Bagian 20

8K 279 4
                                        

Happy Reading

***

Tara menatap khawatir ke arah Bagas yang sudah tergeletak di atas ranjang. Firasarnya memang benar jika sejak tadi pagi Bagas sudah sakit. Tara pun mengusap dahi Bagas yang mengeluarkan keringat dingin, suhu tubuh Bagas agak hangat saat Tara menyentuh dahinya.

"Tara," gumam Bagas sambil berusaha membuka matanya sedikit agar bisa melihat Tara yanh sedang duduk di atas ranjang tepat di samping dirinya yang tidur terlentang.

"Hmm, kenapa?" tanya Tara dengan tangan yang tak hentinya mengusap area wajah Bagas.

"Pusing," jawab Bagas kembali menutup matanya.

"Ya udah kamu istirahat aja," ucap Tara. "Eh, kamu udah makan belum?" tanya Tara, takut jika Bagas belum memakan asupan apa pun.

Benar saja dugaan Tara, cowok itu menggeleng menandakan bahwa Bagas belum makan. Tara berdecak, bagaimana bisa Bagas sedang sakit dan belum makan.

"Tadi pas siang makan gak?" tanya Tara lagi yang kembali dijawab gelengan oleh Bagas. "Kamu tuh, ya! Udah tau lagi gak enak badan bukannya makan."

Tara hendak berdiri dari duduknya, tetapi terhalang oleh Billy yang masuk ke kamar Bagas sambil membawa baskom kecil berisi air hangat.

"Ini kompres dulu Bagasnya," ucap Billy sambil meletakkan baskom tersebut di atas nakas, tak lupa dengan sapu tangan yang digunakan untuk mengompres.

Bagas yang mendengar suara Billy lagi, kembali membuka matanya. Ia mendongak dan mendapati kakaknya itu sedang berdiri di samping ranjangnya sambil tersenyum. Bagas tidak suka senyum itu, entahlah rasanya tiap kali melihat Billy tersenyum ada sisi hati Bagas yang sakit.

"Ngapain lo di sini?" tanya Bagas. Meskipun suaranya masih terdengar serak dan bindeng akibat pilek, tetapi tidak menutupi nada tak sukanya.

"Gue khawatir sama lo, Gas. Tadi Tara bilang kalau sejak pagi lo udah kayak gak sehat," ucap Billy, nada suaranya terdengar sangat tenang. Meskipun Bagas memperlakukannya tidak baik, tetapi Billy tetap tenang menghadapi adiknya itu.

"Pergi lo!" ucap Bagas mengusir Billy.

"Bagas, gak boleh gitu," ucap Tara memperingati Bagas, karena menurutnya sikap Bagas barusan sangat tidak sopan. Bagas mendengus, lalu kembali memejamkan matanya.

"Ya udah kalau gitu gue pulang dulu. Cepet sembuh ya, Gas," ucap Billy yang sama sekali tidak direspon oleh Bagas. "Tar, aku pulang dulu," lanjutnya berpamitan pada Tara.

Tara mengangguk sambil tersenyum, lalu hendak berdiri untuk mengantarkan Billy sampai depan pintu apartemen. Namun, tangan Bagas mencekal tangannya, sehingga Tara tertahan di tempat.

"Di sini aja," ucap Bagas.

"Aku mau anter kak Billy dulu ke depan," kata Tara.

"Gak usah, Tar. Aku bisa sendiri kok," ucap Billy, lalu beranjak pergi.

Setelah kepergian Billy, hanya ada kesunyian antara Tara dan Bagas. Tara yang masih duduk di tempatnya dan Bagas yang masih memejamkan mata.

"Kamu gak boleh gitu sama kak Billy, Gas. Bagaimanapun juga dia kan kakak kamu," ucap Tara berbicara pada Bagas karena Tara yakin Bagas tidak tidur.

"Aku pusing, jangan ngomongin hal yang gak penting." Terdengar nada datar yang keluar dari mulut Bagas.

Tara pun hanya menghela napas, ia tidak mau berdebat dengan Bagas yang sedang sakit. Tara memilih untuk mengambil sapu tangan yang ada di dalam baskom berisi air hangat itu, lalu memerasnya dan menempelkannya di dahi Bagas.

