Selesai acara, Ayna masuk ke kamar dan mengunci pintu. Tidak peduli bila di luar masih banyak keluarga yang tengah berkumpul membahas banyak hal.
Ayna membuka ponsel dan menyalakan data, sudah sekitar 4 jam ia tidak menyalakan benda tersebut dari ia izin bekerja setengah hari sampai sekarang.
Ayna menahan napas kala melihat sebuah grup baru yang berisikan sahabat-sahabatnya.
Adit : @Ayna lo jadi nikah? Hah gimana sih, enggak jelas deh.
Adit : Sumpah ini gua dapet undangan ada nama lo
Vivi : undangan apaan dah dit?
Adit : Undangan pernikahan. Ayna mau nikah, astaga. Percaya ga lo? Nih gue kirim fotonya
Ayna membaca pesan tersebut, napasnya tertahan. Apa-apaan keluarganya ini? Mengadakan pernikahan dirinya tanpa persetujuan dirinya. Gila. Ayna rasanya ingin bunuh diri saja.
Mata Ayna kembali fokus ke ponsel, menatap sebuah foto undangan yang Adit kirimkan ke grup. Pesan tersebut dikirim sekitar 3 jam yang lalu, jam 6 sore.
Adit : Ini undangan buat kita satu ruangan
Pia : Hah? Abby?
Pia : Lo jadi sama Abby? Kok ngga ngabarin kita-kita @Ayna
Adit : Parah sumpah
Vivi : Anaknya masih off
Adit : Tidur kali
Pia : Kok gua jadi bingung, kenapa tiba-tiba ada undangan ya?
Ayna tidak sanggup membaca pesan yang ada di grup tersebut. Ayna kembali menahan napas, menatap ke arah depan dengan pandangan kosong. Kenapa keluarganya semena-mena dengannya? Bahkan mereka sudah sampai melakukan sebar undangan tanpa dirinya tahu, tanpa persetujuan dirinya.
Ayna pikir, setelah kepergian Hera pernikahan itu tidak akan terjadi. Karena awalnya Ayna setuju hanya karena kasihan melihat Hera. Tapi salah, bahkan setelah Hera pergi, pernikahan itu tetap akan terjadi dan keluarganya malah semakin semena-mena, tidak tahu diri.
Ayna ingin marah. Tapi tidak ingin membuat malu apalagi di sini masih ramai. Ayna tidak tahu kapan rumah ini akan terus ramai.
Ayna jadi paham, apa yang dimaksud dengan perkataan Wirya tadi siang. Karena pernikahannya.
Ayna membuka aplikasi WhatsApp, mencari nomor seseorang yang sudah tidak lama ia hubungi, ia butuh penjelasan. Walaupun sebenarnya ia tidak sudi menelepon orang tersebut.
Tak butuh lama, panggilan diangkat.
"Lo gila ya?"
"Kenapa?"
Ayna mendengar suara di sebrang sana yang terdengar bingung.
"Lo yang maksa keluarga gue buat acara mendadak kan? Tanpa sepengetahuan gue?!" Ayna menahan emosinya agar tidak meledak, ia takut nantinya malah menangis dan orang di sebrang sana malah tahu. "Lo maksa keluarga gue kan?! Gila lo. Lo kira gue enggak stress mikirin ini?"
"Maksa? Acara mendadak apa?"
"Pernikahan. Pake nanya."
"Aku enggak paham. Pernikahan siapa?"
"Gila! Lo belum tahu atau emang pura-pura enggak tahu sih bodoh?!"
Ayna langsung mematikan teleponnya tanpa menunggu jawaban suara dari sebrang sana. Ia sekarang sudah menangis tanpa suara, air mata sudah turun dari pelupuk matanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bersama Mantan
Romance[SUDAH TAMAT. PART LENGKAP HANYA BISA DIBACA DI KARYAKARSA/PDF] Gimana ya rasanya nikah sama mantan pacar? Di usianya yang sebentar lagi menginjak 27 tahun, Ayna belum juga menikah. Trauma tentang kejadian hampir 7 tahun yang lalu membuat Ayna memil...