23 - Pemilihan Ketos

463 110 5
                                    

Pemilihan ketua OSIS kali ini dilaksanakan dengan sistem seperti pemilu. Sekolah akan menyiapkan bilik suara, kotak suara, tinta dan alat pencoblosan. Sebelum mencoblos, ratusan siswa akan mengantre untuk mendapatkan surat suara yang berisi foto kandidat.

Mereka suka pemilihan ketua OSIS seperti ini, rasanya menyenangkan karena jamkos seharian.

Seperti biasa, Willa membawa buku kecil cadangannya untuk membaca di tengah keramaian. Dia adalah kebalikan anak-anak lain. Kalau mereka suka jamkos seharian, Willa tidak. Dia lebih suka jam sekolah biasa. Di sela-sela waktu, dia bisa mencuri waktu membaca saat guru mengajar dan hanya ada satu suara yang menganggu.

Kalau begini, rasanya telinganya ingin dicopot sebentar seperti Mr. Potato dalam film animasi Toy Story. Ramai sekali. Belum lagi dengan suara anak laki-laki yang bersahutan dari tempat pemungutan suara satu sampai ke empat.

"Lo pilih siapa Will?" Chelsea yang duduk di samping kanan bangku Willa. "Ada tiga kandidat ketua sama wakil. Satu Johri sama Andre, dua Wilson sama Ferdinand, tiga Nadea sama Kifli."

Willa menurunkan bukunya. "Apa aja."

Gebi yang duduk di bangku belakang Willa kontan menyeletuk, "Ya Allah, anak ini."

"Apaan?"

"Pake nanya lagi." Gebi memutar bola mata. "Lo milih siapa? Ya kali golput."

"Mungkin."

"Nggak milih Wilson?" tanya Chelsea.

Willa mengerjapkan mata. "Oh iya, tu anak juga kandidat ya. Ya udah, gue pilih dia."

"Yakin?" goda Gebi sambil menyipitkan mata.

"Yakin. Kan, udah gue tolak juga. Aman," balas Willa santai seolah tak ada badai perasaan yang menerpa.

Perihal Wilson, Willa selalu pusing untuk membahasnya. Kebanyakan berdebat dengan pikiran sendiri. Kadang menyesal menolak, kadang suka sampai kepikiran semalaman, kadang berharap Wilson memberikan kesempatan lagi, kadang tak mau berpacaran, dan kadang ingin memusnahkan Wilson saja dari dunia biar lega. Macam-macam. Willa sampai bingung sendiri maunya apa.

Tiba-tiba nama Willa dipanggil oleh petugas OSIS.

"Loh, kok, nama gue dipanggil duluan daripada nama lo berdua?" Willa bertanya, tanpa sadar keadaan.

Kedua teman kelasnya itu menunjukkan jari yang sudah dicelupkan ke tinta. "Loh, kami udah! Lo aja yang nggak nyadar."

Willa terkekeh. "Oh iya? Ya udah, tungguin gue."

"Iya, cepetan!" Gebi mengingatkan.

Willa menerima surat suara dari petugas OSIS dan berdiri di belakang bilik suara. Dia bilang sebelumnya akan memilih Wilson.

Ya, memilih Wilson.

Namun, kalau dia memilih Wilson, bagaimana jika Wilson yang menang karena selisih satu suara, dan suara terakhir itu adalah suara Willa?

Jika Wilson menjadi ketua OSIS, itu artinya mereka harus menjaga jarak.

"Tapi, bukannya bagus kalau Wilson jadi nggak deket-deket lagi sama gue selama di sekolah?" Willa manggut-manggut mendengar dugaannya sendiri. "Ya udah, Wilson aja," tambahnya saat bergumam. Tangannya pun mencoblos surat suara tepat di wajah Wilson.

Willa puas. Rasanya seperti memusnahkan Wilson dari dunia. Hidupnya akan tentram jika Wilson sibuk dengan OSIS. Willa juga tidak akan menyesal dengan penolakan akhir-akhir ini. Jika tak didekati Wilson, perasaan Willa akan hilang sendiri seiring dengan bantuan tokoh-tokoh fiksi baru yang bermunculan dari buku yang dia baca.

Selesai mencoblos, Willa melipat surat suara dan memasukkannya ke kotak suara. Setelah itu, dia tanda tangan, lalu mencelupkan jarinya ke tinta.

Willa kembali ke kedua temannya. "Ayo ke kelas! Gue mau ngadem."

"Lo beneran milih Wilson?"

"Iyalah, sahabat sendiri masa nggak didukung."

Haha, sahabat.

= Because I'm Fake Nerd! =

Because I'm a Fake Nerd!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang