. Ada Padri, Avan, dan Teddy. Mereka kakak kelas, seangkatan dengan Gardi, tetapi menganggap Wilson sebagai teman baik, bukan adik kelas. Tak ada perbedaan kasta, tetap teman sebaya.
"Yo bro! Ada yang baru menang jadi ketos nih, azek!" Padri menyahut padahal Wilson belum duduk.
Farhan mengeluarkan beberapa teh gelas dari kulkas dan memberikan ke teman-temannya. "Jangan salah, jadi ketos malah ngebuat kepala Wilson mau botak."
Wilson mengangguk setuju. "Pusing gue, ah. Belom dilantik padahal."
Avan merangkul Wilson. "Tenang aje elah. Lu, mah, kebiasaan apa-apa dibawa serius."
"Apalagi masalah pertemanan lawan jenis." Teddy menyahut sambil berdeham-deham sebagai kode.
Duh, Wilson jadi objek pembahasan mereka kali ini.
"Gimana Willa, Wil?" Padri makin menggoda sambil memasukkan password Wi-Fi milik Farhan. "Sampai kapan mau tarik ulur mulu?"
"Nggak tau gue, pasrah aja." Wilson ikut mengeluarkan ponselnya. "Dahlah, mabar aja. Ngapain, sih, bahas dia? Nanti ada anak OSIS lewat, kelar gue."
Keempat teman nongkrong Wilson itu menahan senyum.
"Iya, iya, iya."
"Iyain aja dulu, kangennya belakangan."
"Iyain, yain."
Di ujung jalan, terlihat seorang gadis yang sedang berjalan dengan langkah lambat menuju warung Farhan. Ketika melihat kumpulan laki-laki, langkah Willa mendadak berhenti. Kebetulan dia tidak membawa kacamata, jadi tak bisa menebak dengan mudah orang yang duduk di sana dari penampilan belakang.
"Lanjut jalan atau putar balik?" tanya Willa pada diri sendiri. "Oke, hati bilang putar balik."
Baru saja berbalik, Willa berhenti sebentar. "Aduh, tapi pengin ngemil." Dia pun berbalik lagi.
Namun, ketika kembali menghadap warung Farhan tiba-tiba dia sudah disambut Wilson yang sudah berdiri tepat di depannya.
"Eh ayam!" Willa jadi latah ketika dihadapi dengan ekspresi serius Wilson seperti badut Pennywise dalam film IT.
"Lo ngapain ke sini malam-malam sendirian?" tanya Wilson tegas.
"Ya mau jajan." Masuk akal juga jawaban Willa.
Wilson hampir saja gede rasa atau geer, mengira Willa mengikutinya. Enak saja.
Namun, ketika melihat Padri and the gang dengan ekspresi sama seperti badut Pennywise, Willa jadi ragu untuk melangkah. "Wilson, beliin dong. Ragu ke sana."
Wilson menjawab tanpa beban, "Ya, tunggu." Dia kontan berjalan kembali ke warung Farhan dan mengeluarkan dompet.
Seketika Willa ingin jingkrak-jingkrak di tempat. "Yes bisa nabung buat novel lagi," katanya tanpa suara.
= Because I'm Fake Nerd! =
Awas terkesan matre lo Will🤣
KAMU SEDANG MEMBACA
Because I'm a Fake Nerd!
Novela JuvenilWillana Miranika, si gadis halu yang suka baca buku. Minimal, sehari dia bisa membaca tiga buku sampai selesai. Kerjaannya halu dan selalu bilang, "Seandainya begini, seandainya begitu." Wilson Mardagasa wakil ketua OSIS yang sebentar lagi akan dica...