Bagian 22

4.1K 213 4
                                    

Happy Reading

***

Saat ini Bagas sedang merebahkan dirinya di atas kasur sambil menatap ke arah langit-langit kamar, dengan kedua tangan yang ia jadikan bantal. Pikirannya melayang saat kemarin ia dan ketiga sahabatnya tentang pembicaraan mereka yang menyudutkan dan memerintahkan Bagas untuk cepat mengungkapkan perasaannya pada Tara.

Bagas juga sebenarnya tidak tahu sejak kapan rasa itu ada, tetapi sekarang ia sadar jika perasaannya pada Tara melebihi rasa sayang pada sahabat.

"Aarrghh!" Bagas mengerang, lalu bangkit, duduk di atas kasur sambil mengacak-acak rambutnya.

Pusing memikirkan bagaimana cara mengungkapkannya pada Tara dan keberaniannya untuk mengungkapkan. Lebih baik sekarang Bagas makan karena waktu makan siang sudah tiba dan juga perutnya sudah keroncongan meminta untuk segera diisi.

Begitu keluar dari kamar, Bagas mencium harum masakan yang sudah matang semakin membuat perutnya keroncongan.

Namun, ketika ingat jika ia tinggal sendiri di apartemen kedua alisnya pun saling bertaut.

"Siapa yang masak?" tanya Bagas bermonolog.

Wangi masakannya memang tidak asing bagi penciuman Bagas, karena wangi masakan ini seperti masakan yang dibuat oleh Tara. Entahlah Bagas memang hebat bisa membedakan harum masakan yang dibuat Tara dan yang dibuat orang lain.

Karena penasaran dan juga perutnya terus berprotes, Bagas pun berjalan ke arah dapur.

Langkahnya berhenti tepat di depan pintu yang menghubungkan dapur dengan ruang tengah apartemennya.

Di sana, tepatnya di dapur dan berposisi membelakangi Bagas, seorang gadis yang sangat Bagas kenal dan juga yang mengobrak-abrik hatinya sedang berkutat dengan peralatan dapur.

Mungkin pemandangan ini yang akan Bagas lihat setiap hari jika menikah dengan gadis itu. Senyum Bagas pun terbit, jantungnya berdegub kencang saat memikirkan jika ia benar-benar menikah dengan Tara. Ya, gadis yang sedang memasak itu adalah Tara.

"Eh hai, Gas," sapa Tara melihat Bagas yang masih berdiri di ambang pintu.

Bagas pun tersentak dari lamunannya, lalu ia berjalan ke arah meja makan dan duduk di salah satu kursinya.

"Kamu kapan datang? Kok aku gak tau?" tanya Bagas.

Tara bergumam sebelum menjawab, "Mungkin udah setengah jam yang lalu."

Tentu saja Bagas kaget karena ternyata Tara sudah selama itu berada di apartemennya dan ia sama sekali tidak menyadari kedatangan Tara.

"Udah selama itu?"

"Iya, udah ayo makan. Hari ini jadwalnya kamu buat temenin aku lagi cari spot foto yang bagus!" seru Tara sangat antusias.

Bagas pun terkekeh melihat Tara yang sangat antusias. Ia pun segera memakan masakan yang sudah disediakan oleh Tara.

"Kamu kenapa gak samperin aku ke kamar aja?" tanya Bagas setelah mengunyah dan menelan makanannya. "Tiba-tiba datang terus udah masak aja."

"Biar surprise aja," jawab Tara sambil mencolek sambal buatannya dengan lalapan yang sudah ia rebus tadi.

Masakan Tara kali ini memang mengandung sambal dan lalapan, makanan khas suku Sunda.

Bagas hanya menganggukan kepala dan kembali berkonsentrasi dengan makanannya. Masakan Tara memang sangat pas di lidahnya.

BagasTara [E N D]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang