Baru ketemu lagi? Iya, karena saya pikir di bab 45 pun udah bisa dinyatakan tamat sih. Tapi, ya ini nanggung ditulis, ya udah diberesin. anggap aja bonus. hehe
Hope you like it.
-----------
Seperti ketika pertama kali melewatinya, flat trans itu hanya serupa dinding keperakan dengan tebal hitungan mili yang dapat ditembus. Kaki kanan yang dia langkahkan, langsung bertemu dengan material padat. Sekali teraba oleh alas sepatunya, dapat dia rasakan lantai yang dipijaknya masih berbahan kayu. Minho, Newt, dan Clarisse masih berada di bangsal itu, menatap ke arahnya. Dalam cahaya lampu yang menggantung di langit-langit pontok, dia sempat melihat tegang di wajah mereka yang kemudian dikendurkan oleh perasaan lega. Thomas bergabung dengan mereka untuk menyambut Hazza. Atau tidak juga bergabung tepatnya sebab dia menempatkan dirinya lebih dekat ke flat trans alih-alih ke ketiga temannya.
Tanpa terasa, sepuluh menit berlalu. Hazza belum muncul dari dinding keperakan itu. Mungkin seperti dirinya, dia membutuhkan waktu untuk berbicara dengan Stephanie dan Brenda.
Dua puluh menit berlalu lagi. Thomas mendengar langkah kaki mendekat ke arahnya. Saat orang itu menyejajarkan diri, dia melihat pemilik langkah itu Clarisse. Tidak heran Clarisse lebih terkuasai ketegangan karena dia paling dekat dengan Hazza.
"Apakah dia mengatakan sesuatu padamu?"
Thomas menggeleng. Dia menghabiskan beberapa menit berbicara dengan Stephanie dan tidak, dia tidak mengatakan apa pun kepada Hazza, pun sebaliknya.
"Apakah dia berubah pikiran?"
"Masih ada beberapa jam lagi sebelum flat trans itu kehabisan energi," timpal Minho. "Kita tunggu saja di sini. Lagi pula, ini sudah malam. Kita turun besok saja."
***
Cahaya matahari yang masuk melalui celah bangsal itu sampai ke kulit Thomas. Hangat yang dia rasakan membangunkannya. Thomas melihat sekitar, menghitung orang-orang yang tidur dalam sekali pandang. Empat orang, tidak bertambah. Beralih dia menatap ke arah flat trans. Dinding tipis keperakan itu tak terlihat. Alat transportasi itu mati. Hazza memutuskan tetap di masa depan.
"Dia tidak kembali?"
Thomas menoleh, melihat Minho yang tengah menguap panjang.
"Kecuali dia keluar lebih dulu." Thomas mengangkat bahunya.
"Tapi, kupikir dia memilih untuk tetap di sana. Insting seorang ayah kurasa."
"Lalu, apa sekarang?"
"Kembali ke kehidupan yang tenang di pulau. Apa lagi? Atau kau mau mencari sesuatu yang lebih menantang di dunia luar?"
Thomas mengembuskan napas. "Tidak lagi." Dia menggeleng tegas. Dia sudah lelah menantang bahaya sebab itu selalu menghadapkannya pada rasa sakit kehilangan.
"Kau oke?" dari sebelah Minho, Newt yang masih dalam posisi berbaring bertanya kapada Clarisse yang baru saja mendudukkan diri.
"Baik."
"Jangan terlalu khawatir. Dia akan baik-baik saja. Dia tahu caranya menggunakan tangannya untuk memukul orang jahat."
Mendengar itu, Clarisse tertawa pelan. Pertama, karena perkataan Newt itu terdengar sedikit konyol baginya. Kedua, tak dia sangka, Newt masih peduli pada yang dia khawatirkan.
"Aku tidak mengkhawatirkan Hazza," jelas Clarisse. "Aku hanya berpikir semuanya terasa begitu cepat. Seperti baru kemarin aku melewati flat trans, lalu berurusan dengan tanda kematian itu. Sekarang, kembali ke sini."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Death Destiny
Mystery / ThrillerMereka memasuki sebuah era di mana kematian sebagian bukan lagi menjadi rahasia takdir. Adanya kepastian 'waktu' bagi sebagian orang membuat dunia menjadi tak terkendali bagi orang-orang yang menyadarinya. Membunuh untuk mendapatkan kehidupan lebih...