Karena merasa ada sesuatu yang hangat menimpa dahinya, Bagas pun membuka matanya. Ia melihat Tara yang sedang fokus menata sapu tangan basah itu di dahi Bagas.

"Kamu kenapa gak bilang dari pagi kalau kamu sakit?" tanya Tara yang kini menatap Bagas dengan tajam.

"Tadi pagi aku gak sakit kok," jawab Bagas. "Cuma agak gak enak badan aja," lanjutnya dengan suara yang lebih kecil.

Tara berdecak mendengar perkataan Bagas. "Sama aja!"

Ketika Tara hendak beranjak lagi dari tempatnya, lagi-lagi Bagas menahan tangan gadis itu.

"Mau ke mana?" tanya Bagas, tatapan matanya begitu sayu tidak seperti biasanya membuat Tara tidak tega melihatnya. Bagas memang sangat jarang sekali jatuh sakit, tetapi sekalinya sakit akan parah seperti saat ini. Hanya karena pilek bisa sampai membuat cowok itu panas dingin dan kehilangan suaranya.

"Mau buatin kamu bubur, biar kamu makan terus minum obat," ucap Tara.

Bagas mengangguk sambil melepaskan tangan Tara.

"Persediaan obat kamu masih ada, 'kan?" tanya Tara lagi sebelum ia melangkah keluar kamar dan Bagas menjawabnya dengan anggukan.

***

Waktu sudah menunjukkan pukul delapan malam, Tara masih berada di apartemen Bagas untuk menemani cowok itu. Untungnya Tara sudah izin dengan kedua orang tuanya jika hari ini ia akan pulang agak terlambat dan menjelaskan alasannya pulang terlambat, yaitu untuk menjaga Bagas yang sedang sakit. Tentu saja Ibu dan Ayah yang mendengar informasi tersebut sangat khawatir, bahkan tadi kedua orang tua Tara ingin menyusul untuk menengok Bagas, tetapi Tara melarangnya karena hari sudah malam. Jadi, Ayah dan Ibu memutuskan besok saja untuk pergi menjenguk Bagas.

"Kamu nginep sini, ya," ucap Bagas yang sedang menyandarkan kepalanya pada bahi sebelah kiri milik Tara. Suhu tubuh Bagas juga sudah turun setelah meminum obat tadi, hanya suaranya yang belum berubah dan hidungnya masih mampet.

Saat ini Tara dan Bagas sedang duduk di atas sofa panjang yang berada di ruang tengah apartemen Bagas.

"Aku gak ada baju, Gas," ucap Tara sambil mengelus kepala Bagas.

"Baju kamu kan banyak di kamar kamu." Kamar Tara yang dimaksud Bagas adalah kamar gadis itu yang berada di apartemen Bagas. Masih ingat bukan jika sesekali Tara menginap di apartemen Bagas?

"Iya, tapi baju aku yang ada di sini baju santai semua. Gak ada baju yang bisa aku pake buat kerja besok," kata Tara lagi. Sebenarnya ia juga sangat ingin menginap untuk memantau keadaan Bagas juga, tetapi besok ia harus pergi bekerja.

"Terus kalau tiba-tiba nanti malem aku demam lagi gimana?" Tara sedikit agak geli mendengar nada suara Bagas yang manja, padahal memang setiap sakit cowok itu akan berubah sangat manja.

Tara menghela napa. "Ya udah, aku nginep di sini, tapi besok pagi-pagi aku harus pulang buat ambil baju."

Bagas mengangguk dengan semangat sampai kepalanya terasa pusing lagi. Ia pun meringis sambil memijat pelipisnya.

"Makanya jangan terlalu bersemangat," kata Tara, terkeleh melihat tingkah Bagas. Ia pin beralih memijat kepala Bagas dengan tangan kanannya.

Ah ... rasanya hari ini Bagas bahagia sekali, meskipun dirinya harus merasakan sakit dan badannya benar-benar lemas, tetapi ia bahagia karena ada Tara di sisinya. Selagi sakit, gadis itu selalu memberikan perhatian pada Bagas. Itu yang Bagas sukai.

Bersambung ....

Vote dan komen ya

Sorry for typo :"

BagasTara [E N D]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang