#35 Kon!

3 1 0
                                    

Aku masuk ke dalam kedai. Bukan kedai yang begitu besar, daya tampungnya mungkin hanya sekitar 15 orang. Bukan pula kedai yang ramai, sebab untuk saat ini, hanya ada dua pelanggan yang sedang menyantap es di kedai ini. Lewat intuisiku, aku yakin mereka merupakan langganan setia.

Di samping dari sesuatu yang bisa kulihat, aku lebih-lebih salut dengan apa yang bisa kuendus; karena sejak langkah pertamaku memasuki kedai ini, hidungku langsung disambut oleh semerbak harum yang begitu menenangkan. Aroma ini, kuyakin berasal dari kombinasi wangi sirop manis dan pengharum ruangan mahal yang mengitari tiap jengkal kedai. Hm ... Anggur, atau malah bubuk coklat? Entah. Seperti yang kukatakan, mungkin keduanya.

Hiyori yang berjalan di depan kami terlihat menghampiri salah satu permukaan tembok yang berada di dalam kedai, di mana di situ terdapat sebuah pintu sorong berbentuk segi empat sejajar wajahnya. Ia menyorong pintu yang sebenarnya lebih mirip jendela itu ke arah samping, dan menaruh kepalanya di sana. Ketika aku mengamatinya, aku baru sadar rongga itu tak lain ialah penghubung antara tempat pelanggan bersantap dengan dapur kedai di mana semua jenis panganan dingin itu diproduksi.

"Paman! Aku ijin istirahat 5 menit, ya. Mau ngobrol sama orang bentar, katanya penting." Hiyori berbicara lewat rongga itu pada seseorang di sisi dapur yang kuyakin merupakan pemilik sah kedai ini. "Baik." Suara paman itu pun menyahut santai. Kurasa memang tak masalah baginya, soalnya kedai juga sedang sepi.

Demi menghargai kemauannya membantu, agar Hiyori tak mondar-mandir terlalu jauh nantinya, aku berinisiatif untuk duduk di salah satu kursi di kawasan paling dekat dengan rongga penghubung itu. Aku duduk, dengan pandangan menghadap ke arah dapur.

Hiyori beranjak dari rongga itu, dan matanya langsung menangkap diriku serta Kouji yang kini duduk bersebelahan. Namun, sebelum akhirnya gadis itu duduk di kursi di hadapan kami, ia tersadar akan sesuatu.

"Oh iya,"

"Lu mau pesan apa?" telunjuknya mengarah padaku. Aku lumayan kaget, jarang-jarang ada pelayan yang bertanya kepada pelanggan sembari mengacungkan telunjuknya. Kesannya memang tak tahu adab, namun sudahlah, mungkin itu memang pembawaannya.

"Hm ...."

"Tolong air mineral saja. Satu." balasku sembari mengusap-usap kulit wajahku yang senantiasa kedinginan. "He ...?" raut wajah Hiyori berubah total dari datar menjadi penuh keheranan.

"Paman .... Tolong buatkan es campur satu! Paket komplit!" Lain cerita, Kouji malah menyeruak ke arah dapur mengumandangkan pesanannya secara independen.

"Baik! Es campur komplit satu!" sahut paman bersahaja itu dari arah dapur. Respons itu jelas membuat Hiyori kesal, dan kali ini sembari menatap Kouji dengan tatapan yang seperti mengancam jiwa raga.

"Kouji! Hoi!"

"Apaan sih lu!? Enak aja main order-order! Utanglu lunasin dulu!" Hiyori mengedikkan pundak, menghardik Kouji.

"Lu mah, gitu amat, Hiyori-chan." Bibir Kouji mengerucut. Ia pun lantas meraih pundakku, menepuk-nepuknya. "Tuan baik ini yang bakal bayar. Lu tenang aja!"

Aku hanya melempar senyumku pada Hiyori, sembari sedikit mengangguk.

"Dia aja cuman mesan air putih, lho. Lah elu sok iya mesan yang paling mahal. Kalo dia pesan air putih, lu harusnya air keran aja!" omel Hiyori. Rekomendasi menu semantap itu mungkin takkan pernah kudengar lagi sepanjang sisa hidupku.

Hiyori, pelayan itu seakan tak rela. Namun begitu, ia pun tahu ia tak bisa melarang pesanan apapun selama ada uangnya. Alhasil, Hiyori pasrah pergi ke arah dapur, guna membantu paman tadi membuat pesanan milik Kouji. Lima menit berselang, gadis itu pun datang ke kursi kami dengan muka senantiasa dongkol, menaruh semangkuk es campur itu sepele seakan-akan bukan ditujukan untuk seorang pelanggan tercinta, dan menaruh sebotol air mineral ke hadapanku tak berekspresi. Aku lantas mengambil botol mineral itu, membuka tutupnya lalu meneguk cairan bening di dalamnya hingga tersisa setengah.

Happiness is the Best HealerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang