Aria mengendap, menilik bangku yang biasa ia tempati bersama Satria di taman belakang sekolah. Terlihat seseorang tidur dengan satu kaki di tekuk dan lengan tangan menutupi wajah, padahal Satria mengirim pesan akan telat datang karena ada urusan di ruang guru.
Cowok itu tersadar, bangkit dan duduk lalu fokus menatap Aria yang sedang terpaku. Kaki gadis itu tiba-tiba tak bisa bergerak.
"Sori, gue pinjem tempat lo bentar. Tadi telat masuk kelas."
Aria mengangguk. "Eng-nggak pa-pa. Gue-" Aria mengarah telunjuk ke arah gedung sekolah, bermaksud pergi.
"Nggak perlu." Sosok itu berdiri, menatap gadis yang fokus pada benda di atas bangku. "Oh, buat lo." Ia melangkah pergi melewati Aria.
"Elo—?"
Cowok itu berbalik. "Candra. Lo nggak kenal gue, tapi gue tau lo." Lalu ia kembali melangkah pergi.
Aria menatap punggung Candra beberapa saat, kemudian duduk sembari meraih susu kotak yang ditinggalkan.
"Woi! kesambet loh!" Noah tiba-tiba datang membuat Aria terperanjat. Ega mengekor di belakangnya.
"Tuh-tuh, elo yang naroh susu di laci Aria tiap hari, kan?!" tukas Ega, menunjuk kotak susu kemudian mengarah tepat di muka Noah.
"Apa sih!!" Noah menepis tangan Ega. Gadis itu duduk menyanding di sisi lain.
"Ni dari Nono, kan, Ar? Nono yang ngasih?" Ega mencecar bak detektif.
Aria menggeleng lemah. "Bukan."
"Jangan ngasal makanya! orang Aria beli sendiri. Iya, kan, Ar?"
Aria kembali menggeleng. Membuat Noah dan Ega saling memandang. "Noy, lo inget nggak pas dulu awal sekolah gue kabur dari lo, trus gue masuk warung? Lo bilang mereka yang di dalem anak geng motor. Siapa ketua gengnya?" ia memejam, berusaha mengingat-ingat.
"Candra?"
"Ah, iya." Aria melipat bibir setelah terperangah, mengangguk-angguk seraya membatin sesuatu.
"Dia yang ngasih susu ini?" Noah menunjuk benda di tangan Aria. "Pantesan gue papasan sama dia barusan."
"Candra ketua geng motor itu, No? sekelas sama lo nggak sih anaknya?" Ega nampak penasaran.
"Iya, jarang masuk dia dari kelas sepuluh. Ngalahin rekor gue. Pantesan ... makin sering nongol sekarang."
"Perasaan, gue nggak pernah liat dia di sekolah." Aria menggaruk sisi dahinya.
"Ya iyalah, lo cuma ngliatin Satria doang," cibir Ega. Wajah Noah nampak sekali kecewa.
"Eh, gimana lo sama Olla, udah nyampe mana?" tangan kiri Aria bersimpuh pada lengan Noah, membuat cowok itu gagap.
"Ha? eng-gue ... nggak-" Noah menggeser tubuh agar sedikit menjauh dari Aria, karena degup jantungnya mulai tidak normal. "Gue nggak ada apa-apa sama Olla," tegasnya kemudian.
"Iya-in aja, Ar. Ntar juga bakal bocor kabarnya." Ega menanggapi, mengedip pada Aria lalu menjulurkan lidah ke arah Noah. Ia berhasil menghindar kala sang kakak hendak menimpuk bahunya karena dihalangi oleh Aria.
"Resek Lo!" sewot Noah.
"Gue mancung kali," canda Ega.
"Itu pesek bego!" Noah berkali-kali menyerang, tapi Ega berhasil menjadikan Aria tameng, sehingga cowok itu tak sampai hati untuk mengenainya.
Aria terpingkal melihat tingkah dua bersaudara ini. "Udah-udah. Kita ngantin aja yok!" tawarnya menengahi.
"Kalian duluan." Noah mendapati ponsel yang berdering. Harus segera ia angkat karena nama 'Pak Daren', sang Ayah terlihat di layar. Melihat Aria dan Ega telah menjauh, cowok itu baru menekan tombol jawab.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE BODY(heart)GUARD
Teen FictionAria adalah gadis mandiri dan kepala batu. Hidup dengan seorang ibu single parent memaksanya seperti itu. Lalu datang Satria, dengan kondisi keluarga yang hampir senada. Masing-masing melalui kehidupan yang tak sempurna. Membuat mereka saling meleng...