Ketukan pintu berbuah munculnya seorang wanita membuat lelaki di balik meja mengalihkan atensi dari laptopnya.
"I'm sorry," guman wanita dengan dress berwarna nude itu.
Jarak pintu dan meja memang lebih dari lima langkah, tapi bahasa bibir terlihat jelas sehingga lelaki itu langsung bisa memahami.
Lelaki bernama Hendra itu tersenyum, lalu menjemput Hanna di ambang pintu.
"Me too."
Pelukan mesra serta simpul senyum menandakan perdamaian antara insan yang sedang jatuh cinta. Nasib serta takdir pilu masa lalu yang hampir senada, ternyata mampu menyatukan hati mereka, setahun belakangan ini.
"Aria liat kita berantem."
Hendra membelalak. "Tadi pagi?" Mengurai peluk tanpa melepas lingkar tangan.
"Iya. Anaknya barusan minta maaf ke aku, kayak ngrasa bersalah banget. Katanya, yang penting mamanya bahagia."
"Kamu yakin Aria nggak pa-pa?"
"Olla ternyata temen SMP Ega. Jadi, Ega itu satu-satunya cewek di sekolah yang bisa deket sama Aria."
Hendra menggiring menuju sofa di tengah ruang untuk melanjutkan obrolan. "Mau minum?"
Hanna menggeleng. "Kenyang minum gara-gara emosi."
Lelaki itu tersenyum lebar. "Makanya jangan buru-buru ngomel gitu." Hendra mencuil hidung bangir wanitanya. "Oiya, trus berarti mereka bakal bisa temenan dong."
Hanna mengangguk. "Harusnya gitu. Susah deketin Aria. Jadi aku minta tolong sama kamu, sampein sama Olla biar mereka nggak selisih paham terus."
Hendra menyibak rambut yang hampir menutupi dahi Hanna. "Iya, aku bakal kasih pengertian sama Olla juga. Anaknya ... lumayan keras, hampir mirip Aria."
Hanna menghela napas. Kekhawatiran yang mereka rasa hampir sama. Karena untuk berkomitmen ke jenjang selanjutnya bukan lagi menjadi urusan dua orang saja, tetapi melibatkan ruang yang lebih luas. Yaitu, keluarga besar.
.
.
.
Suara drible bola basket sangat terdengar dari luar lapangan indoor sekolah. Jam terakhir yang kebetulan kosong, membuat Satria memilih keluar dari riuh kelas dan bersembunyi di sini.
Pemandangan itu memaksa langkah seseorang terhenti di depan pintu. Mata yang tak lepas mengunci tubuh lincah Satria, membuat cewek itu hampir tersandung saat hendak masuk.
Sekilas cowok itu menyadari kehadirannya, tapi tak mengubah fokus dan terus bermain.
Sampai akhirnya Bola memantul ke luar lapangan, menuju hadapan gadis itu. Satria mendekatinya untuk mengambil bola, memberi isyarat agar segera dilempar saja. Namun, gadis itu tak menggubris. Mendrible sendiri, lay up mendekati ring dan akhirnya memang berhasil masuk.
Senyum Gadis itu tak disambut sedikit pun oleh Satria, membuat ia terpaksa mendekat.
"Lo, Satria, kan? gue Olla." Olla mengulurkan tangan. Tatapan datar membuat Olla urung mengajak jabat tangan. Apalagi cowok itu malah melangkah ke luar ruang. "Hei, tunggu!" Olla memotong langkahnya.
"Maaf, aku ada urusan." Satria tampak terengah, menyibak rambut berantakan dari kening yang lembab.
Membuat Olla terpana sesaat. "Urusannya dilanjut nanti. Bisa, kan kenalan bentar?"
"Udah kenal, kan? Aku Satria dan kamu Olla." Satria mengambil sisi kanan cewek itu.
Tak menyerah begitu saja, Olla mengimbangi langkah satria. "Masak gitu doang? Siapa tau abis kenal jadi sayang."
KAMU SEDANG MEMBACA
THE BODY(heart)GUARD
Teen FictionAria adalah gadis mandiri dan kepala batu. Hidup dengan seorang ibu single parent memaksanya seperti itu. Lalu datang Satria, dengan kondisi keluarga yang hampir senada. Masing-masing melalui kehidupan yang tak sempurna. Membuat mereka saling meleng...