Derap langkah kaki terdengar hingga ujung lorong. Cairan pilu sudah bercucuran di pelipisnya. Tangannya masih saja menggenggam lengan kekasihnya.
Langkah kakinya seketika melambat ketika mendapati laki-laki yang akhir-akhir ini menjadi penyebab otaknya penuh itu berada di depan kamar yang akan ia tuju.
"An...."
Ryan tak berkutik dengan panggilan Nara. Posisinya siap siaga ketika laki-laki itu berjalan mendekat.
"Gimana?"
Dan yang paling aneh adalah ketika laki-laki itu mengeluarkan satu kata yang ambigu.
Ryan menggeser tubuhnya sedikit ke kiri—menutup pandangan Nara dari laki-laki itu. "Maksud lo?"
Laki-laki itu terkekeh pelan seraya menghela napas. "Gimana rasanya ketika orang berharga hampir berada di ambang kematian?"
Entah kesimpulan gila darimana yang datang secepat cahaya melintas dalam otaknya. Ryan menggeleng tak habis pikir. "Jangan bilang lo...."
Laki-laki itu melebarkan matanya, terkejut dengan kata-kata yang dilontarkan oleh Ryan. "Oh, lo pinter juga." Maju satu langkah. "Yaa... ini balasan dari gue."
Ryan benar-benar tak habis pikir, tapi ia mencoba menahan diri, walau amarah hendak melahapnya.
"Kalau mata dibalas mata, gigi dibalas gigi, nyawa adik gue yang nyaris hilang juga harus dibalas setimpal dong? Dan katanya cewek itu kenal dekat—"
Ucapan yang terputus itu berhasil membuat amarah menyelimuti seluruh tubuh Ryan.
Jemarinya mencengkeram kaos laki-laki itu—menarik kearahnya kasar.
"LO UDAH GILA YA?!"
Laki-laki itu berdecih. "Biar lo ngerasain." Jari jemarinya mengepal. "Betapa putus asanya gue ketika ngelihat adik gue tinggal satu langkah lagi akan menghilang untuk selamanya."
Bugh!
Tanpa babibu, satu pukulan keras mendarat di pipi.
"TAPI CEWEK YANG LO TABRAK ITU GAK SALAH APA-APA, ANJING!"
Ryan benar-benar meledak.
BUGH!
Laki-laki itu tak mau kalah, membalas meninju keras rahang lawan.
"ADEK GUE JUGA NGGAK SALAH APA-APA, BANG—"
"CUKUPP!"
Pekikkan yang terlontar dari mulut Nara cukup membuat dua laki-laki itu berhenti.
"Kalian berdua udah gila ya?! Ini di rumah sakit, jangan bertengkar disini, oke?"
Laki-laki itu berdecak. "Ganggu lo." Mendorong kasar Nara yang berada di tengah-tengah mereka—menghalangi pandangannya dengan Ryan.
Amarah Ryan yang sempat surut itu kembali bangkit.
BUGH!
Satu pukulan keras mendarat di pipi, lagi.
"JANGAN SENTUH PACAR GUE, ANJ—"
DUAKH!
Kaki laki-laki itu menendang keras perut Ryan hingga terpelanting ke belakang.
Laki-laki itu berdiri, tangan kanannya mencengkeram kerah Ryan, yang lainnya memukul keras di rahang, berulang kali, sampai Ryan membalas menendangnya.
Nara menahan napas.
BUGH! BUGH!
BUGH! BUGH!
KAMU SEDANG MEMBACA
Kenangan Manis Kita
Teen FictionBruk "Lo sengaja yaa disini? biar bisa ketabrak sama gue? hehm?" Cewek itu hanya memasang ekspresi datar, ia bergeser ke kiri agar posisinya tidak jadi terpojok. "Lo cantik, gue ganteng, gimana? kita cocok kan?" "Lo udah nggak waras, lo harus pergi...