27. Way Home

96 30 8
                                    

Aria sedikit memperlambat langkah saat melihat Hendra berjalan menuju ke arahnya dari area parkir. Sudah terlambat untuk berbalik karena lelaki itu telah menyuguhkan senyum terlebih dahulu.

"Hai, Ar. Udah mau pulang?"

"Iya, Om. Jemput Olla, ya?" Aria berusaha berbasa-basi.

"Iya, mau bareng sekalian?"

"Enggak, Om." Satria menyahut dari belakang Aria. "Aria pulang sama saya."

"Ini ... ?" Hendra mengudarakan telunjuk ke arah Satria.

"Saya Satria, Om." Satria mengulurkan tangannya, Hendra menyambut dengan ramah.

"Ooo ... iya, Satria. Kita malah belum pernah kenalan langsung." Sejenak Hendra mengamati wajah Satria. "Pantes Hanna bilang kamu idola di sekolah." Lelaki itu tersenyum lebar.

"Iya dong, Pa. Nggak salah, kan kalo Olla ngidolain juga?" Olla yang baru datang menyahut dengan gaya manjanya. 

Raut Aria berubah seketika. "Permisi, Om. Saya duluan." Ia pergi begitu saja. Satria menyusul setelah berpamitan.

"Kalian belum baikan?" tanya Hendra kemudian.

"Wajib banget, ya?" ketus Olla.

Hendra menggeleng-geleng, mengamati punggung sang anak yang telah beranjak terlebih dahulu.

"Papa nunggu penjelasan kamu, tidur dimana semalem?" Hendra sesekali menatap sang putri disela kemudinya.

"Masih peduli sama Olla? Olla nggak bakal ngrepotin, jadi papa bisa fokus pacaran."

"Olla, papa mohon pengertian kamu. Papa serius sama tante Hanna. Sebelumnya kamu selalu dukung papa buat menikah, tapi kenapa sekarang—"

"Terserah papa kalo masih mau lanjutin. Tapi papa juga harus kasih kebebasan buat Olla."


Hendra sejenak membisu sesampai mereka di halaman rumah. Lalu bereaksi saat Olla hendak keluar mobil. "Tunggu! papa belum selesai bicara."

"Apalagi, Pa?!"

"Kasih papa satu alesan, kenapa kamu nggak suka tante Hanna."

Olla menelan saliva. "Karena Aria. Kenapa harus mamanya ARIA?!" Dengan tergesa ia turun dari mobil.

"Olla tunggu! apa maksud kamu?!"


Di dalam rumah, wanita dengan penampilan elegan menunggu di ruang tamu. Terlihat sedang membaca sebuah majalah desain interior.

Tersadar karena suara pintu terbuka, ia sigap berdiri untuk menyambut.

"Halo, Olla. Baru pulang?" sapa Hanna seramah mungkin.

Olla mengerutkan dahi. "Pa!!! lain kali kalo ada tamu suruh nunggu di luar aja!" 

Hendra yang menyusul dari belakang datang dengan gusar. "Olla! jaga sopan santun kamu!"

"Loh, papa nyalahin Olla? bukannya tamunya yang nggak punya sopan santun?"

Hendra hendak kembali menyahut berhasil diredam oleh Hanna. Gadis itu pergi setelah mendelik tajam ke arah mereka.

"Maaf, ya sayang." Wajah lelaki itu penuh penyesalan.

Hanna mengelus lengan tangan kekasihnya. "Aku yang salah. Harusnya nggak terlalu buru-buru."

"Apa salahnya kalo kita berencana menuju tahap selanjutnya? Nggak ada waktu buat main-main di usia kita, Han."

"Kita sama-sama punya latar belakang keluarga yang udah hancur, Hen. Untuk membangun kembali, tentu butuh kesabaran."

THE BODY(heart)GUARDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang