Pagi hari yang sejuk, terasa begitu nyata bagi setiap insan di Miyako. Semua turut merasakan, baik itu para ibu yang mengurus rumah, para petani sayur di kebun-kebun hijau, nelayan di kejauhan laut, para guru, jalanan kota, serta siswa-siswi SMA Akinori「彰典」yang saat ini tengah melangkah maju menuju kelas masing-masing.
Sementara itu,
"Hah ... hah ... hah ...."
"Untung ..., hah ... untung saja aku belum terlambat!"
Baru saja aku tiba di sekolah, dengan napas yang terengah-engah selama perjalanan tadi. Walau aku sudah berusaha mempercepat langkahku, tetap saja aku masih nyaris telat.
Saat aku tiba di sekolah, gerbang sekolah sudah terlihat tertutup setengah. Andaikan aku lebih molor 5 menit saja, bisa-bisa hari ini aku kena amuk lagi.
Ada untungnya juga aku tak menghabiskan sarapanku tadi. Namun begitu, nyatanya aku mendapat kerugian yang malah lebih menyiksa. Tak lama setelah itu, perutku berbunyi keroncongan, ia menyahut sepemikiran.
Ngomong-ngomong, Miyako, kota kecil ini sendiri didominasi oleh jalanan berliku dan menanjak, termasuk jalan menuju SMA Akinori ini. Aku bisa saja kemari dengan sepedaku, namun sayangnya aku takut karena kondisi cuaca yang sedang tidak mendukung ini. Bila saja aku tetap memaksa untuk pergi ke sekolah dengan menaiki sepeda, bisa-bisa aku jatuh lagi seperti kemarin. Lukaku pun berpotensi semakin awet.
"Inilah kenapa aku benci sekali musim dingin," batinku, seorang pecinta musim semi dan panas sejati.
----
Happiness Is the Best Healer
----
"Ahh ... Hisoka-*nee-chan ...!"
*One/nee adalah sebutan untuk kakak perempuan.
Hm?
Aku seperti mendengar suara ....
"One-chan ...!"
Ketika aku masuk ke lingkungan sekolah, berjalan kurang lebih 10 detik dari gerbang menuju ke arah kompleks gedung di mana kelasku berada, wajah ini dibuat menoleh kesana kemari sebab penasaran akan suara itu. Dan ketika aku akhirnya menyadari dari mana sumber suara itu, ternyata sosok yang memanggil namaku itu ada di sudut lapangan basket di arah depanku.
Aku tak butuh waktu lama untuk menyadari siapa dia. Suara itu, itu adalah Ria.
Sosok itu pun berlari kecil ke arahku, sementara aku menunggu di tempatku berdiri tanpa memikirkan selangkah pun untuk maju. Karena posisi kami yang pada akhirnya menjadi dekat, ia pun kembali melambai dan menyapa.
"*Ohayou, Nee-chan!" ucapnya sambil senantiasa melambai karib.
*Ohayou = Selamat pagi
Gadis ayu, berkulit putih, dan setinggi hidungku ini, dia adalah Ria. Tak lain adalah teman satu sekolah, sekaligus tetanggaku yang paling aku kenal.
"Ohayou, Ria-chan!"
"Gawat, hampir saja aku terlambat, ya. Hehehe," ucapku menggaruk kepala. Memohon maklumnya untuk yang kesekian kali.
"Tak masalah kok, Kak. Kalau kakak sih sudah biasa telat, jadi tak perlu minta maaf," ujarnya remeh.
"Ngomong-ngomong ... karena udah hampir jam masuk, ayo Kak, kita ke kelas sekarang!"
"Jangan coba-coba bolos lagi, ya, hari ini!" lanjutnya tegas, seperti seorang guru yang tempramental, namun imut.
Ria pun menarik tangan kiriku dan memaksaku berjalan mengikutinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Happiness is the Best Healer
Teen FictionTak peduli siapapun dirimu, di manapun kau berada, dan apapun yang kau lakukan untuk menjalani hidup, kau pasti akan menemukan kebahagiaan. Hal yang disebut-sebut tak dapat dibeli oleh uang ini, mereka datang dengan beribu-ribu cara, bahkan termasuk...