#17 Terlukis Semakin Jelas

4 1 0
                                    

Semua telah berlalu. Semua telah usai. Begitulah kira-kira yang bisa kugambarkan mengenai festival hari ini.

Cahaya kembang api yang sedari tadi menghiasi angkasa sudah sirna seluruhnya. Tak ada lagi orang-orang yang terbelalak menghadap langit. Tak ada lagi sorak riuh dari atas panggung. Semuanya kembali biasa, dengan khalayak yang membangun langkah bersama kerabat menjauhi dermaga setelah pengumuman berakhirnya festival berkumandang sekitar satu jam yang lalu.

Langit yang jadi tempat persinggahanku ini pun kembali kelam seperti saat sebelum pertunjukkan diadakan. Awan-awan bak kapas yang hijrah di langit kota malam ini turut membuat cahaya bintang dan bulan terhalangi sebagian besarnya. Pun sesekali, suara guntur terdengar dari kejauhan awan mendung di barat. Ampuh dalam menambah kesan kelam pada kota ini.

Salju dengan curah yang tak terlalu lebat pun kembali turun menyusuri daerah ini. Karena sejak siang aku memakai jaket yang tak bertudung, mau tak mau rambut serta wajahku ini terus-menerus dijadikan tempat mendaratnya butiran-butiran salju putih tersebut.

Dingin, lembut, dan agak geli. Sekiranya begitulah yang sedang kulit wajahku rasakan sekarang.

Di atas bangku besi yang sama sekali tak terasa nyaman ini, kesunyian kembali melandaku. Malam ini berjalan semakin dalam, namun diriku masih saja belum menginjakkan kaki di vilaku.

Biasanya, di jam-jam segini, tubuhku sudah tergeletak pulas di atas kasur vila yang lembut dan hangat. Namun sayang, di malam kali ini, aku masih duduk di sebuah tempat sembari berusaha untuk tetap terjaga.

Sesuatu telah mencegatku untuk langsung pulang seusai festival.

////
HAPPINESS IS THE BEST HEALER
////

Kala itu, kurang lebih sekitar 1 jam yang lalu, pertunjukkan kembang api resmi usai. Jika diperkirakan, pertunjukkan apik tadi hanya berlangsung sekitar 10 menit saja. Lepas itu, kemeriahan pun usai dan banyak pengunjung berpulangan.

Tidak semua, sih, sebenarnya. Karena terdapat pula pengunjung yang aku pun heran mengapa masih betah untuk menghabiskan waktu di dermaga.

Yah ..., wajar saja kalau dermaga langsung sepi selekas kembang api habis. Sebab, pertunjukan langit itu termasuk ke dalam agenda penutupan festival. Jadi bisa kupastikan, tak ada lagi hal menarik seusai pertunjukkan itu. Itulah sebabnya mengapa lebih banyak orang yang memilih untuk pulang.

Awal sebelum pertunjukan dimulai, aku merasa antusias, dan aku kira itu akan berlangsung awet dalam sanubariku hingga masa liburku habis. Namun nyatanya, saat pertunjukkan usai saja, batinku seakan sudah mencuci bersih seluruh animo jiwaku terhadap festival tadi dan seperti menyuruhku untuk segera pulang dan beristirahat.

Aku pun memutuskan untuk bertindak demikian. Kiranya pertunjukkan usai, ada baiknya tubuh ini juga beristirahat. Karena jujur, semakin lama, udara dingin yang berhembus langsung dari muka laut semakin tak tertahankanku.

Dengan kedua tangan yang sengaja kumasukkan ke dalam saku jaket, aku lekas beranjak pergi dari tempatku berdiri. Melewati serangkaian anak tangga, menuju kios jajanan, serta menghadapi berbagai keramaian yang tersisa dengan arah langkah yang berbeda satu sama lain membuat kehati-hatianku bertambah seiring perjalanan. Semakin aku berjalan menjauhi zona festival, semakin sepi orang-orang yang kutemui di sepanjang jalan.

Demikian, merengganglah aku dari pusat lokasi festival, namun tak sepenuhnya lepas, sebab nyatanya diriku hanya sedikit bergeser keluar di mana saat itu aku sedang melewati area parkir dermaga khusus roda empat. Dan, tak jauh dari garis jejak aku melintas, ada sepasang insan yang menarik perhatianku begitu saja.

Saat itu, mereka tampak sedang bercengkrama satu sama lain.

Sekilas, tanpa maksud jahat apapun, aku melirik ke kiri, ke arah mereka. Mereka terlihat mengobrol serius di sekitar mobil yang kemungkinan besar itu milik mereka. Walau tak terdengar begitu jelas, namun aku bisa mengetahui bahwa mereka sedang terlibat adu mulut kecil.

Happiness is the Best HealerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang