07 - Seandainya

755 139 54
                                    

Willa meletakkan novelnya di atas meja. Matanya terus tertuju pada susunan kata di sana, sementara tangan kanannya sibuk meraih toples camilan di sebelah. Ekspresinya berubah seiring dengan kalimat dalam buku yang hampir mencapai klimaks cerita.

"Tuh, kan, gue tebak apa kemaren, plot twist!" seru Willa pada dirinya sendiri sambil menunjuk novel tersebut. Tak sadar, siku sebelah kanannya menyenggol toples camilan. "Oh no, no!" Refleks Willa menangkap toples itu dengan cepat.

Willa berhasil meraihnya. Namun, seluruh biskuit dalam toples itu terjatuh ke lantai karena tutupnya sejak tadi memang sudah terbuka.

Gadis dengan rambut yang dicepol satu itu menghela napas gusar. Dia memunguti satu per satu biskuit, lalu memasukkan kembali ke toples. "Belom lima menit." Dia meraih satu biskuit dah memakannya sambil sambung membaca.

Novel yang dibacanya kali adalah novel karya Agatha Christie berjudul 'Malam Tanpa Akhir'. Dia baru saja meminjamnya dari perpustakaan tadi siang dan membacanya hingga malam.

Kali ini, tepat pada jam dua belas malam, Willa masih duduk di meja belajarnya untuk menyelesaikan misi membaca. Sesuka itu dia membaca. Baginya, membaca adalah salah satu cara untuk melepas beban pikiran. Jika raga tidak bisa terbang keliling dunia, maka otak bisa. Ya, dengan imajinasi.

Willa sudah tahu rasanya menjadi seorang putri, seorang perempuan kaya yang dikejar banyak lelaki, seseorang yang diculik, seseorang yang tinggal di tahun sembilan puluhan, dan masih banyak lagi. Semua itu dia dapat hanya dengan membaca buku.

Sudah ada tiga buku yang dia baca hari ini. Buku tentang bahasa, novel Galaksi karya Poppi Pertiwi, dan terakhir, novel karya Agatha Christie berjudul Endless Night atau berjudul Malam Tanpa Akhir dalam novel terjemahannya.

Selesai membaca novel tersebut, Willa dapat bernapas lega. Walau ending-nya tak sesuai dengan harapan, tetapi Willa suka. Baginya, cerita yang berakhir di luar dugaan apalagi sampai menyisakan sebuah pertanyaan itu mendapat poin lebih tersendiri.

Willa lega sudah mengerahkan diri untuk membaca tiga buku sehari.

"Sip, marathon baca novel Agatha Christie sama Poppi Pertiwi udah. Besok baca bukunya RL Stine kalau ada. Rasanya lagi pengin keliling dunia. Pokoknya, bagian rak buku fiksi terjemahan mau gue bongkar."

Willa meraih toples camilan dan memeluknya, lanjut makan satu per satu biskuit. Matanya menatap ke luar jendela kamar. Malam ini sedang purnama.

Purnama mengingatkan dia dengan novel Twilight karya Stephenie Meyer. Dan Twilight mengingatkan dia dengan vampir atau srigala di sinetron yang berjudul 'Ganteng-Ganteng Srigala'.

Willa tersenyum.

"Ada nggak ya yang berubah jadi serigala malam ini?"

Willa mulai berkhayal lagi, terlibat dalam percintaan dengan vampir yang membuatnya harus bimbang antara tetap menjadi kaum manusia atau bergabung dengan kaum vampir yang tidak akan mati. "Asik kayaknya kalau jadi tokoh utama. Seandainya...."

Baiklah, kata-kata kebanggaan Willa itu mulai keluar.

"Seandainya gue jadi tokoh utama yang direbut kaum vampir, kayaknya asik." Willa mengerjapkan mata. "Eh, jangan sampe kenyataan!"

Gadis itu kontan menepuk dahinya berkali-kali. "Jangan sampe, jangan sampe. Kalau gue ngomong seandainya bukan berarti mau beneran. Cuma niatan ngayal aja. Seandainya doang, gitu loh. Jangan sampe kejadian, pokoknya. Astaghfirullah. Nggak mau kelibat peperangan vampir yang bikin mual. Jangan sampe kasus ini kejadian kayak kasusnya Wilson."

Willa sadar, lagi-lagi dia kepikiran tingkah Wilson kemarin yang tiba-tiba mendatanginya di kelas padahal mereka belum pernah terlihat berinteraksi sebelumnya di sekolah. Modusnya terlalu kelihatan, sok-sokan meminta rekomendasi buku padahal Wilson adalah orang yang tidak terlalu suka membaca.

Sudah begitu, Wilson banyak sekali menyindirnya di ruangan itu. Berkali-kali sampai Willa merasa lebih baik dia keluar cepat, sebelum aksi lain Wilson diperlihatkan dengan jelas.

"Ah kampret Wilson! Kepikiran dia lagi, kan, gue. Mana semua buku yang gue pinjem udah dibaca lagi. Gue butuh cerita Wattpad!" Willa membaringkan dirinya di kasur dan menyalakan ponselnya yang seharian sudah diabaikan.

Willa berhenti dari ponsel sebentar. "Eh tapi, dia emang mau modus atau beneran mau minjam buku ya? Jangan sampe gue kegeeran, nanti nanges."

= Because I'm Fake Nerd! =

Kalimat kebanggaannya Willa check.

"Seandainya gue...."

"...kayaknya asik."

"Nanti nanges."

Iya, si Willa juga kebanyakan nonton kontennya Kemal Palevi wkwk. Makanya selalu negur diri, "Nanti nangesss." Dia bilang E-nya (nanges) terlalu kentara, bukan I (nangis) lagi udah.

Tinggalkan vote dan komentar ya, nanti kena karma di-read doang loh, wkwk. Aku terbuka ae. Mau kalian spam vote juga gas aja. Kalau baca offline, vote aja juga, masuk kok. Terima kasih.

Because I'm a Fake Nerd! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang