"Wilson kepilih jadi ketos!" Tania masuk ke dalam kelas dengan kehebohan memekakan telinga. Tangannya sontak menepuk meja di hadapan Willa. "Woi, Wilson jadi ketos!"
"Wah beneran?" Hanya Gebi yang merespons, jangan harap dua orang yang asik dengan dunia sendiri di belakangnya juga ikut. Dia melirik ke Chelsea dan Willa yang tampak tak peduli.
Willa tetap membaca, apa pun keadaannya. Tak ada yang jauh lebih asik baginya ketika sudah masuk ke dalam dimensi dunia fiksi. Rasanya seperti keliling dunia.
"Will!" Tania duduk di bangku depan Willa sambil memutar diri ke belakang. "Masa lo biasa aja gitu, sih?"
"Katanya sahabat, kok kayak nggak ada dukungan, nih?" Gebi ikut berkomentar.
Tania manggut-manggut. "Wilson tadi keliatan seneng banget, tuh, kepilih. Selisih satu suara aja sama Nadea."
Willa melirik sebentar dua teman hebohnya itu. "Dah ketebak, sih, kalau dia bakal menang. Dari kemarin udah banyak petunjuk."
"Healah, skill nebak-nebak alur di dalam buku pun dia pake di dunia nyata." Gebi memutar bola mata. "Lo udah baca sampe halaman berapa Will?"
"Sampe di halaman 367."
"Tadi pagi padahal baru baca?" Tania ikut bertanya.
Willa hanya berdeham. Seketika pikirannya mengajak untuk berdebat. Apa yang Tania lakukan selama bergabung dengan OSIS? Apakah yang dia bilang ingin merebut Wilson itu benar adanya?
Willa menutup bukunya sementara. "Lo gimana Tan? Udah otw deketin Wilson?"
Tania tersenyum merekah. "Udah, dong. Gampang aja ternyata."
Tenang Willa, tenang.
"Jadi... apa responsnya?"
Tania mengeluarkan ponselnya dan memperlihatkan game yang sering dia mainkan. "Nanti malam mau ma-bar."
Willa mengernyit. "Maksud?"
Gebi sok berdeham untuk memecahkan suasana. Pura-pura menarik tangan Chelsea yang asik mengerjakan tugas kemarin yang harusnya dikumpul dua minggu lagi.
"Apaan, sih?" Chelsea menghempas tangan Gebi. Alhasil keseriusan Willa dan Tania yang sedang berapi-api itu seketika padam.
"Ah, ni anak berdua!" Tania kontan menarik kursinya untuk duduk di sebelah Willa agar tak terhalangi dua tangan temannya saat berbicara. "Gue otw jadi gebetan Wilson yang baru. Soalnya kami udah rajin main game bareng. Ntar malem juga, main lagi."
Willa menaikkan sebelah alis dengan senyum dibuat-buat. "Sorry, gue nggak panas. Siap-siap aja lo sakit hati gara-gara dia harus sibuk sama OSIS."
Gadis itu berdiri, hendak membawa bukunya menuju bangku depan kelas. Lebih baik membaca di sana. Di sini terasa panas. Bohong saja tadi Willa. Baru disinggung soal Wilson sedikit saja, rasanya dia ingin menyelesaikan ini ala rimba Afrika. Ya, menjadi singa yang menerkam mangsa.
Tania tetap tersenyum meremehkan. "Lah, kan, gue sekertarisnya."
Gebi dan Chelsea hanya mampu diam. Dari tatapan beraninya, Tania jelas tidak berbohong hanya untuk memanas-manasi Willa. Tania benar-benar serius? Selama ini mereka pikir hanya bercanda.
Willa pun berhenti melangkah. "Baguslah, good luck."
Tania diam. Bukannya senang karena menang, dia jadi merasa kesal dengan sikap Willa yang tidak peduli.
Padahal, jauh di dalam batin Willa sudah seperti gunung meletus.
= Because I'm Fake Nerd! =
Yah, cerita ini adalah persaingan orang-orang yang diluarnya keliatan datar, di dalamnya hueeeeboh jedag-jedug🤣
KAMU SEDANG MEMBACA
Because I'm a Fake Nerd!
Ficção AdolescenteWillana Miranika, si gadis halu yang suka baca buku. Minimal, sehari dia bisa membaca tiga buku sampai selesai. Kerjaannya halu dan selalu bilang, "Seandainya begini, seandainya begitu." Wilson Mardagasa wakil ketua OSIS yang sebentar lagi akan dica...