12. Please, Forgive Me

285 47 9
                                    

Satria gelisah. Kali ini Aria terlalu lama menghukumnya. Semakin hari, gadis itu makin menjauh membuat Satria merasa sangat kehilangan.

Tawa itu, rengekan manja, wajah yang sadis tapi manis milik Aria seolah menjadi candu. Hari ini ia belum mendapatkan kata maaf. Masih menghindar dan tak mau didekati.

Karena rindu yang teramat, ia pergi ke apartemen Aria malam ini. Tanpa memikirkan penolakan yang mungkin akan ia terima kembali.

"Satria? tumben?" Hanna membukakan pintu. "Aria baru aja pergi. Nggak ngabarin?"

"Pergi, Tan? sama siapa?"

"Ega kayaknya. Turun ke bawah sendiri tadi."

Satria mengangguk-angguk.

"Masuk dulu yuk. Ada cheese cake," tawar Hanna.

"Asyek."

Hanna membawa baki, dua slice kue lengkap dengan segelas orange juice tertata di atasnya.

"Makasih, Tan," sambut Satria.

"Sabar ya, Sat." Hanna memperhatikan Satria yang menikmati makanan favoritnya.

"Sabar kenapa, Tan?"

"Masih marah, kan anaknya? Kamu tau sendiri wataknya gimana."

Satria meneguk jus jeruk, kemudian lanjut mencuil kue. "Tenang aja, Tan. Satria, kan pawangnya."

Hanna tersenyum. "Kamu tau nggak, alasan dia berlama-lama diemin kamu?"

Setelah meletakkan piring, Satria mendesau seraya menggeleng. "Satria emang udah keterlaluan kali, Tan. Terlalu banyak ngatur."

Wanita itu menggeleng. "Aria nggak mau repotin kamu. Dia mau belajar mandiri, biar kamu juga bisa nikmatin hidup kamu. Si Murni yang cerita."

"Hah? bisa-bisanya Aria mikir kayak gitu."

"Bagus dong. Biar nggak manja lagi. Jadi kamu bisa cari pacar, main sama temen kamu." Hanna mendesah. "Lagian kamu bakal pergi, kan habis lulusan nanti."

Satria tertegun. "Tan-"

"Bunda kamu udah cerita. Kakek kamu minta kamu pulang. Sampe ngancam mau hancurin bisnis kalian."

"Aria tau, Tan?"

Hanna menggeleng. "Tante takut dia nggak siap, Sat. Kamu gimana? beneran mau jadi ahli waris?"

"Satria ... belum tau, Tan. Tapi kasian bunda terus-terusan diteror." 

Tiba-tiba satria meraih dua tangan Hanna. "Tan, jangan kasih tau Aria dulu. Satria nggak mau dijauhin Aria terus."

"Kamu suka ... sama Aria?"

Satria menatap lekat, dengan wajah penuh ketulusan ia mengangguk. "Sangat. Satria sayang banget sama Aria."

Hanna mengusap lembut punggung Satria. "Aria tuh ngira, kamu cuma anggep dia adek." Ia tersenyum geli.

Satria mengusap ceruknya. "Satria mesti gimana, Tan? Serba salah jadinya."

"Kan cuma kamu yang bisa handle dia." Hanna mengacak pucuk rambut cowok yang sedang tersenyum lebar itu.

Setelah cukup lama mengobrol, Satria pamit pulang. Ia cukup lega setelah banyak berbincang dengan Hanna. Apalagi setelah mendapat restu, ia makin percaya diri.

Ia tak mau menyia-nyiakan waktu lebih banyak lagi. Karena kita tidak tahu apa yang akan terjadi, bahkan sedetik yang akan datang.

Seperti sekarang. Saat tiba di lobi, Satria melihat Aria turun dari sebuah mobil yang sangat ia kenal. Ia harus bisa mengendalikan amarah, setidaknya untuk saat ini.

THE BODY(heart)GUARDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang