16. Another Heartbeat

154 42 13
                                    

"Satria!"

Ibu Pytha berseru dari dalam ruang guru ketika melihat cowok itu lewat.

"Kamu bisa kan, ikut olimpiade matematika?"

Satria mengusap tengkuknya. "Gimana ya, bu."

"Kenapa? Nilai kamu memang turun akhir-akhir ini. Tapi nggak masalah kok."

"Saya nggak siap, bu?"

"Kamu sedang ada masalah?"

Satria menggeleng. "Nggak bu. Saya takut ngecewain sekolah. Ibu pilih murid lain saja, ya."

"Ya sudah kalo gitu. Ibu nggak bisa maksa kamu." Guru cantik itu menepuk bahu Satria.

"Makasih, bu."

Keributan di samping gedung menarik atensi mereka. Satria dan Bu Pytha segera berlari menuju sumber huru-hara.

"Saya tau kamu anak pemilik sekolah, tapi tidak seharusnya melakukan hal negatif yang bisa mencoreng nama baik ayah kamu." Guru BK bernama pak Mahdi itu menunjuk-nunjuk wajah Noah.

"Ada apa ini, pak?" Bu Pytha menengahi.

"Ini ni, Bu. Si anak pemilik sekolah badung. Dia ngajak teman-teman yang lain ngerokok." Pak mahdi tetiba melunak dihadapan bu Pytha, beliau memang naksir pada guru cantik ini.

"Saya nggak ngajak pak, justru mereka-"

"Nggak usah menyangkal. Dimana rokok itu kamu simpan?!" Pak Mahdi memotong alibi Noah.

"Saya nggak ngrokok, mana mungkin saya nyimpen."

"Pak, Pak Mahdi jangan asal nuduh. Kita lihat CCTV dulu," usul bu Pytha.

"Periksa dia, pak." Satria menunjuk siswa dengan topi terbalik yang menunduk sedari tadi. "Buka celananya, sampe yang paling dalem."


Satria mengangsur minuman dingin pada Noah yang bersandar di bangku bawah pohon. Setelah melihat kebenaran CCTV, Pak Mahdi melepaskannya. Meski guru itu tak meminta maaf karena salah menduga. Begitu tak sukanya ia pada Noah, murid yang paling sering keluar masuk ruangannya sepanjang sejarah.

"Thank's"

Setelah menerima minuman kaleng, Noah hanya menaruh di samping.

"Kenapa?" tanya Satria, melihat temannya mengamati benda tabung itu.

"Ada yang lain nggak?"

"Apanya?"

"Minumannya. Jangan kaleng."

"Sebenernya kenapa sih, lo takut banget sama ni barang?"

"Gue—" Noah ragu melanjutkan. Ia menghela napas panjang dan berujar kembali. "Gue trauma."

Satria mengangkat kedua alisnya, menunggu penjelasan selanjutnya.

"Bibir gue robek gara-gara mainan kaleng minuman waktu umur lima tahun. Sampe sekarang ngeri gue minum pake benda tajem kayak gitu."

"Yaelah. Gue yakin, dulu itu karena lo begonya kebangeten. Ni coba lagi!"

"Bangke. Nggak nggak nggak." Noah menyilang tangan di wajah ketika Satria menyodorkan kaleng itu.

"Yaudah, beli sendiri!"

Mendengar desahan Noah, Satria urung meledek lagi. Duduk menyandingnya.

"Kenapa tadi? nggak biasanya Noah ikut campur urusan orang."

"Main palak mereka. Gue mau bantu malah ketahuan ada putung rokok. Pak Mahdi pasti lah nyalahin gue. Langganan bikin onar dari dulu." Noah tersenyum miring.

THE BODY(heart)GUARDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang