Gadis dengan surai tergerai duduk di tepi kolam air mancur. Ia lebih memilih sibuk dengan game di ponsel. Sesekali mengelus tumit yang memerah akibat high heels baru, pemberian sang mama. Hiruk pikuk di taman belakang sebuah rumah mewah berusaha ia abaikan.
Malam ini, Aria terpaksa menuruti kemauan Hanna. Datang ke rumah Hendra —pacar Hanna— untuk merayakan ulang tahun anak perempuannya. Setelah berbasa-basi memperkenalkan diri, Aria menyingkir.
Tak nyaman melihat beberapa pasang mata seolah mencemooh dalam hati. Atau mungkin hanya perasaan Aria saja? Daripada berperang menunggu kesabarannya habis, Ia memutuskan untuk menyerah dan menjauh dari keramaian.
Nama 'Mom' terpampang memanggil di layar, Aria mendesau sebelum mengangkatnya. "Ya, Mam."
"Kamu di mana? acara udah dimulai. Om Hendra nyariin kamu, Ar!"
"Aria ... di toilet Mam, sakit perut. Suruh om Hendra lanjut aja."
"Kamu nggak pa-pa, sayang?"
"Nggak mam, kebanyakan makan rujak."
"Yaudah habis ini mama ke situ."
"Hm."
Beberapa detik sambungan terputus, nama Satria muncul di layar.
"Ya, Sat."
"Gimana? lancar acaranya? mereka baik, kan sama kamu? kamu—"
"Satria ...," potong Aria dengan suara melemah, karena tiba-tiba perutnya benar-benar sakit. Keringat dingin pun mulai keluar.
"Kamu kenapa? aku kesitu sekarang!"
Nyeri di perutnya semakin menjadi, membuat Aria terduduk di tanah berumput. Ia berusaha mengatur napas, sepertinya asam lambungnya kambuh.
...
Satria bergegas menyela kerumunan. Mencari-cari Aria yang tak juga mengangkat telepon. Menghubungi Hanna, tapi nihil tak ada respon.
Lelaki itu menyusuri area belakang rumah, menilik setiap sudut. Akhirnya, desahan napas lega tercipta, ketika melihat Aria duduk bersila di balik kolam air mancur.
Perempuan itu tengah asyik bermain game, nampak sehat meski dengan wajah pucat serta lembap oleh keringat.
"Aria!" Satria berlari mendekat, jongkok di hadapan gadis itu.
"Eh, pacarku udah dateng. Tunggu bentar, nanggung nih lagi war." Tangan Aria sibuk memainkan layar. Satria seketika merengkuh.
"Sat, kenapa sih? sesek nih nggak bisa napas."
Melonggarkan pelukan, Satria menyibak gerai rambut di dahi Aria. "Kamu paling pinter bikin aku khawatir."
"CK. Kalah kan!" gerutu Aria.
"Kambuh, kan maag-nya. Udah nggak sakit?"
Gadis itu meringis seraya menggeleng.
"Aku bawa obat di mobil. Kita pulang aja."
Aria mengangguk senang. Bangkit, lalu berjalan dengan menjinjing sepatunya. Membuat Satria terheran.
"Kok ditenteng?"
"Lecet."
Cowok itu jongkok, menilik pangkal kaki. "Ya, ampun. Kenapa dipake kalo sempit?"
"Mama," ucapnya dengan logat manja seraya mencebik, bermaksud menyalahkan sang bunda.
Satria menekuk tubuhnya membelakangi Aria. "Naik."
"Ha? enggak ah. Banyak orang."
Membalikkan badan, lalu Satria menengadahkan tangan. "Mau aku bopong?"
KAMU SEDANG MEMBACA
THE BODY(heart)GUARD
Teen FictionAria adalah gadis mandiri dan kepala batu. Hidup dengan seorang ibu single parent memaksanya seperti itu. Lalu datang Satria, dengan kondisi keluarga yang hampir senada. Masing-masing melalui kehidupan yang tak sempurna. Membuat mereka saling meleng...