TDD27: Split

157 18 9
                                    

Dari sekian banyak hal yang pernah dipikirkannya, baik sengaja maupun tiba-tiba, Thomas tidak pernah sekali pun membayangkan akan berada satu mobil dengan orang lain yang pernah memiliki hubungan dengan Brenda. Dia tidak dapat memutuskan yang lebih mengganggunya, gaung suara Hazza di telinganya saat lelaki itu bercerita panjang soal yang hubungannya dengan Brenda, atau tatapan bersalah dari Hazza yang tidak berhenti menusuk punggungnya, atau tingkah Stephanie yang sesekali mengecek Hazza lewat kaca spion. Dia seharusnya memaksa Minho agar membawa serta Hazza denganya. Enak sekali Minho mengerjakan bagiannya berdua saja dengan Sonya.

Pada akhirnya, mereka sepakat, lari begitu saja dari polisi yang mengejar Newt akan menyulitkan usaha perlawanan mereka terhadap sang Dalang. Menghadapi orang dengan kekuasaan besar, tentu mereka membutuhkan seseorang yang juga memiliki kekuasaan atau pengaruh yang cukup kuat. Urusan materi, mereka sudah memiliki Gally. Namun, Gally tidak punya pengaruh bagi penduduk kota. Jasanya sebagai mantan anggota The Glade Arm bukan tidak dihargai. Dia sendiri yang menggunakan identitas palsu selama memulihkan dunia dari Flare dengan kelompok besutannya itu. Dan polisi, diyakini merupakan perangkat penting kota yang bisa memberikan pengaruh pada masyarakat.

Berangkat dari kesepakatan itu, mereka membuat rencana. Gally meminta dirinya dan Harriet agar diperbolehkan untuk memonitor mereka dari jauh sebab dia merasa terlalu tua dan payah untuk terlibat langsung. Minho menyetujui permintaan Gally untuk mengirim dirinya dan Harriet ke sebuah panti jompo—tempat yang mereka kira paling aman untuk bersembunyi. Sementara, Thomas mengusulkan dirinya untuk menjalankan misi sendiri, mencari tahu cara melacak para Penerima takdir kematian. Terakhir, Minho menjadi orang yang bernegosiasi dengan pihak kepolisian. Thomas tentu saja menginginkan agar misinya cukup dia dan Stephanie yang menjalankan. Sayangnya, Minho berbeda anggapan.

"Ini kesempatanmu untuk berdamai, Thomas. Kita tim sekarang. Permusuhan di dalam tim tidak membawa apa pun bagi tim, kecuali kehancuran." Begitu Minho meyakinkannya beberapa menit yang lalu, seakan lupa bagaimana dia bereaksi setelah Hazza dan Clarisse mengkhianati Newt di depan matanya. Akan tetapi, sebelum dia mengajukan protes, Minho membungkamnya dengan sebuah kalimat, "Paling tidak, lakukan itu untuk Stephanie!"

Mulutnya yang sudah terbuka, dia katupkan dengan cepat. Kata-kata protes yang sudah tersusun rapi, bercerai-berai sebelum mencapai tepi lidahnya. Meskipun dia tidak meragukan dirinya sendiri, bahwa dia dapat melakukan apa saja untuk menggantikan peran Hazza saat ini, dalam hal ini menjaga dan memberi perhatian pada Stephanie, dia tidak dapat memungkiri keberadaan Hazza akan terasa berbeda bagi Stephanie.

Gadis itu belum mengucap barang sepatah kata usai Hazza mengaku sebagai ayah biologisnya. Bukan berarti tidak peduli. Mengamati Hazza diam-diam dari kaca spion adalah salah satu bukti bahwa sesungguhnya gadis itu ingin tahu lebih jauh mengenai Hazza. Satu kecurigaan yang mengganggu Thomas, jangan-jangan Stephanie masih diam dan belum mau berinteraksi dengan Hazza lantaran gadis itu merasa tidak enak pada dirinya.

"Apa kita semua harus turun?"

Thomas menggoyangkan kepalanya, memecah lamunan. Dia menatap lewat jendela, menyadari mobil yang dikemudikan Stephanie sudah tiba di depan apartemennya.

"Ya. Aku mungkin butuh beberapa jam."

Dengan itu, Stephanie membawa mobil menuju parkiran, menjajarkannya dengan puluhan mobil lain yang diparkir di parkiran bawah tanah tersebut. Sejauh ini, belum terlihat satu atau beberapa orang menguntit mereka. Hal itu tidak menjadi alasan untuk mereka melonggarkan kewaspadaan. Mereka tetap berhati-hati. Bergerak sewajarnya supaya tidak memancing perhatiaan, tatapan mereka sebenarnya lebih awas pada sekitar.

"Home sweet home," Stephanie berujar begitu mereka memasuki apartemen yang telah berhari-hari mereka tinggalkan.

Penuturan itu terang saja menimbulkan tatapan curiga dari Hazza. Sebesar itu rasa penasarannya, dia hanya menyimpannya dalam hati. Thomas yang menyadari itu menolehnya setelah mengunci pintu, menjelaskan dengan singkat, "Kita tinggal bersama dengan kamar terpisah."

The Death DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang