11. Worry

171 40 10
                                    

"Ngapain?" Aria dikejutkan oleh kedatangan Noah pagi ini.

"Jemput." Senyum khas terpampang di wajahnya.

"Aria bareng gue." Satria tiba-tiba saja terlihat berjalan mendekat dari ujung lorong.

Gadis itu menatap sekilas, lalu melengos berteman wajah juteknya.

"Bentar gue ambil tas." Aria kembali menutup pintu. Semoga saja tidak ada perang dunia di luar sana.

"Siapa?" Hanna bertanya dari arah dapur.

"Noah—" Aria terdiam sejenak. "Sama Satria."

Hanna mengulum senyumnya, menutup bibir dengan punggung tangan.

"Tiati, jangan salah pilih," sindir wanita itu.

"Mama apaan sih. Bukannya ngasih solusi."

Hanna mendekati anak gadisnya yang sedang merapikan isi tas. "Kalo masalah hati, mama nggak bisa bilang banyak. Karena cuma diri kamu sendiri yang tau. Harus apa, gimana dan sama siapa. Asal tahu batasan aja." Ia mengelus sisi bahu Aria.

Sadar mamanya telah menghilang karena dirinya terlalu lama melamun, Aria bergegas berangkat tanpa berpamitan.

Dalam kesunyian, mereka bertiga masuk lift untuk turun ke basement. Saat sampai di area parkir, Aria mengekor menuju mobil Noah. Yang artinya, secara tidak langsung menolak ajakan Satria. Bahkan tampak acuh ketika cowok itu beberapa kali memanggil.


"Kalo boleh tau, lo kenapa marah sama Satria?" Tanya Noah disela kemudinya. Karena tak ada sahutan selama beberapa detik, ia mengimbuhkan, "nggak usah jawab kalo nggak mau."

"Sori, Noy. Gue sendiri juga bingung. Kenapa masih aja jengkel sama dia."

Noah mengangguk-angguk. "Bukan karena gue, kan?"

"Ge-er, lo."

Celetukan Aria membuat Noah tergelak. "Oiya, gimana tawaran gue kemarin? Mau? Nyoba?"

"Ha? nyoba?"

"Nyoba temenan dulu deh, biar saling kenal." Senyum tak pernah surut di wajah Noah, sambil sesekali melirik ke sebelah.

"Hati bukan buat dicoba, Noy. Ternyata lo sama aja, ya sama Satria." Tiba-tiba Aria gusar.

"Tunggu tunggu. Sama gimana maksud lo? Satria nembak lo juga?" Noah membelalak.

"Eng-gak." Aria membuang muka, merutuki diri sendiri karena keceplosan. Noah memang tidak bodoh, sangat tepat mengartikan kalimatnya.

"Lo tolak dia, kan?" 

Sungguh pertanyaan itu terdengar menyakitkan bagi Aria.

"Gue tau. Lo tolak dia, makanya lo ngindarin dia kayak gini." Noah tak henti mencecar. Melihat Aria membisu, ia merasa tak enak hati. "Sori."


Mobil Noah dan Satria datang hampir bersamaan. Melihat Satria terus menerus melihat ke arah Aria, membuat Noah memiliki ide cemerlang, setidaknya begitu menurutnya.

Noah meraih jemari Aria, menggenggamnya dan mengajak berjalan beriringan. "Lo diem aja. Gue pengen bikin panas Satria." Bisiknya di telinga gadis itu. 

Aria pun pasrah. Sebenarnya ia pun ingin mengetahui reaksi cowok itu. Mereka hanya bertemu pandang, saling menatap tajam. Sekilas Aria melihat cahaya di mata Satria, sampai lelaki itu mempercepat langkah untuk menjauh. 

Semarah apa Satria hingga softlense tak mampu menutupi sorot asli matanya?

Noah mendapati Aria belum juga mengalihkan pandangannya pada sosok satria yang telah menghilang. Sepertinya ia menyadari sesuatu kali ini.

THE BODY(heart)GUARDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang