29 - Sempat Pinjam

437 116 28
                                    

Hari ini adalah hari di mana Wilson dan anggota OSIS lainnya dilantik. Seandainya di upacara Willa bisa membawa buku, mungkin akan dia bawa. Namun, upacara tentunya tak bisa macam-macam. Siswa dituntut berdiri tegak, khidmat, dan mendengarkan amanat. Willa tak bisa mencuri kesempatan.

Untuk menghindari perasaannya yang semakin aneh-aneh padahal Wilson sudah menegaskan bahwa mereka sekarang berteman saja, maka Willa memilih untuk berdiri di barisan paling belakang.

Dia sibuk berkhayal memikirkan teori-teori dan menebak alur terakhir dari novel yang dia baca, yaitu novel berjudul "Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin" karya Tere Liye.

Waktu pun berlalu, ketika pikiran Willa sudah diambil alih oleh imajinasi. Tahu-tahu tepukan tangan riuh terdengar, menandakan Wilson dan sekelompok anggota OSIS telah dilantik.

Upacara selesai. Banyak siswa yang mengeluh karena cuaca pada upacara hari ini cukup panas, ditambah lagi dengan sesi pelantikan anggota OSIS. Habis sudah tenaga mereka. Mana sehabis ini disambut matematika. Selamat datang ke dunia durjana, kata mereka.

Willa pun sama. Namun, imajinasinya cukup membantu di masa seperti ini. Mood-nya tidak hancur hanya karena lama berdiri. Dengan cepat dia meraih novel dari laci dan membacanya.

"Gue mau ke perpus bentar!" izin Willa tiba-tiba pada kedua temannya, Gebi dan Chelsea.

Gadis itu cepat berlari ke perpustakaan untuk meminjam buku baru. Masalahnya, satu novel ini hanya tertinggal lima lembar lagi.

Willa berdiri di depan meja penjaga perpustakaan. "Bu, Bu, saran novel...."

"Willa!" Panggilan seorang lelaki menghentaknya. Willa menoleh cepat. "Eh, iya beneran Willa!"

Willa mengernyit. Apa maksudnya ini? Willa mundur selangkah dan melirik ke rak buku-buku pelajaran kelas 10. Di sana, dia melihat sekelompok anggota OSIS sedang berbincang di meja tengah rak-rak itu.

Ada Wilson juga.

Sial.

Willa sedang dalam tahap move on dan berusaha untuk mengikhlaskan pertemananya dengan Wilson juga. Eh, ternyata takdir Tuhan berkata lain.

"Cari di rak fiksi aja Will, uber-uber aja raknya. Kayak biasa. Tumbenan minta rekomen sama Ibu." Suara Bu Nurul mengalihkan perhatian Willa.

"Saya mau pinjem buku Ibu pribadi aja. Novel-novel punya Ibu, bukan punya sekolah. Ibu penggemar beratnya Pak Tere Liye, kan?"

Bu Nurul mengerucutkan bibir. Willa memang maniak buku segitunya. Merasa tak puas dengan isi perpustakaan sebesar ini. Wanita berkerudung merah muda itu pun memberikan novel yang sengaja dia bawa ke sekolah berjudul "Hujan" karya Tere Liye.

"Makasih Bu!" Willa kontan meraih novel itu dan membawanya melangkah pergi.

"Eh Willa! Sini dulu bentar, ah, elah!" Panggilan menganggu itu menghentikan langkah Willa tepat di depan pintu. Willa melirik ke arah kumpulan anggota OSIS itu pelan-pelan.

Pandangan matanya bertumbuk dengan Wilson.

Tuhan, bisakah Engkau turunkan hujan dengan petir? Willa sudah ketar-ketir.

Tahu-tahu Tania datang dan merangkul Willa yang membeku. "Masa nggak ngucapin congrats ke Wilson?"

Beberapa anggota OSIS jadi mendatangi dirinya. Haduh, ini masalah besar bagi Willa. Sudah begitu, si Gardi yang sudah turun jabatan itu pun ada di sana. Selesai Willa. Padahal dia sangat muak dengan wajah lelaki pongah itu.

"Kalian kok kumpul di sini?" Willa mengabaikan ucapan Tania yang sepertinya bisa memunculkan konflik baru.

"Oh, biasa, ngadem. Di ruang OSIS nggak ada AC soalnya," jawab Surya sambil sesekali menyenggol lengan Wilson.

"Bukannya kelas lo jadwalnya matematika ya Will?" Wilson bersuara. "Tania, lo juga balik aja, udah."

"Mager. Mau rapat aja," bantah Tania.

"Udah selesai, balik!" titah Gardi.

"Gue... mau balik ke kelas!" Dengan singap Willa melepas rangkulan Tania. Namun, gadis berambut pendek itu tetap menahannya lagi.

Beberapa anggota OSIS lainnya pergi dari perpustakaan, meninggalkan Tania yang masih merangkul Willa. Wilson pun ikut beranjak.

Setelah lelaki itu pergi, barulah Tania melepas rangkulannya, kontan berlari meninggalkan Willa ke kelas dengan ejekan dan tertawa ria.

Ketika Willa melangkah keluar, tiba-tiba dia berpapasan dengan Wilson yang kembali ingin masuk ke perpustakaan.

"Willa, temenin gue pinjam buku!" Wilson menyergah.

Aduh, Wilson!!! maki Willa dalam hati.

"Lo kenapa tiba-tiba jadi suka buku, dah?" Willa bertanya cepat, sembari melirik ke kelasnya. "Lo ketos, seharusnya contohin yang bener. Masuk kelas cepat. Masa masih ngeluyur cuma buat buku."

Wilson langsung merebut buku dari genggaman Willa. "Ya udah, gue pinjem ini aja," tandasnya lalu berjalan pergi.

Dia menoleh sebentar. "Nanti di rumah gue balikin."

Yah, mereka berarti akan bertemu lagi. Selesailah perasaan Willa.

= Because I'm Fake Nerd! =

Aku nggak menyiksa Willa pakai kekerasan dalam cerita, tapi aku menyiksa Willa melalui perasaan.

Ah, azeque. Cocok ni quotes eaaak-nya kalau diucapin Wilson.

Eh btw. Jangan sider ya sob. Vote atau komentar jangan lupa. Kalau lagi offline, klik aja bintangnya. Entar tetap masuk.

Jumpa lagi!

Because I'm a Fake Nerd! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang