21. Soreness

112 27 6
                                    

"Kenapa dia pindah ke sekolah Aria?!!"

Aria murka pada Hanna yang sedang bersantai membaca majalah di meja makan. Wanita itu terkesiap seketika.

"Mbak, ada apa kok pulang-pulang marah-marah gini?" Murni mendekat, meraih tas yang baru saja dibanting ke lantai.

"Mama sengaja, kan?!"

Hanna menghela napas. Sepertinya ia langsung tahu maksud Aria. Memutar badan dan mendapati kegusaran di wajah anaknya. "Mama nggak tau apa-apa soal itu, Ar."

"Bohong!!"

"Olla, kan? Mama cuma tau sebatas kepindahannya kesini, dan baru tau pagi ini ternyata masuk sekolah ke—"

"Udah, Mam! Aria capek." Aria mendengus kemudian berbalik pergi ke kamar.

"Mbak Aria kenapa to, Buk?" Murni penasaran, duduk di samping Hanna.

"Itu lho, si Olla anaknya Hendra. Dia ikut papanya sekarang."

"Memang sebelume tinggal sama siapa, buk?" 

"Neneknya."

"Ibu kandungnya ke mana memangnya buk?"

Hanna melotot menatap Murni yang terlampau penasaran. Membuat gadis itu menunduk sembari meringis.

"Maap buk. Murni, kan suka kepo. Kepalang tanggung pengen denger episode selanjutnya."

"Kamu kira lagi nonton drama?"

"Justru ini lebih seru dari drakor loh, Buk."

Hanna mendesah, terpancing dengan wajah antusias Murni. "Jadi mamanya Olla ninggalin dia pas masih bayi. Kalo Hendra cerita sih, mantan istrinya itu selingkuh. Trus kabur ke luar negeri. Karena Hendra harus berjuang dari nol, makanya anaknya dia titipin di rumah orang tuanya."

"Oalah, mesti selingkuhnya sama yang lebih kaya, bos-bos gitu."

"Ya ... emang gitu sih kalo Hendra cerita. Pinter nebak kamu, ya."

"Ilmu sinetron, Buk." Murni nyengir sembari menggaruk-garuk kepalanya. "Kok bisa hampir sama kayak cerita ibuk ya."

Hanna tersenyum, menepuk bahu Murni. "Itu yang bikin aku sama Hendra langgeng. Kami ngerasa senasib."

"Ibuk sabar aja. Murni yakin, mbak Aria pasti nanti juga bakal ngerti."

Hanna mengangguk. "Semoga."

Dari balik pintu kamar, Aria samar mendengar percakapan sang mama dan Murni. Ia menyender tubuhnya seraya memejam. Tak sanggup memikirkan kehadiran Olla yang sepertinya akan mengganggu kehidupannya.

.

.

.

Aria menyeret kaki dengan lunglai. Pagi ini, ia merasa sangat malas ke sekolah. Setelah keluar pintu lift menuju lobi apartemen, seketika langkahnya terhenti.

Terlihat Hanna dan Hendra bercengkerama dengan serius. Seperti sedang berselisih paham. Meski agak jauh, Aria masih bisa mendengar samar suara mereka.

Lama kelamaan, wajah murka Hanna makin nyata. Diikutin seruan kata 'cukup' yang kencang sebagai penutup percakapan.

Aria mundur, merapat ke sela lorong agar tak terlihat oleh Hanna yang sedang menuju lift. Kemudian, ia sedikit mengintip ke arah Hendra yang masih terpaku memandangi kepergian kekasihnya. 

Getar ponsel yang berisi pesan dari Satria membuatnya Aria beranjak, menuju basement untuk mencari mobil cowok itu.

"Tumben lama? bantuin mbak Murni nyiram bunga lagi?" Tanya Satria setelah pacarnya itu memasuki mobil.

THE BODY(heart)GUARDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang