#2 Merasa Hidup

64 18 127
                                    

Semakin sore, semakin tentram. Masih di hari yang sama, begitu nikmat udara yang kurasakan sore ini. Semerbak angin sepoi, bercampur butiran-butiran salju kecil begitu lembut menghantam wajahku, benar-benar menciptakan suasana perjalanan yang semakin nyaman.

Walau jaket berbahan kulit yang kupakai ini sudah penuh noda dan kusam, setidaknya lembaran ini masih bisa menahan tubuhku dari dinginnya hawa sekitar.

//

Happiness is The Best Healer
//

Beberapa menit berjalan kaki dari toko kakek, membuat kaki-kaki ini akhirnya sampai di vila tempatku bermalam. Bangunan yang tak terlalu besar dan mewah sebenarnya, mengingat vila ini memang sesungguhnya diperuntukkan bagi satu atau dua orang penghuni saja.

Mengenai lokasi vila ini sendiri, sebenarnya terbilang tidak strategis. Bagaimana tidak? Vila ini terpencil; sarat dikelilingi pohon berbatang besar yang tumbuh di sekelilingnya. Belum lagi bangunan ini terdapat di ujung suatu lorong yang sepi dan jarang tertapaki oleh masyarakat sekitar. Bahkan untuk menuju lorong itu saja, aku mesti berjalan menanjak sejauh ±100 meter dari persimpangan dekat toko Kakek.

Kendati demikian, aku sendiri sengaja memilih lokasi tersebut sebagai tempat tinggal selama libur bekerja. Bukannya tanpa alasan, melainkan ada satu aspek yang vila itu miliki dan kebetulan tak dimiliki oleh vila atau rumah sewa lainnya di sekitar sini.

Aspek tersebut adalah panorama.

----

Karena sudah lebih sebulan aku selalu tidur di kasur bertingkat ala asrama, diri ini jelas merindukan sebuah kasur rumahan. Kasur yang normal dan lembut. Kasur yang berpijak langsung ke bumi, bukannya ke dek kapal. Oleh karena itu, tidur jadi hal yang terus-menerus melintas dalam otakku.

Tentunya aku akan beristirahat segera. Namun begitu, tetap jadi hal yang penting untukku mengecek kondisi vila, pekarangan, dan lain sebagainya sebelum aku boleh tenang.

Usai menyusuri puluhan meter lorong pendek nan lembab ini, aku akhirnya tiba di depan vilaku.

Dan pemandangan yang aku lihat detik itu, benar-benar berbeda.

Pekarangannya yang benar-benar bersih! Jujur, hal seperti ini malah sangat aneh bagiku. Berada di luar ekspetasi. Karena biasanya, ketika pulang ke vila saat musim dingin begini, halaman depannya selalu sesak dan dipenuhi banyak sekali daun yang berguguran bekas musim gugur. Bahkan asal kau tahu, aku sebelumnya sempat berpikir jika liburku kali ini hanya akan kuhabiskan untuk membersihkan daun-daun basah nan lengket itu lagi.

Aku berulang kali mondar-mandir pekarangan, mengucek mataku demi meyakinkan diri bahwa ini bukan mimpi. Walau terbilang janggal, yang namanya manusia tentu akan legowo melihat bebannya berkurang. Sekalipun itu tak bisa dijelaskan bagaimana bisa terjadi.

Termasuk aku.

Dalam hatiku memang merasa ada yang aneh, namun jauh di dalamnya, hati nurani hatiku berbisik lega.

"Syukurlah ..., jadinya aku tidak perlu memporsis begitu banyak tenaga sore ini ...." gumamku.

Sembari kemudian membuka kunci gembok yang terpasang pada pintu, aku kembali mengecek pekarangan itu untuk terakhir kalinya.

Sungguh, ini bukan mimpi.

Aku laju masuk ke dalam vila, dan dengan ini, bersih-bersih lainnya pun dimulai.

Aku mulai dengan membereskan dan menyapu bagian dalam vila. Maklum, setelah berbulan-bulan ditinggal dengan kondisi tertutup dan tak berpenghuni, laba-laba sudah merajalela membangun rumah mewahnya di dalam sini.

Happiness is the Best HealerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang