29. Reason

115 23 0
                                    

Perlahan Aria membuka mata. Pandangan buram membuatnya berkedip berkali-kali. Melihat sisi kanan, mendapati kepala seseorang di tepi ranjang. 

Tangannya terasa lembab oleh keringat, entah berapa lama tergenggam oleh sosok itu. Ingin menarik perlahan, namun malah membuat lelaki itu tersadar. 

"Ar, kamu udah bangun? ada yang sakit? sebelah mana? Kamu—" Satria masih setengah membuka mata saat mencecar pertanyaan, karena teramat khawatir.

"Aku nggak pa-pa." Aria menjeda, berusaha menyuguhkan senyum agar membuat cowok itu sedikit tenang.

"Mau makan? pasti kamu laper, dari kemarin kamu nggak bangun."

"Kemarin?"

Satria mengangguk, membantu Aria menegakkan posisi ranjang lalu duduk di sebelahnya. "Siapa yang lakuin ini?"

"Sekarang jam berapa?" Aria mengalihkan topik.

Satria mengambil ponsel di atas nakas. "Baru jam 5 pagi."

"Mama?"

"Tante Hanna aku suruh pulang tadi malem sama bunda. Panik banget sampe lemes liat kondisi kamu. Bentar aku kabarin dulu kalo kamu udah bangun." Satria sembari mengetik pesan. "Kepala kamu tuh kebentur sampe berdarah, tapi kata dokter aman, nggak perlu dijahit juga."

Aria mengangguk-angguk. "Kamu belum pulang dari kemarin? kok masih pake seragam? kotor, ada noda darah juga tuh."

Satria mendengus. "Masih bisa gitu bahas baju?"

Aria melengos. Niat untuk menghindari penjelasan sepertinya disadari oleh Satria.

"Kenapa dia lakuin ini?" cecar cowok itu kembali.

"Siapa? Orang aku ngejar kucing kemarin. Kepleset terus kebentur."

"Aku udah cek hape kamu—"

"Jangan bilang mama," potong Aria spontan sambil menangkup bibir Satria dengan telapaknya.

Cowok itu meraih dan menggenggam tangannya. "Ceritain kejadian yang sebenernya. Nggak usah ada yang ditutupin."

"Aku juga nggak tau. Pas aku tanya alesan dia, tiba-tiba langsung main dorong. Trus kita berantem gitu aja."

"Aria bisa kalah?"

"Aku ...."

"Sengaja ngalah?"

Aria menunduk lunglai. "Aku nggak mau hubungan mama sama om Hendra sampe kena imbas."

Satria tersenyum, mendongakkan wajah pucat itu. "Sejak kapan Aria jadi dewasa gini?"

Aria menegakkan duduknya. "Kamu inget, kan, waktu mantan pacar mama hampir nyakitin aku? Mama sampe bersumpah nggak bakal pacaran lagi seumur hidup."

"Tapi nggak kebukti, kan?"

Aria memukul lengan tangan Satria. "Tapi kalo sampe hal ini bikin mama kecewa, trus ninggalin om Hendra gimana? Kamu bilang sendiri, mama lagi bahagia-bahagianya sekarang."

"Iya juga sih. Tapi Olla udah keterlaluan. Aku nggak bisa diem kalo sampe dia nyakitin kamu lagi."

"I know." Aria menggenggam kembali tangan sang kekasih. "Aku bakal bicara baik-baik sama dia."

"Aria? ngomong baik-baik? bisa? setelah disakitin kayak gini?" Satria terlihat meragukan keputusan itu. 

"Demi mama."

.

.

.

"Yakin? nggak ada yang mau lo ceritain sama gue?" Ega beringsut mendekati Aria yang asyik memainkan game di ponsel. 

THE BODY(heart)GUARDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang