#10 Aku Tidak Bisa!

34 12 119
                                    

Keesokan pagi ....
Rabu, 09 Desember 2015
07:35 pagi.

"Hi-chan ...."

"Bangun sayang ...! Siap-siap ke sekolah!"

*TUK TUK TUK

"Hi-chan ...!"

Seseorang mengetuk pintu kamarku berkali-kali. Sudah pasti itu ibuku.

Awalnya, memang tak kupedulikan sama sekali. Namun, semakin aku mengabaikannya, suara ketukan itu semakin terdengar begitu mengganggu di telingaku.

*TUK TUK TUK

Saking mengganggunya, rasa kantukku langsung lenyap seketika.

"Hi-chan ...."

"Iyaaaa ... Aku bangun ..." suaraku parau, namun tetap kupaksa keluar.

"Ya ampun! Padahal masih hari sekolah, lho. Pasti kamu lupa setel alarm lagi, kan." celoteh ibu dari balik pintu. Tak lama langkahnya pun terdengar menjauh dari pintu kamarku.

"Hummhh ... iya, iya, iyaaa ... Aku bangun kok." Aku lantas bangkit dari kasur, lalu mengambil kunci pintu yang kusimpan di laci meja dengan langkah yang masih oleng.

Duh ... malas sekali rasanya. Inginnya, sih, bangun tidur pukul 10 siang. Sayang sekali ibu membangunkanku sepagi ini.

Tapi sungguh, rasanya hari ini ingin sekali aku kembali membolos dan pergi menuju gazebo itu. Namun tak selang 3 detik pikiran itu mencuap, seketika aku pun teringat kembali, kalau nyatanya itu bukanlah gazeboku. Itu gazebonya, pria itu.

Apa boleh buat ..., aku harus mencari tempat lain selain gazebo itu.

Ah, bodohnya aku .... Bukannya kemarin aku janji untuk berubah ...?




----

Happiness is the Best Healer

----


20 menit kemudian ....

"Hoamhhh ...."

"Ohayou, Oka-san," salamku. Aku sudah mandi. Seragam sekolah pun sudah terpakai di tubuhku. Namun sayang, bahkan air dingin kamar mandi di pagi hari ini tidak mampu melelehkan kelesuan di wajahku sedari bangun tadi.

"Ohayou sayang," balas ibu. Derap kakinya sedang kulur-kilir meja makan mempersiapkan hidangan pagi untuk keluarga.

Bertolak belakang denganku, aku punya ibu yang benar-benar hebat. Pagi ini ibu tetap sanggup bersikap seperti biasa, padahal kemarin, sungguh banyak hal terjadi. Soal aksi bolosku, soal ayah yang mengamuk ....

Aku jadi tidak enak dengan ibu. Aku sungguh merasa bersalah.

"Nih. Sebelum ke sekolah, kamu sarapan dulu, ya. Dan habiskan!" perintah ibu padaku sembari menyodorkan semangkuk sup miso yang telah ia siapkan.

"Semalam kamu tidur dengan keadaan perut kosong, kan? Duduk." Aku tak punya pilihan lain selain menuruti ibu.

"Sup miso, telur, dan ... natto?"

"Yah ... natto lagi, natto lagi..." aku berbisik lemas setelah melihat hidangan yang ibu masak. Tak cukup keras sampai ke telinganya, hanya kepada jejeran mangkuk.

- - - - -

Ruang makan hanya semalaman tak kujajali, tapi rasanya sudah seperti seminggu, membuat mataku tak henti menatapi sekitar. Dan ketika jatuh tatapanku ke kursi di sisi lain meja, aku teringat akan sesuatu. Sesuatu yang tak begitu penting, namun tetap harus kutanyakan.

Happiness is the Best HealerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang