46: Semestanya yang kejam

1.3K 176 79
                                    

"Jangan gini deh mainnya Hyun, aku nggak suka"

"Harusnya aku yang merajuk bukan kamu"

"Besok-besok jangan nyimpan rahasia sendirian lagi ya Hyun"

"Hyun, aku tidur ya. Ngantuk banget. Malam Hyunsuk"

"Minggu depan ada tanding basket, mereka nyuruh aku join grup Minggu depan gara lawannya anak yang biasa main di nasional Hyun"

"Hei masih belum mau nyapa aku ya?"

"Hmnn, imut"

"Hari ini Asahi bangun Hyun, kamu kapan mau nyusul buka mata juga?"

"Pagi kurcaci!"

"Ncuk tau nggak kayanya Jeongwoo sama Junghwan nyembunyiin sesuatu deh"

"Ncuk, kami menang tanding basketnya!"

"Hyun tiga hari lagi Yedam boleh keluar dari rumah sakit, ayo bangun biar bisa nyusul juga"

"Hyun ngaku!, Tadi aku main ke tempat Asahi, dia cerita katanya kamu nyimpan rahasia juga untuk aku, ayo dong kasih tahu rahasianya apa!"

"Hyun mereka jahat, katanya kamu nggak ada perkembangan..."

"Hyun aku mau bilang sesuatu, tapi kamu harus buka mata dulu"

"Ih hari ini ada tokoh es krim baru buka dekat taman rumah kamu Hyun!, Ada rasa choco mint juga, ayo bangun dan beli itu"

"Hyun"

"Hyun"

"Hyun"

"Hyunsuk!"

Jihoon menolehkan kepala ke kanannya ketika merasakan tepukan di pundak kanannya.

"Loh uwo?, Tumben kesini. Ada apa?" Tanya Jihoon kepada si adiknya yang kini terlihat kaku berdiri di sampingnya itu.

Menatap sendu, Jeongwoo menggerakkan telapak tangannya untuk mengusap punggung Jihoon, berusaha memberikan ketenangan pada pemuda itu.

"Bang sadar, kak Hyunsuk sudah meninggal tiga bulan lalu"

Jihoon terdiam di tempatnya, mulutnya sedikit menggantung—tampak linglung dengan suasana.

"Apaan sih dek, jangan ngaco ah!. Ini kan Hyunsuk. Diem! candaan Lo nggak lucu" ketus Jihoon sambil menatap tajam pemuda yang lebih muda darinya itu.

Gantian kini Jeongwoo yang tampak kaku di tempatnya, matanya mulai berkaca-kaca—menandakan air mata akan segera merembes dari pelupuk matanya.

Jeongwoo terlihat menyerah, ia tak tahu harus berujar apa lagi pada abangnya itu. Pemuda kelahiran September itu menggeleng lemah ketika melihat Junghwan yang berjalan ke arah keduanya. Siap menggantikan posisi Jeongwoo untuk saat ini.

"Bang Hoon ayo pulang" ajak Junghwan, "sebentar lagi Hujan, yang lain pada nyariin Lo bang"

Jihoon mengernyit tampak heran, tak memahami ucapan dua orang yang lebih muda darinya itu. Masih kesal dengan ucapan Jeongwoo beberapa detik lalu. Kenapa mereka harus mencari dia?, Kan mereka tahu sendiri jika Jihoon selalu bersama Hyunsuk.

Dengan segera Jihoon mengalihkan kepalanya ke kiri, tersentak kaget ketika melihat di depannya saat ini ternyata bukan tubuh Hyunsuk, tetapi sebuah gundukan tanah dengan kelopak bunga yang sudah melayu.

"Mana Hyunsuk?" Tanya Jihoon sambil menolehkan kepalanya, mencari sosok mungil yang biasanya belakangan ini serupa dengan pangeran tidur itu.

"Jeongu, Junghwan gue tanya mana Hyunsuk?" Ulang Jihoon masih menatap gundukan tanah itu.

"KENAPA KALIAN DIAM AJA?!, GUE TANYA MANA HYUNSUK?!" Maki Jihoon dengan air mata yang tanpa sadar merembes turun.

Pemuda itu merasakan lemas pada dengkulnya, membuatnya jatuh berlutut tepat di samping gundukan tanah itu.

Perlahan tangan gemetar itu menyentuh permukaan tanah—mengabaikan kotor jika ia melakukannya.

"Dimana Hyunsuk?, Kalian jahat" bisik Jihoon masih dengan tangis yang mulai pecah.

Dengan segera Jihoon berdiri, kembali menatap Jeongwoo yang juga sudah ikut menangis seperti dirinya, lalu menoleh menatap Junghwan yang sama terdiam nya.

"Ini pasti bohong kan?, Kalian pasti bersekongkol untuk membohongi ku, iya kan?. Kalian berhasil!, Jadi aku mohon tolong bawa Hyunsuk kesini" Jihoon menyatukan kedua telapak tangannya, siap melakukan apapun asal Hyunsuk nya dapat kembali.

Tapi keduanya hanya bisa membisu, yang bisa mereka lakukan hanya memandang penuh sendu pada Jihoon. Seakan meminta maaf karena tak dapat melakukan hal itu.

Jihoon diam, tangisnya tiba-tiba berhenti. Mata Junghwan dan Jeongwoo sama-sama melotot ketika Jihoon tanpa di duga berlutut di depan keduanya, menunduk dalam seakan sangat memohon.

Langsung saja Jeongwoo ikut berlutut, menyentuh tangan sang kakak.

"Bang tolong jangan gini, nanti kak Hyun juga bisa ikut sedih" ucap Jeongwoo yang berusaha menegarkan Jihoon.

Jihoon hanya bisa menggeleng, membiarkan bulir bening itu terus mengalir turun dari pelupuk mata hingga membasahi tengkuknya.

Dengan susah payah pemuda itu menegakkan kepalanya, lalu melihat ke arah gundukan tanah itu.

Merangkak untuk mendekati gundukan dengan nisan bertuliskan nama Hyunsuk disana.

Tangannya terangkat untuk memukul kubur Hyunsuk, berusaha mengacak-acak tanah nan lembab itu. Kata mereka Hyunsuk nya ada disana, tapi tetap saja ia tak percaya.

Tak ada lagi kata yang dapat menggambarkan keadaan Jihoon saat ini. Kacau. Hanya kata itu yang bisa mewakili Jihoon saat ini.

Jihoon menghela napas, lalu menunduk sambil menahan tangis. Menenggelamkan wajahnya di lipatan tangannya yang berada di atas kubur Hyunsuk.

"Kenapa semesta sangat jahat dengan kita Hyun?"












































TBC...

































Chap depan end...























































Paham kan seberapa cinta aku sama mereka🤧, sama kalian juga. Ini bentuk dari love language aku untuk kalian bund💎💙.

















































BTW, kalau chap sebelumnya spoiler masa depan book 'Orange', maka chap ini spoiler masa depan book aku yang 'Untuk Adek'.

Nanti malam kalau ngga ada perubahan, aku debutin book baru👍🏼.

Duh dilema sebenarnya milih yang mana:"), bedanya banding satu sih🌚. Nggak apa lah mau sepi atau nggak, tes karang aja dulu, eh tes ombak maksudnya.

Jangan kecewa..., Ntar book yang lain pasti punya waktu untuk debut juga kok✌🏼🤧.

See you next chap💎~

(21/09/2021)

TREASURE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang