Willa kembali membaca buku sendiri, berkeliling perpustakaan sendiri, baca di kantin sendiri dalam dua mingguan ini.
Tidak ada lagi lelaki yang tiba-tiba masuk ke dalam kelasnya, meminta rekomendasi, menyindir, memberi kode, atau apa pun itu. Wilson menghilang.
Oh, jadi seperti ini lagi rasanya di-ghosting? Oh ya, Willa sudah menolak.
Willa menghela napas kasar ketika menyadari semua ini salahnya juga. Saking seringnya membaca buku, masuk ke dunia fiksi, melupakan dunia dan realita, dia jadi lupa rasanya ditinggal setelah baper.
Baru kali ini Willa merasakannya lagi, galau gara-gara cowok lagi, ditinggalkan, dan dibiarkan mengemis... eh, tidak! Willa tidak akan mengemis lagi seperti gadis bodoh hanya kepada seorang lelaki tidak tahu diri yang menghilang begitu saja dan meninggalkannya sendiri.
Namun, bukannya wajar kalau Wilson pergi?
Bukahkah seharusnya Willa senang ketika Wilson pergi?
Oh, jadi begini rasanya 'suka' datang di waktu yang salah? Apakah Willa akan mengalami kejadian yang sama seperti Jo March pada buku Little Women?
"Bodo amat sama Wilson!" Willa menghentakkan buku yang dia baca.
Sontak Chelsea yang sedang berbicara dengan Gebi tergemap. Tumben sekali Willa meneriakkan nama Wilson. Biasanya terlihat tak peduli dan baik-baik saja.
"Lo kenapa Will?" Gebi bertanya, cemas.
Willa kontan sadar. "Gue teriak nyaring banget ya tadi?"
Chelsea dan Gebi saling melirik. Suara Willa tadi sangat nyaring, terdengar satu kelas, ditambah lagi dengan hentakkan buku yang membuat telinga sakit.
Willa meletakkan buku bersampul keras itu ke meja dengan emosi lagi. Masa bodoh dengan satu orang laki-laki wibu tak bersalah di kelas yang sedang memakan bekal sambil mendengarkan musik dengan tenang. Mungkin ketenangan itu sudah terenggut karena tingkah Willa.
Untung kelas hanya diisi oleh empat orang. Kalau tidak, mungkin Willa akan mendapatkan protes tak suka karena tingkah dadakannya. Willa, kan, selama ini dikenal pendiam dan punya dunia sendiri. Akan ada banyak orang yang terkejut, pastinya. Karena yang bisa melihat tingkah aneh dan penuh halusinasi ala Willa hanya orang-orang terdekat saja.
Gebi menahan tawa, hingga membentuk senyum di bibirnya. "Healah, jadian diem-diem, nih, lo?"
Willa terlihat makin sensitif. "Nggak mungkin, lah."
"Terus kenapa tadi ngomelin Wilson?" tenya Chelsea.
Willa menunjukkan wajah murung. "Nggak tau, deh, sebel." Gadis berpita biru malam itu kembali membuka bukunya dan membaca dengan tenang yang dipaksa.
Tenang, Willa, tenang, bujuk Willa dalam batinnya.
Baru saja, dia kembali terjun ke dalam dunia fiksi, tiba-tiba Tania masuk ke kelas dan duduk di bangku depan Willa dengan hentakkan tangan ke meja.
"Willa!"
Willa berdecak.
Gebi menarik bahu Tania untuk tidak mengganggu gadis kutu buku itu dulu. "Dia lagi nggak mood, awas dicakar."
Willa berdecak lagi dengan pandangan masih fokus ke buku.
"Tuh!"
Namun, Tania tetap tak peduli, dia lantas berkata, "Wilson jadi kandidat ketua OSIS tahun ini."
Willa mengendikkan bahu. "Dah tau," balasnya sambil mencengkeram buku yang dibaca, cukup kuat.
Pantesan ghosting, ternyata lagi sibuk OSIS. Willa manggut-manggut akan pemikirannya itu, dari luar terlihat seperti orang yang sedang berusaha memahami makna dalam buku.
"Gue rencananya bakal gabung OSIS juga di tahun ini, btw," ungkap Tania, "doain gue lolos seleksi."
"Terus?"
"Lo, kan, nggak mau Wilson. Gue maju, lah," kata Tania dengan sangat bersemangat.
= Because I'm Fake Nerd! =
KAMU SEDANG MEMBACA
Because I'm a Fake Nerd!
Ficção AdolescenteWillana Miranika, si gadis halu yang suka baca buku. Minimal, sehari dia bisa membaca tiga buku sampai selesai. Kerjaannya halu dan selalu bilang, "Seandainya begini, seandainya begitu." Wilson Mardagasa wakil ketua OSIS yang sebentar lagi akan dica...